Thursday, 17 October 2013

Kisah Arya Kuningan dengan Arya Gumiringsing

Ilustrasi Gambar

          Kisah ini berkenaan dengan Pertempuran antara Cirebon dan Galuh. Cirebon pada mulanya adalah bagian dari wilayah Galuh Pakuan. Setelah pengaruh Cirebon semakin besar, Galuh merasa khawatir dan mengirim utusan agar Cirebon tetap mengaku sebagai bawahan Galuh. Permintaan ini ditolah sehingga timbul pertempuran. Dalam babad ini diceritakan bahwa dalam pertempuran tersebut Galuh dibawah pimpinan Arya Gumiringsing, dibantu oleh Dalem Kiban dari Palimanan, Sanghyang Gempol, Sanghyang Igel, Dalem Rajapolah, Sunan Talaga, Dalem Sindangkasih, Dalem Cianom dan Dalem Sarakarsa. Pada akhirnya pertempuran ini dimenangkan oleh Cirebon dan berakhirlah kekuasaan sisa-sisa kerajaan Galuh. Menurut Sejarah Cirebon, pertempuran ini terjadi pada tahun 1528.
          Dalam Sejarah Wali naskah Mertasinga dikisahkan sebagai berikut : Arya Kuningan setiap bulan datang menghadap Syarif Hidayatullah. Arya Kuningan pun kemudian mendapat karomah dari Syarif Hidayatullah. Pada suatu hari, Arya Kuningan harus berhadapan dengan seorang musuh yang bernama Arya Gumiringsing, penguasa dari Palimanan. Arya Gumiringsing menantang perang kepada Sinuhun Purba. Mendengan tantangan itu, Pangeran Kuningan minta izin kepada Syarif Hidayatullah untuk menghadapi Arya Gumiringsing. Dihadapannya, bala tentara Kuningan disiagakan untuk maju berperang. Syarif Hidayatullah berkata kepada mereka: “Bukan begitu caranya berperang. Kalian memang dapat diandalkan untuk mengatasi kesukaran yang terjadi disini. Orang yang sempurna akan berperang tanpa senjata dan tanpa tentara. Mereka berperang hanya berbekal satu, yaitu tawakal kepada Allah swt.”
          Tidak lama kemudian datanglah Arya Gumiringsing dengan bala tentaranya ke medan pertempuran. Arya kuningan meninggalkan tempatnya dan memutuskan untuk tidak mau menghadapi Arya Gumiringsing. Bukan karena lebih rendah ilmunya tetapi karena kemuliaan Syarif Hidayatullah yang memberikan pilihan kepada orang Kuningan. Pasukan Kuningan pun banyak yang menghindar dan menanggalkan sejata tetapi Arya Gumiringsing dan pasukannya terus menyerbu dengan gegap gepita. Melihat keadaan seperti itu, Arya Kuningan pun memutuskan untuk kembali ke tempat pertempuran.
          Dalem Kiban melihat Arya Kuningan datang dengan gagah berani sambil berteriak, “Hadapi aku kalau kamu berani, jangan bertanding dengan yang lain”. Mendengar teriakan itu Arya Kiban pun berteriak kepada Syarif Hidayatullah, “Kalau benar kamu orang yang hebat, datanglah kesini dan hadapilah aku”.
          Arya Kuningan sangat marah mendengar tantangan Dalem Kiban itu. Dia berkata, “Aku lah yang akan menandingimu. Belum pantas kamu menghadapi Sinuhun Syarif Hidayatullah”. Arya kuningan segera memacu kudanya, menyerang Arya Kiban. Arya Kiban dapat mengelak dan merubah  dirinya menjadi seekor gajah. Dengan belalainya, dia melilit kuda Arya Kuningan sehingga tidak bisa bergerak.
          Dalem Kiban berkata. “Jangan banyak bicara karena nyawamu akan kuambil dan kulitmu akan kubuat tambur”. Arya Kuningan melemparkan tombaknya, hingga Dalem Kiban jatuh dan terlempar jauh. Dalem Kiban bangun lagi dan kembali menangkap Arya Kuningan. Keduanya bergumul, saling tendang saling beradu kekuatan, yang satu menjatuhkan yang lainnya, mereka saling memukul, akan tetapi keduanya sama kuat. Keduanya bertarung dari pagi hingga malam. Arya Kuningan akhirnya dapat dikalahkan oleh Arya Kiban.
          Dikisahkan Arya Tandamuhi datang menghadap Syarif Hidayatullah untuk menyerahkan tawanannya yaitu Dalem Rajagaluh dan Sanghyang Gempol. Syarif Hidayatullah berkata kepadanya, “Arya Tandamuhi, apa yang telah terjadi tadi sehingga Arya Pandelegan dikalahkan dalam peperangan”. Arya Tandamuhi menjawab, “tidak melupakan kehendak gusti, hamba tidak mampu selain gusti Sinuhun Syarif Hidayatullah, yang bertindak rendah hati dalam pertempuran”. Pada kesempatan itu Rajagaluh atau Sanghyang Gempol dan para pengikutnya masuk agama Islam. Arya Rajagaluh diberi nama Ki Demang Itikan.
          Dalam Sejararah Wali naskah Mertasinga dikisahkan bahwa ketika Sinuhun Jati sedang membaca al-qur’an bersama sanak keluarganya. Sunan Kalijaga, Syekh Magribi, Syekh Benthong, Syekh Majagung, Syekh Badiman, Lebe Juriman, Kuwu Embat Embat, Tuan Bumi, Tuan Putri, Tuan Jopak, Syekh Hatim, Syekh Agung Rimang. Tiba-tiba pengajian itu terganggu oleh datangnya kuda Arya Kuningan yang bernama Sawindu, masuk ke dalam puri dan kemudian terduduk seolah-olah sujud dihadapan Sinuhun Aulia Syarif Hidayatullah. Melihat itu, syekh Badiman berolok-olok, “Kuda ini datang sendirian, pantasnya penunggangnya telah kalah dalam peperangan. Ini buktinya, kuda ini pulang sendirian”. Tak lama kemudian datang dengan takzim seorang tamu yaitu Dalem Indramayu kehadapan Sinuhun Jati. Dalem Indramayu, Arya Wiralodra, menyampaikan keinginannya untuk berguru, belajar dua kalimat syahadat. Dengan disaksikan oleh para wali, Dalem Indramayu telah diakui menjadi murid Sinuhun Aulia.
          Sementara itu para santri yang hadir masih bertanya-tanya mengenai keberadaan Arya Kuningan yang kudanya telah kembali tanpa tuannya. Akan tetapi tidak lama kemudian Arya Kuningan tiba. Betapa terkejutnya Arya Kuningan ketika melihat bahwa yang akan diperanginya, Dalem Indramayu, sudah berada di sana. Arya Kuningan melihat kepada Sinuhun Jati, dia malu akan perbuatannya dan segera Arya Kuningan mohon ampun.

Sumber :
Apipudin. Penyebaran Islam Di Daerah Galuh Sampai Abad Ke 17. Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI. 2010.
Atja. Carita Purwaka Caruban Nagari: Karya Sastra sebagai Sumber Pengetahuan Sejarah. Bandung: Proyek Pengembangan Permuseuman Jawa Barat. 1986.
Sulendraningrat, Pangeran Sulaeman. Sejarah Cirebon. Jakarta: Balai Pustaka. 1985.
Wahyu, Amman N. Sejarah Wali, Syekh Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati. Naskah Kuningan. Bandung: Pustaka. 2007.

Wednesday, 16 October 2013

Mantap !! Gambar 3D

Gambar Macan dan Burung Hantu








Sunday, 13 October 2013

Daerah Galuh Pra Islam : Kepercayaan Masyarakat Galuh

          


           Para raja dan masyarakat kerajaan Galuh, sebelum kedatangan Islam adalah pemeluk agama Hindu. Di antara bukti untuk hal tersebut adalah ditemukannya situs-situs purbakala yang merupakan tempat suci atau tempat-tempat peribadatan penganut agama Hindu. Salah satu peninggalan tersebut adalah Candi Cangkuang di desa Cangkuang, Leles-Garut yang diperkirakan dari abad VIII M. situs Batu Kalde di Pananjung, Pangandaran Ciamis yang diduga bahwa situs tersebut telah berdiri bangunan suci agama Hindu-Saiva. Di desa Sukajaya, Pamarican, Ciamis terdapat sebuah candi yang disebut Candi Ronggeng. Masih diwilayah Ciamis, tepatnya di daerah Mulyasari, Pataruman, Kotip Banjar, terdapat reruntuhan bangunan kuno yang disebut dengan Candi Rajegwesi. Situs lain yang tergolong luas terletak di tepi pertemuan dua sungai, yaitu sungai Citanduy dan Cimuntur di desa Karangkamulian, Cisaga, Ciamis. Oleh penduduk setempat situs tersebut dihubungkan dengan cerita rakyat Ciung Wanara. 

          Ada pula suatu komplek kepurbakalaan yang cukup luas yang terdapat di Kawali, Ciamis. Situs ini disebut Astana Gede. Di lingkungan kompleks yang terbagi ke dalam beberapa halaman yang bertingkat ini terdapat enam prasasti baru. Prasati-prasasti tersebut ditemukan pada halaman tertinggi dan relative berada di pusat kompleks. Prasasti-prasasti Kawali menyebutkan bahwa tokoh raja yang berkedudukan di Kadatuan Surawisesa yang bernama Prabu Raja Wastu yang memerintah kerajaan dalam keadaan aman sejahtera dan dalam kurun waktu yang cukup lama. Astana Gede di masa silam mungkin merupakan kompleks bangunan suci yang ditata dengan halaman yang bertingkat-tingkat. Peninggalan lainnya ialah situs Eyang Depok di desa Banjarharja, Kalipucang, Ciamis, yang berupa lahan bertingkat dengan struktur bangunan dari tumpukan batu bekas reruntuhan sebuah candi. 

          Pada masa kerajaan Galuh, sekurang-kurangnnya terdapat empat jenis tempat yang disucikan oleh masyarakat Sunda Kuna, yaitu Dewa Sasana, Kawikuan, Kabuyutan dan Pertapaan. Dewa Sasana adalah tempat yang dikeramatkan karena dipercaya sebagai tempat persemayaman para dewa yang di dalamnya terdapat pula bangunan suci untuk pemujaan dewa. Kawikuan adalah tempat bermukimnya para wiku. Wiku dalam Bahasa Sunda Kuna berarti pendeta atau dalam pengertian yang luas adalah kaum agamawan yang telah mengundurkan diri dari dunia ramai dan menyepi untuk memperdalam ilmu agama. Kawikuan merupakan bentuk pemukiman khusus yang relative luas, oleh karena itu tidaklah heran apabila disebut dengan lurah kawikuan. Adapun Kabuyutan adalah suatu tempat suci yang dikeramatkan dan dijadikan pusaka masyarakat. Tentu saja ditempat itu pun bermukim para pendeta, namun tidak sebanyak di Kawikuan. Kabuyutan Galunggung mereupakan kabuyutan yang paling penting milik bersama masyarakat dan menjadi pusaka kerajaan. Adapun pertapaan adalah tempat orang-orang melakukan tapa atau semedi. 

          Kepercayaan masyakarat Galuh juga dapat dibaca dan ditelaah lewat naskah-naskah seperti Sewakadarma, Jatiniskala, Kawih Paningkes dan Sanghyang Siksa Kanda Karesyan. Naskah-naskah tersebut sudah ditransliterasi dan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh para filolog maupun para ahli tentang kesundaan. Untuk mengetahui isi naskah-naskah tertentu dengan adanya sejumlah naskah yang sudah diterjemahkan. 

          Salah satu naskah yang berkaitan dengan kepercayaan masyarakat Galuh adalah naskah Sewakadarma “pengabdian atau kebaktian terhadap darma” disusun oleh seorang petapa perempuan bernama Buyut Ni Dawit yang bertapa di pertapaan Ni Teja Puru Bancana di Gunung Kumbang. Oleh karena itu tidak mengherankan jika naskah itu memberikan uraian tentang sebuah gisa “lesung” dengan istilah-istilah yang khas untuk perempuan, seperti dikayasan, dyangiran, dan dipesekan. Demikian juga uraian mengenai pakaian bidadari. 

          Berdasarkan isinya, naskah Sewakadarma dapat dianggap sebagai salah satu bukti mengenai pernah berkembangnya aliran Tantrayana di wilayah budaya Sunda pada masa silam. Ajarannya menampilkan campuran aliran Siwa Sidhanta yang menganggap semua dewa sebagai penjelmaan Siwa dengan agama Budha Mahayana. Capuran kedua agama itu masih terjadil dengan “agama pribumi” mengingat ternyata unsure hyang tetap dibedakan dari dewata walaupun tempat kediaman keduanya sama-sama disebut kahiyangan.

          Naskah Sewakadarma berisi uraian mengenai kalopasan “kelepasan moksa” yang menekankan kepada penggunaan bayu “tenaga”, sabda “ucapan” dan hedap “tekad” yang sesuai dengan tuntutan dan petunjuk darma. Uarian mengenai hal itu secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua bagian. Bagian pertama berisi ajaran yang menguraikan cara persiapan jiwa untuk menghadapi maut sebagai gerbang peralihan ke dunia gaib. Di situ dilukiskan peristiwa maut secara indah dan mengesankan karena maut merupakan “pintu gerbang kelepasan” bagi jiwa. Bagian kedua melukiskan perjalanan jiwa sesudah meninggalkan “penjaranya” yang berupa jasad dan kehidupan duniawi.

          Ada pandangan yang berbeda tentang moksa sebagaimana yang tersurat dalam naskah Sewakadarma yang khas bersifat keagamaan. Perbedaan itu terdiri dari : Pertama, naskah itu membicarakan kesejahteraan hidup manusia di dunia dengan memahami darmanya masing-masing. Kedua, bila tuntutan darma terpenuhi dengan sempurna, tercapailah kreta “kesejahteraan dunia”. Ketiga, keberhasilan dalam darma akan membuka kesempatan untuk moksa bagi siapa pun tanpa harus menjadi “pendeta” dulu. 

          Ada pula naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesyan yang terdiri dari dua bagian. Bagian pertama disebut Dasakreta sebagai kundangon urang reya “pegangan orang banyak”, sedangkan bagian kedua yang disebut Darma pitutur berisi hal-hal yang berkenaan dengan pengetahuan yang seyogyanya dimiliki oleh setiap orang agar dapat hidup berguna di dunia. Uraian naskah itu nampak sekali didasarkan pada kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat dan bernegara.

          Walaupun naskah itu menyebutkan dirinya karesyan, isinya tidak hanya berkenaan dengan kehidupan kaum agamawan. Bahkan lebih banyak yang berkaitan dengan kearifan dan kewaspadaan hidup menurut ajaran darma. Ditinjau dari isinya, kata siksa kandang karesyan mungkin dapat diartikan “aturan atau ajaran tentang hidup arif berdasarkan darma”. 

          Naskah Jatiniskala mengandung informasi mengenai ajaran keagamaan yang memperlihatkan berbaurnya ajaran Hindu dengan ajaran pribumi. Bahkan dalam naskah itu, nama-nama pribumi itu jauh lebih banyak, dan mereka yang memperoleh derajat sebagai apsari “makhluk kayangan, pendamping dewa”

          Naskah Kawih Paningkes memuat ajaran keagamaan yang memperlihatkan bercampurnya ajaran Hindu dengan ajaran pribumi. Nama-nama dewa dan istilah yang dikenal dalam ajaran Hindu seperti dewa, dewata, sri, mahayoga, dan moksa, misalnya ditemukan bersamaan dengan nama puhaci dan istilah yang dikenal dalam kebudayaan asli Sunda : wirumananggay, kahyangan, sanghyang, dan puhun.

          Dari naskah-naskah lama berbahasa Sunda dapat diketahui bahwa orang sunda di masa lampau sangat mengutamakan hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan keagamaan, kebudayaan, dan akhlak. Hampir semua naskah menitikberatkan uraiannya kepada segi kerohanian, bukan kepada hal-hal yang lebih bersifat jasmani. Dalam empat buah naskah, yaitu naskah Sanghyang Siksa Kanda ng Karesyan, naskah Sewakadarma, naskah Kawih Paningkes, dan naskah Jatiniskala, misalnya membicarakan tentang segi-segi rohani itu sangat menonjol, sedangkah yang bersifat jasmani disampaikan hanya sekedarnya sebagai pengetahuan umum.

Sumber :
Apipudin. Penyebaran Islam Di Daerah Galuh Sampai Dengan Abad Ke-17. Badan Litbang dan Diktat Kementerian Agama RI. 2010

Thursday, 3 October 2013

Suatu Ketika




Suatu ketika ..
Saat aku tak tau siapa kamu,
Saat aku tak tau bagaimana kamu,
Aku mau tau siapa dan bagaimana kamu?

Suatu ketika..
Saat aku sudah tau siapa kamu,
Saat aku sudah tau bagaimana kamu,
Aku akan menyelusuri hidup kamu.

Suatu ketika..
Saat aku sudah mulai menyelusuri hidupmu,
Saat aku sudah mulai mengetahui semuanya,
Ada yang belum aku tau dan ingin aku tau lagi dari kamu ?
Yaitu isi hati dan perasaan kamu..

Suatu ketika..
Saat aku sudah tau isi hati kamu,
Saat aku sudah tau perasaan kamu,
Aku bertanya pada diri ku sendiri,
Apakah aku bisa membuat kamu jatuh cinta padaku?

Aku berusaha ,
Aku bersabar,
Aku bertahan,
Membuat kamu yakin akan perasaan ku ini.
Membuat kamu yakin akan adanya cinta dariku,
Membuat kamu yakin akan adanya sayang dariku.

Setiap waktu..
Aku selalu berdoa,
Semoga perasaanku dipertemukan dengan perasaanmu.
Aku selalu meminta,
Semoga aku bisa menjadi kekasihmu,
Aku selalu memohon,
Semoga aku bisa menjadi pilihan hatimu

Wednesday, 18 September 2013

Lukislah Aku




Lukislah aku dengan tinta merahmu ...
pandanglah aku dengan senyumanmu ...
maka aku tumpahkan tinta putih di hatimu ...
agar aku tahu ...
kau adalah milikku ...


Lukislah aku pada langit langit di hatimu ...
berikan kiasan yang berarti buatku ...
akan aku taburkan pernik di hatimu ...
agar kau tahu ...
kau memanglah untukku ...



Lukislah aku sesuka hatimu ...
agar aku terbiasa menyakinkanmu ...
jauh di lubuk hatiku hanya kamu ...
lihatlah aku ...
aku sayang sama kamu ...



Lukislah aku sesuka hatimu ...
agar aku terbiasa memilikimu ...
jauh di lubuk hatiku hanya kamu ...
lihatlah aku ...
aku cinta padamu ...



Lukislah aku dengan seuntai rindumu ...
maka aku akan kasih rinduku padamu ...
hanya kamu yang selalu aku rindu ...
lihatlah aku ...
aku rindu kamu …


Monday, 22 July 2013

4 Langkah Perawatan Kulit Untuk Pria

Perawatan kulit pun perlu dilakukan oleh pria untuk mendapatkan kulit yang sehat. Namun bagaimanakah langkah-langkah memperoleh kulit sehat tersebut bagi pria? Berikut ini ada sejumlah tips untuk Anda:

1. Menjaga kebersihan dengan mandi 
Kulit mencerminkan kesehatan dan kehidupan. Sedangkan dasar dari kesehatan adalah kebersihan. ''Mandi itu penting untuk menjaga kesehatan kulit. Lakukan dua kali sehari. Kadang-kadang kan, ada pria yang tidak doyan mandi,'' tutur dokter ahli kulit dan kelamin yang menyelesaikan pendidikan spesialisasinya di FK-UI pada 1976 ini.

2. Makan makanan bergizi
Makanan empat sehat lima sempurna akan membuat tubuh menjadi sehat. Otomatis, hal ini berpengaruh pula pada kulit.

3. Jangan lupa berolahraga
Dengan berolah raga, peredaran darah dalam tubuh menjadi lancar. Termasuk juga adalah tercukupinya suplai makanan dan udara pada setiap organ tubuh manusia, termasuk kulit.

Selain itu, dengan berolah raga, terjadi proses pengeluaran sisa-sisa metabolisme tubuh melalui keringat. Keringat sendiri bersama-sama kelenjar lemak membentuk keasaman kulit pada pH 5 hingga 6,5. Dengan berolahraga maka fungsi kulit yang antara lain sebagai sekresi dan pengatur suhu tubuh bekerja dengan baik.

4. Menghindari kebiasaan buruk
Salah satu kebiasaan buruk yang harus ditinggalkan antara lain merokok dan minum minuman keras. Nikotin yang terdapat pada asap rokok serta alkohol bisa merusak seluruh organ tubuh Anda, termasuk kulit.
Nikotin, misalnya, akan merusak kolagen. Padahal kolagen adalah faktor utama dalam sistem pendukung yang penting untuk kelangsungan hidup setiap sel dalam tubuh. Bagian inilah yang dalam tubuh kita beradaptasi pertama kali dalam setiap perubahan pada lingkungan, misalnya pada perubahan suhu, makanan, infeksi, hingga keracunan. Silakan Anda bayangkan jika ''si kolagen'' ini rusak.

Friday, 29 March 2013

Rindu Yang Terbuang



Rindu rapuh raga ...

 Rindu rebah rata ...

 Rindu redam rasa ...

 Ilalang meninggi di tanah hati ...

 Ilalang tumbuh dalam benci ...

 Namun lubuk hati tak mati ...

 Seserpih akar cinta tertinggal sendiri ...

 Tanpa tersentuh ucapan ...

 Tanpa tersiram kenangan ...

 Aku rindu , rindu tak terakui ...

 Aku cinta , cinta tak terjadi ...

 Aku sayang ,sayang atau benci ...

 Di telan kelabu hati ...

 Di telan benci diri ...

 Rindu , rindu runtuh ...

 Rindu , rindu terbuang ...

 Dalam genangan hati keruh ...

Dalam puing-puing hati hilang …

Cut Nyak Dien Dalam Lintasan Sejarah


Cut Nyak Dien (ejaan lama: Tjoet Nja' Dhien, Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848 – Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908; dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga bertempur melawan Belanda. Ibrahim Lamnga tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878 yang menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah hendak menghancurkan Belanda.

Teuku Umar, salah satu tokoh yang melawan Belanda, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut serta dalam medan perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada tahun 1880 yang menyebabkan meningkatnya moral pasukan perlawanan Aceh. Mereka dikaruniai anak yang diberi nama Cut Gambang. Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, ia bersama Teuku Umar bertempur bersama melawan Belanda. Namun, Teuku Umar gugur saat menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899, sehingga ia berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Cut Nyak Dien saat itu sudah tua dan memiliki penyakit encok dan rabun, sehingga satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba. Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Disana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Namun, ia menambah semangat perlawanan rakyat Aceh serta masih berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap, sehingga ia dipindah ke Sumedang. Tjoet Nyak Dhien meninggal pada tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang.


Cut Nyak Dien, Perempuan Aceh Berhati Baja

Nangroe Aceh Darussalam merupakan daerah yang banyak melahirkan pahlawan perempuan yang gigih tidak kenal kompromi melawan kaum imperialis. Cut Nyak Dien merupakan salah satu dari perempuan berhati baja yang di usianya yang lanjut masih mencabut rencong dan berusaha melawan pasukan Belanda sebelum ia akhirnya ditangkap.

Pahlawan Kemerdekaan Nasional kelahiran Lampadang, Aceh, tahun 1850, ini sampai akhir hayatnya teguh memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Wanita yang dua kali menikah ini, juga bersuamikan pria-pria pejuang. Teuku Ibrahim Lamnga, suami pertamanya dan Teuku Umar suami keduanya adalah pejuang-pejuang kemerdekaan bahkan juga Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Jiwa pejuang memang sudah diwarisi Cut Nyak Dien dari ayahnya yang seorang pejuang kemerdekaan yang tidak kenal kompromi dengan penjajahan. Dia yang dibesarkan dalam suasana memburuknya hubungan antara kerajaan Aceh dan Belanda semakin mempertebal jiwa patriotnya.

Ketika Lampadang, tanah kelahirannya, diduduki Belanda pada bulan Desember 1875, Cut Nyak Dien terpaksa mengungsi dan berpisah dengan ayah serta suaminya yang masih melanjutkan perjuangan. Perpisahan dengan sang suami, Teuku Ibrahim Lamnga, yang dianggap sementara itu ternyata menjadi perpisahan untuk selamanya. Cut Nyak Dien yang menikah ketika masih berusia muda, begitu cepat sudah ditinggal mati sang suami yang gugur dalam pertempuran dengan pasukan Belanda di Gle Tarum bulan Juni 1878.

Begitu menyakitkan perasaaan Cut Nyak Dien akan kematian suaminya yang semuanya bersumber dari kerakusan dan kekejaman kolonial Belanda. Hati ibu muda yang masih berusia 28 tahun itu bersumpah akan menuntut balas kematian suaminya sekaligus bersumpah hanya akan menikah dengan pria yang bersedia membantu usahanya menuntut balas tersebut. Hari-hari sepeninggal suaminya, dengan dibantu para pasukannya, dia terus melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda.

Dua tahun setelah kematian suami pertamanya atau tepatnya pada tahun 1880, Cut Nyak Dien menikah lagi dengan Teuku Umar, kemenakan ayahnya. Sumpahnya yang hanya akan menikah dengan pria yang bersedia membantu menuntut balas kematian suami pertamanya benar-benar ditepati. Teuku Umar adalah seorang pejuang kemerdekaan yang terkenal banyak mendatangkan kerugian bagi pihak Belanda. Teuku Umar telah dinobatkan oleh negara sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Sekilas mengenai Teuku Umar. Teuku Umar terkenal sebagai seorang pejuang yang banyak taktik. Pada tahun 1893, pernah berpura-pura melakukan kerja sama dengan Belanda hanya untuk memperoleh senjata dan perlengkapan perang. Setelah tiga tahun berpura-pura bekerja sama, Teuku Umar malah berbalik memerangi Belanda. Tapi dalam satu pertempuran di Meulaboh pada tanggal 11 Pebruari 1899, Teuku Umar gugur.

Cut Nyak Dien kembali sendiri lagi. Tapi walaupun tanpa dukungan dari seorang suami, perjuangannya tidak pernah surut, dia terus melanjutkan perjuangan di daerah pedalaman Meulaboh. Dia seorang pejuang yang pantang menyerah atau tunduk pada penjajah. Tidak mengenal kata kompromi bahkan walau dengan istilah berdamai sekalipun.

Perlawanannya yang dilakukan secara bergerilya itu dirasakan Belanda sangat mengganggu bahkan membahayakan pendudukan mereka di tanah Aceh, sehingga pasukan Belanda selalu berusaha menangkapnya tapi sekalipun tidak pernah berhasil.

Tapi seiring dengan bertambahnya usia, Cut Nyak Dien pun semakin tua. Penglihatannya mulai rabun dan berbagai penyakit orang tua seperti encok pun mulai menyerang. Di samping itu jumlah pasukannya pun semakin berkurang, ditambah lagi situasi yang semakin sulit memperoleh makanan.

Melihat keadaan yang demikian, anak buah Cut Nyak Dien merasa kasihan kepadanya walaupun sebenarnya semangatnya masih tetap menggelora. Atas dasar kasihan itu, seorang panglima perang dan kepercayaannya yang bernama Pang Laot, tanpa sepengetahuannya berinisiatif menghubungi pihak Belanda, dengan maksud agar Cut Nyak Dien bisa menjalani hari tua dengan sedikit tenteram walaupun dalam pengawasan Belanda. Dan pasukan Belanda pun menangkapnya.

Begitu teguhnya pendirian Cut Nyak Dien sehingga ketika sudah terkepung dan hendak ditangkap pun dia masih sempat mencabut rencong dan berusaha melawan pasukan Belanda. Pasukan Belanda yang begitu banyak akhirnya berhasil menangkap tangannya. Dia lalu ditawan dan dibawa ke Banda Aceh.

Tapi walaupun di dalam tawanan, dia masih terus melakukan kontak atau hubungan dengan para pejuang yang belum tunduk. Tindakannya itu kembali membuat pihak Belanda berang sehingga dia pun akhirnya dibuang ke Sumedang, Jawa Barat. Di tempat pembuangan itulah akhirnya dia meninggal dunia pada tanggal 6 Nopember 1908, dan dimakamkan di sana.

Perjuangan dan pengorbanan yang tidak mengenal lelah didorong karena kecintaan pada bangsanya menjadi contoh dan teladan bagi generasi berikutnya. Atas perjuangan dan pengorbanannya yang begitu besar kepada negara, Cut Nyak Dien dinobatkan menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Penobatan tersebut dikuatkan dengan SK Presiden RI No.106 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964.

Thursday, 28 March 2013

Kisah Di Balik Aksara Jawa


Aksara Jawa merupakan warisan peninggalan nenek moyang kita yang sangat berharga. Namun sekarang hanya sedikit orang yang mengetahui dan mau mempelajari. Bahkan banyak orang Jawa yang tidak tahu urusan Jawa. Itu sangat disayangkan. Tahukah sobat kalau ada sebuah kisah di balik dua puluh aksara Jawa tersebut? Kisah ini tentang seorang pemuda bernama Ajisaka dan kedua abdinya, yaitu Dora dan Sembada. Inilah ceritanya:

Dikisahkan ada seorang pemuda tampan yang sakti mandraguna, yaitu Ajisaka. Ajisaka tinggal di pulau Majethi bersama dua orang punggawa (abdi) setianya yaitu Dora dan Sembada. Kedua abdi ini sama-sama setia dan sakti. Satu saat Ajisaka ingin pergi meninggalkan pulau Majethi. Dia menunjuk Dora untuk menemaninya mengembara. Sedangkan Sembada, disuruh tetap tinggal di pulau Majethi. Ajisaka menitipkan pusaka andalannya untuk dijaga oleh Sembada. Dia berpesan supaya jangan menyerahkan pusaka itu kepada siapa pun, kecuali pada Ajisaka sendiri.

Lain kisah : Di pulau Jawa ada sebuah kerajaan yang sangat makmur sejahtera yaitu kerajaan Medhangkamulan. Rakyatnya hidup sejahtera. Kerajaan Medhangkamulan dipimpin oleh seorang raja arif bijaksana bernama Dewatacengkar. Prabu Dewatacengkar sangat cinta terhadap rakyatnya.

Pada suatu hari ki juru masak kerajaan Medhangkamulan yang bertugas membuat makanan untuk prabu Dewatacengkar mengalami kecelakaan saat memasak. Salah satu jarinya terkena pisau hingga putus dan masuk ke dalam masakannya tanpa dia ketahui. Disantaplah makanan itu oleh Dewatacengkar. Dia merasakan rasa yang enak pada masakan itu. Dia bertanya daging apakah itu. Ki juru masak baru sadar bahwa dagingnya disantap Dewatacengkar dan menjawab bahwa itu adalah daging manusia. Dewatacengkar ketagihan dan berpesan supaya memasakkan hidangan daging manusia setiap hari. Dia meminta sang patih kerajaan supaya mengorbankan rakyatnya setiap hari untuk dimakan.

Oleh karena terus menerus makan daging manusia, sifat Dewatacengkar berubah 180 derajat. Dia berubah menjadi raja yang kejam lagi bengis. Daging yang disantapnya sekarang adalah daging rakyatnya. Rakyatnya pun sekarang hidup dalam ketakutan. Tak satupun rakyat berani melawannya, begitu juga sang patih kerajaan.

Saat itu juga Ajisaka dan Dora tiba di kerajaan Medhangkamulan. Mereka heran dengan keadaan yang sepi dan menyeramkan. Dari seorang rakyat, beliau mendapat cerita kalau raja Medhangkamulan gemar makan daging manusia. Ajisaka menyusun siasat. Dia menemui sang patih untuk diserahkan kepada Dewatacengkar agar dijadikan santapan. Awalnya sang patih tidak setuju dan kasihan. Tetapi Ajisaka bersikeras dan akhirnya diizinkan.

Dewatacengkar keheranan karena ada seorang pemuda tampan dan bersih ingin menyerahkan diri. Ajisaka mengatakan bahwa dia mau dijadikan santapan asalkan dia diberikan tanah seluas ikat kepalanya dan yang mengukur tanah itu harus Dewatacengkar. Sang prabu menyetujuinya. Kemudian mulailah Dewatacengkar mengukur tanah. Saat digunakan untuk mengukur, tiba-tiba ikat kepala Dewatacengkar meluas tak terhingga. Kain itu berubah menjadi keras dan tebal seperti lempengan besi dan terus meluas sehingga mendorong Dewatacengkar. Dewatacengkar terus terdorong hingga jurang pantai laut selatan. Dia terlempar ke laut dan seketika berubah menjadi seekor buaya putih. Ajisaka kemudian dinobatkan menjadi raja Medhangkamulan.

Setelah penobatan, Ajisaka mengutus Dora pergi ke pulau Majethi untuk mengambil pusaka andalannya. Kemudian pergilah Dora ke pulau Majethi. Sesampai di pulau Majethi, Dora menemui Sembada untuk mengambil pusaka. Sembada teringat akan pesan Ajisaka saat meninggalkan pulau Majethi untuk tidak menyerahkan pusaka tersebut kepada siapa pun kecuali kepada Ajisaka. Dora yang juga berpegang teguh pada perintah Ajisaka untuk mengambil pusaka memaksa supaya pusaka itu diserahkan. Kedua abdi setia tersebut beradu mulut bersikukuh pada pendapatnya masing-masing. Dan akhirnya mereka berdua bertempur. Pada awalnya mereka berdua hati-hati dalam menyerang karena bertarung melawan temannya sendiri. Tetapi pada akhirnya benar-benar terjadi pertumpahan darah. Sampai pada titik akhir yaitu kedua abdi tersebut tewas dalam pertarungan karena sama-sama sakti.

Berita tewasnya Dora dan Sembada terdengar sampai Ajisaka. Dia sangat menyesal atas kesalahannya yang membuat dua punggawanya meninggal dalam pertarungan. Dia mengenang kisah kedua punggawanya lewat deret aksara. Berikut tulisan dan artinya:


Ha Na Ca Ra Ka
Ada sebuah kisah

Da Ta Sa Wa La
Terjadi sebuah pertarungan

Pa Dha Ja Ya Nya
Mereka sama-sama sakti

Ma Ga Ba Tha Nga
Dan akhirnya semua mati

Source


----- Semoga Bermanfaat -----

Rahasia Filsafat Kejawen


Dalam literatur dan kaidah kebudayaan Jawa tidak ditemukan adanya pakem dalam kalimah doa serta tata cara baku menyembah Tuhan. Dalam budaya Jawa dipahami bahwa Tuhan Maha Universal dan kekuasaanNya tiada terbatas. Pun dalam kejawen, karena bukan lah agama, maka dalam falsafah kejawen yang ada hanyalah wujud "laku spiritual" dalam tataran batiniahnya, dan "laku ritual" dalam tataran lahiriahnya. 

Laku ritual merupakan simbolisasi dan kristalisasi dari laku spiritual. Ambil contoh misalnya mantra, sesaji, laku sesirih (menghindari laku pantangan) serta laku semedi atau meditasi. Banyak kalangan yang tidak memahami asal usul dan makna dari semua itu, lantas begitu saja timbul suatu asumsi bahwa mantra sama halnya dengan doa. Sedangkan sesaji, laku sesirih dan laku semedi dipersepsikan sama maknanya dengan ritual menyembah Tuhan. Asumsi dan persepsi ini salah besar.

Menurut para pengamat, kaum akademisi dan budayawan, ada suatu unsur kesengajaan untuk mempersepsikan dan mengasumsikan secara tidak tepat dan melenceng dari makna yang sesungguhnya. Semoga hal itu bukan termasuk upaya politisasi sistem kepercayaan, untuk mendestruksi budaya Jawa yang sudah “mbalung sungsum” di kalangan suku Jawa, dengan harapan supaya terjadi loncatan paradigma kearifan lokal kepada paradigma asing yang secara naratif menjamin surga.

Awal dari penggeseran dilakukan oleh bangsa asing yang akan menjalankan praktik imperialisme dan kolonialisme di bumi nusantara sejak ratusan tahun silam. Baiklah, terlepas dari semua anggapan, asumsi maupun persepsi di atas ada baiknya dikemukakan wacana yang mampu mengembalikan persepsi dan asumsi terhadap ajaran kejawen sebagaimana makna yang sesungguhnya.

Setidaknya, kejawen dapat menjadi monumen sejarah yang akan dikenang dan dikenal oleh generasi penerus bangsa ini. Agar menumbuhkan semangat berkarya dan nasionalisme di kalangan generasi muda. Di samping itu ada kebanggaan tersendiri, sekalipun zaman sekarang dianggap remeh namun setidaknya nenek moyang bangsa Indonesia pernah membuktikan kemampuan menghasilkan karya-karya agung bernilai tinggi

Meluruskan Makna

Mantra tidaklah sama maknanya dengan doa. Bila doa merupakan permohonan kepada Tuhan YME, sedangkan mantra itu umpama menarik picu senapan yang bernama daya hidup. Daya hidup manusia pemberian Tuhan Yang Mahakuasa. Pemberian sesaji, laku sesirih (mencegah) dan laku semedi memiliki makna tatacara memberdayakan daya hidup agar dapat menjalankan kehidupan yang benar, baik dan tepat. Yakni menjalankan hidup dengan mengikuti kaidah “memayu hayuning bawana”.

Daya kehidupan manusia menjadi faktor adanya aura magis (gelombang elektromagnetik) yang melingkupi badan manusia. Aura magis memiliki sifatnya masing-masing karena perbedaan esensi dari unsur-unsur yang membangun menjadi jasad manusia. Unsur-unsur tersebut berasal dari bumi, langit, cahya dan teja yang keadaannya selalu dinamis sepanjang masa. Untuk menjabarkan hubungan antara sifat-sifat dan esensi dari unsur-unsur jasad tersebut lahirlah ilmu Jawa yang bertujuan untuk menandai perbedaan aura magis berdasarkan weton dan wuku.

 Aura magis dalam diri manusia dengan aura alam semesta terdapat kaitan erat. Yakni gelombang energi yang saling mempengaruhi secara kosmis-magis. Dinamika energi yang saling mempengaruhi mempunyai dua kemungkinan yakni pertama; bersifat saling berkaitan secara kohesif dan menyatu (sinergi) dalam wadah keharmonisan, kedua; energi yang saling tolak-menolak (adesif). Laku sesirih (meredam segala nafsu) dan semedi (olah batin) merupakan sebuah upaya harmonisasi dengan cara mensinergikan aura magis mikrokosmos dalam kehidupan manusia (inner world) dengan aurora alam semesta makrokosmos. Agar tercipta suatu hubungan transenden yang harmonis dalam dimensi vertikal (pancer) antara manusia dengan Tuhan dan hubungan horisontal yakni manusia sebagai jagad kecil dengan jagad besar alam semesta.

Prinsip Keseimbangan, Keselarasan & Harmonisasi

Sesaji atau sajen jika dipandang dari perspektif agama Abrahamisme, kadang dianggap berkonotasi negatif, sebagai biang kemusyrikan (penyekutuan Tuhan). Tapi benarkah manusia menyekutukan dan menduakan Tuhan melalui upacara sesaji ini ? Seyogyanya jangan lah terjebak oleh keterbatasan akal-budi dan nafsu golek menange dewe (cari menangnya sendiri) dan golek benere dewe (cari benernya sendiri).

Maksud sesaji sebenarnya merupakan suatu upaya harmonisasi, melalui jalan spiritual yang kreatif untuk menselaraskan dan menghubungkan antara daya aura magis manusia, dengan seluruh ciptaan Tuhan yang saling berdampingan di dunia ini, khususnya kekuatan alam maupun makhluk gaib.

Dengan kata lain sesaji merupakan harmonisasi manusia dalam dimensi horisontal terhadap sesama makhluk ciptaan Tuhan. Harmonisasi diartikan sebagai kesadaran manusia. Sekalipun manusia dianggap (menganggap diri) sebagai makhluk paling mulia, namun tidak ada alasan untuk mentang-mentang merasa diri paling mulia di antara makhluk lainnya. Karena kemuliaan manusia tergantung dari cara memanfaatkan akal-budi dalam diri kita sendiri. Bila akal-budi digunakan untuk kejahatan, maka kemuliaan manusia menjadi bangkrut, masih lebih hina sekalipun dibanding dengan binatang paling hina.

Harmoni & Keselarasan  Merupakan Wahyu Tuhan

Dalam konteks kebudayaan Jawa, wahyu diartikan sebagai sebuah konsep yang mengandung pengertian suatu karunia Tuhan yang diperoleh manusia secara gaib. Wahyu juga tidak dapat dicari, tetapi hanya diberikan oleh Tuhan, sedangkan manusia hanya dapat melakukan upaya dengan melakukan mesu raga dan mesu jiwa dengan jalan tirakat, bersemadi, bertapa, maladihening, dan berbagai jalan lain yang berkonotasi melakukan laku batin.

Tapi tidak setiap kegiatan laku batin itu akan mendapatkan wahyu, selain atas kehendak atau anugrah Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan wahyu menurut kamus Purwadarminta mempunyai pengertian suatu petunjuk Tuhan atau ajaran Tuhan yang perwujudannya bisa dalam bentuk mimpi, ilham dan sebagainya. Dalam konteks budaya Jawa, wahyu dipandang sebagai anugrah Tuhan yang sekaligus membuktikan bahwa Tuhan bersifat universal, Mahaluas tanpa batas, dan Tuhan yang Mahakasih tidak akan melakukan pilih kasih dalam menorehkan wahyu bagi siapa saja yang Tuhan kehendaki.

Falsafah Jawa memandang suatu makna terdalam dari sifat hakekat Tuhan yang Maha Adil, yang memiliki konsekuensi bahwa wahyu bukanlah hak atau monopoli suku, ras, golongan, atau bangsa tertentu.

Mekanisme kehidupan di alam semesta adalah bersifat dinamis. Dinamika kehidupan berada dalam pola hubungan yang mengikuti prinsip-prinsip keharmonisan, keseimbangan, atau keselarasan (sinergi) jagad raya seisinya. Dinamika dan pola hubungan demikian sudah menjadi hukum atau rumus Tuhan Yang Maha Memelihara sebagai ANUGRAH terindah kepada semua wujud ciptaanNYA, baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa.

Wahyu Purba

Anugrah tersebut dalam terminologi Kejawen dikenal istilah Wahyu Purba. Kata Purba, menurut kamus Purwadarminta mempunyai arti memelihara. Wahyu Purba mempunyai pengertian, Dewa Wisnu atau sama hakekatnya dengan kebenaran Illahiah, adalah bersifat memelihara. Ini suatu pelajaran hidup yang mengandung "rumus Tuhan" bahwa di dalam kehidupan alam semesta dengan segala isinya termasuk juga manusia, semua dipelihara oleh kebenaran sejati, yakni kebenaran Illahi. Di mana kehidupan alam semesta dan manusia akan mengalami keselarasan, keselamatan, ketenteraman, kebahagiaan dan kesejahteraan apabila nilai kebenaran bisa dihayati dan ditegakkan dengan baik dan benar. 

Walaupun manusia percaya bahwa hidup ini dipelihara oleh kebenaran Illahi atau kebenaran Tuhan, masih juga terdapat ketidakbenaran dan kejahatan yang dapat menimbulkan kekacauan dan mengganggu keselarasan, kebahagiaan, ketentraman dan kesejahteraan. Semua itu terjadi sebagai akibat "kenekadan" manusia melakukan pelanggaran hukum kebenaran. Untuk memelihara ketenteraman dan kesejahteraan dunia maka dewa Wisnu turun ke dunia menitis pada Prabu Arjunawijaya (Arjunasasrabahu) raja Negara Maespati, dan kepada Ramawijaya, raja Negara Ayodya.

Wahyu  Dyatmika

Barang siapa yang berhasil membangun harmonisasi dan sinergi atau keselarasan energi antara "jagad kecil" yang ada di dalam diri pribadi (inner world) dengan "jagad raya" disebut sebagai orang yang sudah memperoleh wahyu dyatmika. Dyatmika berarti batin, atau hati, wahyu dyatmika artinya wahyu Tuhan yang diterima seseorang untuk memiliki daya linuwih meliputi daya cipta, daya rasa, dan daya karsa yang disebut sebagai prana. Prana dalam terminologi Jawa berbeda dengan perguruan tenaga prana sebagaimana dikenal masyarakat sebagai seni bela diri dan olah tenaga dalam.

Sekilas Tentang Segitiga Musim Panas


Segitiga Musim Panas
Apa itu? Segitiga yang muncul saat musim panas? Hmm, kalau secara garis besarnya sih iya seperti itu. Tapi secara lebih jelasnya, Segitiga Musim Panas adalah sebutan untuk 3 bintang terang yang kalau ditarik garis lurus akan membentuk suatu segitiga besar di langit.

Ketiga bintang terang tersebut yaitu Altair yang merupakan bintang alpha rasi Aquila, Vega yang merupakan bintang alpha rasi Lyra, dan Deneb yang merupakan bintang alpha rasi Cygnus. Orang-orang di belahan bumi utara yang tinggal di negeri 4 musim/subtropis biasa menyebutnya sebagai Summer Triangle, karena apabila segitiga Altair-Vega-Deneb sudah muncul di langit, itu pertanda bahwa musim panas akan segera tiba.

Karena kita tinggal di belahan bumi selatan, maka tidak ada istilah musim panas di Indonesia. Tetapi, kita tetap dapat melihat Segitiga Musim Panas dari bulan Juli sampai bulan Oktober, dan waktu yang sangat tepat melihatnya yaitu selama bulan Agustus dan September. Dan langit malam akan semakin terlihat indah karena Milky Way, sang jalur susu terbentang panjang diantara Altair dan Vega.

Altair

Vega

Deneb

Kisah dalam Mitologi Yunani antara Vega, Deneb, dan Altair


Vega, Altair, dan Deneb adalah nama-nama tokoh dalam mitologi Yunani. Dikisahkan bahwa mereka bertiga adalah sahabat. Vega si cerdas adalah bagian utama dalam rasi Lyra. Nama Lyra sendiri adalah sebutan untuk harpa milik Orpheus, seorang musisi dalam mitologi Yunani kuno. Deneb yang berada dalam rasi Cygnus adalah sosok angsa putih yang gemulai, cantik dan menarik. Dengan tarian angsanya [swan] dia dapat memikat para dewa-dewi. Dalam suatu legenda, angsa adalah pahlawan bagi Orpheus. Tetapi, Altair dalam rasi Aquila lah yang paling kuat diantara mereka bertiga, karena Aquila dapat diartikan sebagai elang. Altair pun digambarin sebagai pelindung bagi kedua sahabatnya.

Kisah Cinta antara Altair dan Vega
Nah kalau yang ini, ceritanya berasal dari Legenda Tanabata, legenda Tiongkok kuno yang pada akhirnya dibawa ke Jepang. Legenda ini berkisah tentang bintang Vega yang merupakan bintang tercerah dalam rasi Lyra sebagai Orihime (Shokujo), putri Raja Langit yang pandai menenun. Bintang Altair yang berada di rasi Aquila dikisahkan sebagai penggembala sapi bernama Hikoboshi (Kengyu). Hikoboshi adalah orang yang rajin bekerja sehingga diizinkan Raja Langit untuk menikahi Orihime. Suami istri Hikoboshi dan Orihime pun hidup bahagia, tetapi sayang sejak itu Orihime tidak lagi menenun dan Hikoboshi tidak lagi menggembala. Raja Langit pun menjadi sangat marah, dan keduanya dipaksa berpisah. Orihime dan Hikoboshi tinggal dipisahkan oleh sungai Amanogawa (sungai jalur susu/Milky Way) dan hanya diizinkan bertemu setahun sekali di malam ke-7 bulan ke-7 setelah mereka bekerja keras selama setahun. Kalau kebetulan hujan turun, sungai Amanogawa menjadi meluap dan Orihime tidak bisa menyeberangi sungai untuk bertemu Hikoboshi. Sehingga sekawanan burung kasasagi pun terbang menghampiri Hikoboshi dan Orihime yang sedang bersedih, dan berbaris membentuk jembatan yang melintasi sungai Amanogawa supaya Hikoboshi dan Orihime bisa menyeberang dan bertemu.

Di Jepang, orang merayakannya dengan festival Tanabata di mana saat itu Orihime (Vega) dan Hikoboshi (Altair) yang terpisah oleh sungai Milky Way diizinkan bertemu. Maka dalam festival itu dirayakan dengan menggantungkan kertas-kertas berisi harapan.

Source 

Tuesday, 19 March 2013

Kepribadian Berdasarkan Golongan Darah


Sebagai informasi buat Kamu ternyata di Jepang , ramalan tentang seseorang lebih ditentukan oleh golongan darah daripada zodiak atau shio. Kenapa? Katanya, golongan darah itu ditentukan oleh protein-protein tertentu yang membangun semua sel di tubuh kita dan oleh karenanya juga menentukan psikologi kita. Mmmhh... masuk akal juga, oke untuk mengetahui detail kepribadian masing-masing golongan darah, berikut penjelasannya.


SIFAT SECARA UMUM
A : Terorganisir, konsisten, jiwa kerja-sama tinggi, tapi selalu cemas (karena perfeksionis) yang kadang bikin org mudah sebel, kecenderungan politik: ‘destra’
B : Nyantai, easy going, bebas, dan paling menikmati hidup, kecenderungan politik: ’sinistra’
O : Berjiwa besar, supel, gak mau ngalah, alergi pada yang detil, kecenderungan politik: ‘centro’
AB : Unik, nyleneh, banyak akal, berkepribadian ganda, kecenderungan politik


BERDASARKAN URUTAN
Yang paling gampang ngaret soal waktu:
 1. B (karena nyantai terus)
 2. O (karena flamboyan)
 3. AB (karena gampang ganti program)
 4. A (karena gagal dalam disiplin)

Yang paling susah mentolerir kesalahan orang:
 1. A (karena perfeksionis dan narsismenya terlalu besar)
 2. B (karena easy going tapi juga easy judging/gampang menuduh/menghakimi)
 3. AB (karena asal beda)
 4. O (easy judging tapi juga easy pardoning/gampang meminta maaf)

Yang paling bisa dipercaya:
 1. A (karena konsisten dan taat hukum)
 2. O (demi menjaga balance)
 3. B (demi menjaga kenikmatan hidup)
 4. AB (mudah ganti frame of reference)

Yang paling disukai untuk jadi teman:
 1. O (orangnya sportif)
 2. A (selalu on time dan persis)
 3. AB (kreatif)
 4. B (tergantung mood )

Kebalikannya, teman yang paling disebelin/tidak disukai:
 1. B (egois, easy come easy go, maunya sendiri)
 2. AB (double standard)
 3. A (terlalu taat dan scrupulous)
 4. O (sulit mengalah)


MENYANGKUT OTAK DAN KEMAMPUAN
Yang paling mudah kesasar/tersesat:
 1. B
 2. A
 3. O
 4. AB

Yang paling banyak meraih medali di olimpiade olah raga:
 1. O (jago olah raga)
 2. A (persis dan matematis)
 3 .B (tak terpengaruh pressure dari sekitar. Hampir seluruh atlet judo , renang dan gulat jepang bergoldaro)
 4. AB (alergi pada setiap jenis olah raga)

Yang paling banyak jadi direktur dan pemimpin:
 1. O (karena berjiwa leadership dan problem-solver/penyelesei masalah) 
 2. A (karen berpribadi ‘minute’ dan teliti)
 3. B (karena sensitif dan mudah ambil keputusan)
 4. AB (karena kreatif dan suka ambil resiko)

Yang jadi PM jepang rata2 bergolongan darah: O (berjiwa pemimpin)
Mahasiswa Tokyo University pada umumnya bergol darah: B
Yang paling cocok jadi MC: A (kaya planner berjalan)

Yang paling gampang nabung:
 1. A (suka menghitung bunga bank)
 2. O (suka melihat prospek)
 3. AB (menabung karena punya proyek)
 4. B (baru menabung kalau punya uang banyak)

Yang paling kuat ingatannya
 1. O
 2. AB
 3. A
 4. B


MENYANGKUT KESEHATAN
Yang paling panjang umur:
 1. O (gak gampang stress, antibodynya paling joss!)
 2. A (hidup teratur)
 3. B (mudah cari kompensasi stress)
 4. AB (amburadul)

Yang paling gampang gendut:
 1. O (nafsu makan besar, makannya cepet lagi) hahaahha.... bener banget nih....
 2. B (makannya lama, nambah terus, dan lagi suka makanan enak)
 3. A (hanya makan apa yang ada di piring, terpengaruh program diet)
 4. AB (makan tergantung mood, mudah kena anoressia)

Paling gampang digigit nyamuk adalah golongan dara: O (darahnya manis)

Yang paling gampang flu/demam/batuk/ pilek:
 1. A (lemah terhadap virus dan pernyakit menular)
 2. AB (lemah terhadap hygiene)
 3. O (makan apa saja enak atau nggak enak)
 4. B (makan, tidur nggak teratur)

Apa yang dibuat pada acara makan2 di sebuah pesta:
O (banyak ngambil protein hewani, pokoknya daging2an)
A (ngambil yang berimbang 4 sehat 5 sempurna)
B (suka ambil makanan yang banyak kandungan airnya seperti sup, soto, bakso dsb)
AB (hobby mencicipi semua masakan, ‘aji mumpung’)

Yang paling cepat botak:
1 O
2 B
3 A
4 AB

Yang tidurnya paling nyenyak dan susah dibangunin:
1 B (tetap mendengkur meski ada Tsunami)
2 AB (jika lagi mood, sleeping is everything)
3 A (tidur harus 8 jam sehari, sesuai hukum)
4 O (baru tidur kalau benar2 capek dan membutuhkan)

Yang paling cepet tertidur:
1 B (paling mudah ngantuk, bahkan sambil berdiripun bisa tertidur)
2 O (Kalau lagi capek dan gak ada kerjaan mudah kena ngantuk)
3 AB (tergantung kehendak)
4 A (tergantung aturan dan orario)

Penyakit yang mudah menyerang:
 1. A (stress, majenun/linglung)
 2. B (lemah terhadap virus influenza , paru-paru)
 3. O (gangguan pencernaan dan mudah kena sakit perut) ini juga bener...
 4. AB (kanker dan serangan jantung, mudah kaget)

Apa yang perlu dianjurkan agar tetap sehat:
 1. A (Karena terlalu perfeksionis maka nyantailah sekali-kali, gak usah terlalu tegang dan serius)
 2. B (Karena terlalu susah berkonsentrasi, sekali-kali perlu serius sedikit, meditasi, main catur)
 3. O (Karena daya konsentrasi tinggi, maka perlu juga mengobrol santai, jalan-jalan)
 4. AB (Karena gampang capek, maka perlu cari kegiatan yang menyenangkan dan bikin lega).

Yang paling sering kecelakaan lalu lintas (berdasarkan data kepolisian)
 1. A
 2. B
 3. O
 4. AB