Saturday 30 June 2012

Cara Alami Redakan Rasa Gatal Akibat Gigitan Nyamuk


Gigitan nyamuk memang tak bisa dihindari. Bikin gatal akibat gigitan nyamuk pun tak bisa dihindari. Alhasil, produk pengusir nyamuk begitu laku di negara tropis seperti Indonesia. Tetapi terlalu sering menggunakannya juga berbahaya, karena mengandung berbagai zat kimia. Apalagi, tak jarang gigitan nyamuk tetap saja kita rasakan.
Nah, pakar kesehatan kulit dari New York, Dr. Neal B. Schultz, menyarankan untuk selalu membekali diri dengan obat-obatan alami untuk menyembuhkan rasa gatal akibat gigitan nyamuk.
Menurut Schultz, bentol-bentol akibat nyamuk tidak boleh didiamkan karena rasa gatal yang timbul dapat memicu rasa sakit yang berkelanjutan.
“Nyamuk memasukkan material ke dalam kulit yang menyebabkan peradangan, pembengkakan, ruam merah, hingga rasa panas. Gejala awalnya merupakan rasa gatal,” paparnya kepada Huffington Post.
Untuk menghilangkan bentol-bentol akibat gigitan nyamuk, Schultz menyebutkan beberapa bahan alami yang cukup ampuh.

Lidah Buaya
Selama ini lidah buaya akrab di telinga sebagai obat untuk luka bakar. Padahal lidah buaya juga ampuh untuk menghilangkan bentol dan gatal-gatal. Cukup oleskan getah lidah buaya ke kulit yang bentol, lalu diamkan hingga kering dan menyerap.

Teh Celup
Menyeduh teh panas di pagi hari? Jangan dulu dibuang kantong tehnya. Kantong teh celup yang sudah didinginkan dapat meredakan peradangan di kulit akibat gigitan nyamuk. Kandungan tannin di dalam teh berfungsi sebagai astringent untuk menciutkan kulit yang membengkak dan mengeluarkan cairan dalam bekas gigitan.

Cuka Apel
Teteskan cuka apel ke atas kapas atau cotton bud, lalu oleskan ke bagian kulit yang digigit nyamuk. Cuka apel mengandung zat asam yang membasmi rasa gatal dan ruam merah pada kulit.

Madu
Ada alasan khusus mengapa banyak produk perawatan tubuh yang mengandung madu. Madu memiliki segudang khasiat bagi kesehatan, termasuk mampu menangkal bakteri dan radang di kulit. Caranya cukup oleskan madu ke bagian tubuh yang penuh bentol-bentol.

Es
Mengompres bagian kulit yang bentol dengan es menjadi shock terapi bagi kulit. Es dapat membantu mengurangi pembengkakan dan membuat syaraf pengatur rasa gatal menjadi kaku dan kebas. Khasiat serupa bisa Anda rasakan jika berendam dengan air hangat. Tapi rasa gatalnya akan kembali muncul setelah Anda selesai berendam.
Tentu saja, lima bahan alami di atas hanya untuk meredakan rasa gatal akibat gigitan nyamuk. Kita tetap harus waspada jangan sampai nyamuk yang mengisap darah kita penyebab malaria atau demam berdarah. 

Sumber : Republika.co.id

Proses Masuknya Islam Di Papua


 
A.   Pendahuluan
Kajian oleh L.C. Damais dan de Casparis dari sudut paleografi membuktikan bahwa telah terjadi saling pengaruh antara dua kebudayaan yang berbeda (yakni antara Hindu-Budha-Islam) pada awal perkembangan Islam di Jawa Timur. Melalui data-data tersebut, Habib ingin menjelaskan bahwa sesungguhnya dakwah Islam sudah terjadi terjadi jauh sebelum keruntuhan total kerajaan Majapahit yakni tahun 1527M. Dengan kata lain, ketika kerajaan Majapahit berada di puncak kejayaannya, syiar Islam juga terus menggeliat melalui jalur-jalur perdagangan di daerah-daerah yang menjadi kekuasaan Majapahit di delapan mandala (meliputi seluruh nusantara) hingga malaysia, Brunei Darussalam, hingga di seluruh kepulauan Papua.
Masa antara abad XIV-XV memiliki arti penting dalam sejarah kebudayaan Nusantara, di mana pada saat itu ditandai hegemoni Majapahit sebagai Kerajaan Hindu-Budha mulai pudar. Se-zaman dengan itu, muncul jaman baru yang ditandai penyebaran Islam melalui jalur perdagangan Nusantara. Melalui jalur damai perdagangan itulah, Islam kemudian semakin dikenal di tengah masyarakat Papua. Kala itu penyebaran Islam masih relatif terbatas di kota-kota pelabuhan. Para pedagang dan ulama menjadi guru-guru yang sangat besar pengaruhnya di tempat-tempat baru. Sebagai kerajaan tangguh masa itu, kekuasaan Kerajaan Majapahit meliputi seluruh wilayah Nusantara, termasuk Papua. Beberapa daerah di kawasan tersebut bahkan disebut-sebut dalam kitab Negarakertagama, sebagai wilayah Yurisdiksinya.
Menurut Thomas W. Arnold : "The Preaching of Islam”, setelah kerajaan Majapahit runtuh, dikalahkan oleh kerajaan Islam Demak, pemegang kekuasan berikutnya adalah Demak Islam. Dapat dikatakan sejak zaman baru itu, pengaruh kerajaan Islam Demak juga menyebar ke Papua, baik langsung maupun tidak. Dari sumber-sumber Barat diperoleh catatan bahwa pada abad ke XVI sejumlah daerah di Papua bagian barat, yakni wilayah-wilayah Waigeo, Missool, Waigama, dan Salawati, tunduk kepada kekuasaan Sultan Bacan di Maluku.
Bertolak dari kenyataan ini maka berdasarkan ceritera populer dari masyarakat Islam Sorong dan Fak – fak, bahwa agama Islam masuk di Irian Jaya sekitar abad ke 15 yang di lalui oleh pedagang – pedagang Muslim. Daerah – daerah yang sudah mengenal dan memeluk Agama Islam itu tidak ada pembinaan terus menerus, cukup di tanamkan oleh pedagang – pedagang  muslilm yang singgah di tempat – tempat itu kemudian mereka meninggalkan tanpa pembinaan seterusnya. Untuk daerah Merauke, Islam di kenal melalui pembuangan – pembuangan yang beragama Islam oleh penjajahan Belanda yang berasal dari Sumatera, Kalimantan, Maluku dan Jawa, sehingga sampai saat ini ada istilah yang populer di Merauke dengan nama JAMER ( Jawa Merauke ).
Dari penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa proses Islamisasi di Papua di lakukan melalui jalur perdagangan yang di kembangkan oleh para pedagang – pedagang dari suku Bugis melalui Banda ( Maluku Tengah ) dan di teruskan oleh para pedagang Arab dari Ambon yang melalui Seram Timur. Selain melalui jalur perdagangan, kedatangan Islam ke Papua pun bisa terjadi melalui pembuangan orang – orang yang beragama Islam oleh Belanda yang berasal dari Sumatera, Kalimantan, Maluku dan Jawa. Karena pada saat itu Islam telah berkembang pesat di Nusantara, dan daerah – daerah tersebut telah di kuasai oleh kerajaan – kerajaan Islam. Namun pada masa tersebut juga para penjajah Belanda telah mengusai wilayah kepulauan Indonesia, dan siapa saja yang memberontak  kepada belanda akan di tangkap dan di penjarakan atau di buang dan di asingkan ke wilayah lain. 

B.   Letak Geografis Wilayah Papua 


 Pulau Papua memiliki luas sekitar 421.981 km2, pulau Papua berada di ujung timur dari wilayah Indonesia, dengan potensi sumber daya alam yang bernilai ekonomis dan strategis, dan telah mendorong bangsa – bangsa asing untuk menguasai pulau Papua. Kabupaten Pucuk Jaya merupakan kota tertinggi di pulau Papua, sedangkan kota yang terendah adalah kota Merauke. Sebagai daerah tropis dan wilayah kepulauan, pulau Papua memiliki kelembaban udara relative lebih tinggi berkisar antara 80-89% kondisi geografis yang bervariasi ini mempengaruhi kondisi penyebaran penduduk yang tidak merata. Pada tahun 1990 penduduk di pulau Papua berjumlah 1.648.708 jiwa dan meningkat menjadi sekitar 2,8 juta jiwa pada tahun 2006.
Perkembangan asal usul nama pulau Papua memiliki perjalanan yang panjang seiring dengan sejarah interaksi antara bangsa-bangsa asing dengan masyarakat Papua, termasuk pula dengan bahasa-bahasa local dalam memaknai nama Papua.
Jika dilihat dari karakteristik budaya, mata pencaharian dan pola kehidupannya, penduduk asli Papua itu dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu Papua pegunungan atau pedalaman, dataran tinggi dan Papua dataran rendah dan pesisir.
Pola kepercayaan agama tradisional masyarakat Papua menyatu dan menyerap ke segala aspek kehidupan, mereka memiliki suatu pandangan dunia yang integral yang erat kaitannya satu sama lain antar dunia yang material dan spiritual, yang sekuler dan sacral dan keduannya berfungsi bersama-sama.

C.   Proses Awal Islamisasi di Papua
Mengenai kedatangan Islam di Nusantara, terdapat diskusi dan perdebatan yang panjang di antara para ahli mengenai tiga masalah pokok yaitu mengenai tempat asal kedatangan Islam, para pembawanya, dan waktu kedatangannya.
Tanah Papua secara geografis terletak pada daerah pinggiran Islam di Nusantara, sehingga Islam di Papua luput dari kajian para sejarahwan lokal maupun asing, kedatangan Islam di tanah Papua juga masih terjadi silang pendapat di antara pemerhati, peneliti maupun para keturunan raja-raja di Raja Ampat-Sorong, fak-fak, kaimana dan teluk Bintuni-Manokwari, diantara mereka saling mengklaim bahwa Islam lebih awal dating kedaerahnya yang hanya di buktikan dengan tradisi lisan tanpa didukung dengan bukti-bukti tertulis maupun bukti-bukti arkelogis.
Penelusuran sejarah awal Islamisasi di tanah Papua, setidaknya dapat digali dengan melihat beberapa versi mengenai kedatangan Islam di tanah Papua, terdapat 7 versi yaitu:

1.    Versi Papua
Teori ini merupakan pandangan adat dan legenda yang melekat di sebagaian rakyat asli Papua, khususnya yang berdiam di wilayah fakfak, kaimana, manokwari dan raja ampat (sorong). Teori ini memandang Islam bukanlah berasal dari luar Papua dan bukan di bawa dan disebarkan oleh kerejaan ternate dan tidore atau pedagang muslim dan da’I dari Arab, Sumatera, Jawa, maupun Sulawesi. Namun Islam berasal dari Papua itu sendiri sejak pulau Papua diciptakan oleh Allah Swt. mereka juga mengatak bahwa agama Islam telah terdapat di Papua bersamaan dengan adanya pulau Papua sendiri, dan mereka meyakini kisah bahwa dahulu tempat turunya nabi adam dan hawa berada di daratan Papua.

2.     Versi Aceh
Studi sejarah masukanya Islam di Fakfak yang dibentuk oleh pemerintah kabupaten Fakfak pada tahun 2006, menyimpulkan bahwa Islam datang pada tanggal 8 Agustus 1360 M, yang ditandai dengan hadirnya mubaligh Abdul Ghafar asal Aceh di Fatagar Lama, kampong Rumbati Fakfak. Penetapan tanggal awal masuknya Islam tersebut berdasarkan tradisi lisan yang disampaikan oleh putra bungsu Raja Rumbati XVI (Muhamad Sidik Bauw) dan Raja Rumbati XVII (H. Ismail Samali Bauw), mubaligh Abdul Ghafar berdakwah selama 14 tahun (1360-1374 M) di Rumbati dan sekitarnya, kemudian ia wafat dan di makamkan di belakang masjid kampong Rumbati pada tahun 1374 M.

3.    Versi Arab
Menurut sejarah lisan Fakfak, bahwa agama Islam mulai diperkenalkan di tanah Papua, yaitu pertamakali di Wilayah jazirah onin (Patimunin-Fakfak) oleh seorang sufi bernama Syarif Muaz al-Qathan dengan gelar Syekh Jubah Biru dari negeri Arab, yang di perkirakan terjadi pada abad pertengahan abad XVI, sesuai bukti adanya Masjid Tunasgain yang berumur sekitat 400 tahun atau di bangun sekitar tahun 1587.
Selain dari sejarah lisan tadi, dilihat dalam catatan hasil Rumusan Seminar Sejarah Masuknya Islam dan Perkembanganya di Papua, yang dilaksanakan di Fakfak tanggal 23 Juni 1997, dirumuskan bahwa:
·        Islam dibawa oleh sultan abdul qadir pada sekitar tahun 1500-an (abad XVI), dan diterima oleh masyarakat di pesisir pantai selatan Papua (Fakfak, Sorong dan sekitarnya)
·           Agama Islam datang ke Papua dibawa oleh orang Arab (Mekkah).

4.    Versi Jawa
Berdasarkan catatan keluarga Abdullah Arfan pada tanggal 15 Juni 1946, menceritakan bahwa orang Papua yang pertama masuk Islam adalah Kalawen yang kemudian menikah dengan siti hawa farouk yakni seorang mublighat asal Cirebon. Kalawen setelah masuk Islam berganti nama menjadi Bayajid, diperkirakan peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1600. Jika dilihat dari silsilah keluarga tersebut, maka Kalawen merupakan nenek moyang dari keluarga Arfan yang pertama masuk Islam.

5.    Versi Banda
Menurut Halwany Michrob bahwa Islamisasi di Papua, khusunya di Fakfak dikembagkan oleh pedagang-pedagang Bugis melalui banda yang diteruskan ke fakfak melalui seram timur oleh seorang pedagang dari Arab bernama haweten attamimi yang telah lama menetap di ambon. Microb juga mengatakan bahwa cara atau proses Islamisasi yang pernah dilakuka oleh dua orang mubaligh dari banda yang bernama salahuddin dan jainun, yaitu proses pengIslamanya dilakukan dengan cara khitanan, tetapi dibawah ancaman penduduk setempat yaitu jika orang yang disunat mati, kedua mubaligh tadi akan dibunuh, namun akhirnya mereka berhasil dalam khitanan tersebut kemudian penduduk setempat berduyun-duyun masuk agama Islam.

6.    Versi Bacan
Kesultanan bacan dimasa sultan mohammad al-bakir lewat piagam kesiratan yang dicanangkan oleh peletak dasar mamlakatul mulukiyah atau moloku kie raha (empat kerajaan Maluku: ternate, tidore, bacan, dan jailolo) lewat walinya ja’far as-shadiq (1250 M), melalui keturunannya keseluruh penjuru negeri menyebarkan syiar Islam ke Sulawesi, philipina, Kalimantan, nusa tenggara, Jawa dan Papua.
Menurut Arnold, raja bacan yang pertama masuk Islam bernama zainal abiding yang memerintah tahun 1521 M, telah menguasai suku-suku di Papua serta pulau-pulau disebelah barat lautnya, seperti waigeo, misool, waigama dan salawati. Kemudian sultan bacan meluaskan kekuasaannya sampai ke semenanjung onin fakfak, di barat laut Papua pada tahun 1606 M, melalui pengaruhnya dan para pedagang muslim maka para pemuka masyarakat pulau – pulau tadi memeluk agama Islam. Meskipun masyarakat pedalaman masih tetap menganut animisme, tetapi rakyat pesisir menganut agama Islam.
Dari sumber – sumber tertulis maupun lisan serta bukti – bukti peninggalan nama – nama tempat dan keturunan raja bacan yang menjadi raja – raja Islam di kepulauan raja ampat. Maka diduga kuat bahwa yang pertama menyebarkan Islam di Papua adalah kesultanan bacan sekitar pertengahan abad XV. Dan kemudian pada abad XVI barulah terbentuk kerajaan – kerajaan kecil di kepulauan raja ampat itu.

7.    Versi Ternate dan Tidore
Dalam sebuah catatan sejarah kesultanan Tidore yang menyebutkan bahwa pada tahun 1443 M Sultan Ibnu Mansur ( Sultan Tidore X atau sultan Papua I ) memimpin ekspedisi ke daratan tanah besar ( Papua ). Setelah tiba di wilayah pulau Misool, raja ampat, maka sultan ibnu Mansur mengangkat Kaicil Patrawar putra sultan Bacan dengan gelar Komalo Gurabesi ( Kapita Gurabesi ). Kapita Gurabesi kemudian di kawinkan dengan putri sultan Ibnu Mansur bernama Boki Tayyibah. Kemudian berdiri empat kerajaan dikepulauan Raja Ampat tersebut adalah kerajaan Salawati, kerajaan Misool/kerajaan Sailolof, kerajaan Batanta dan kerajaan Waigeo. Dari Arab, Aceh, Jawa, Bugis, Makasar, Buton, Banda, Seram, Goram, dan lain – lain.
Di peluknya Islam oleh masyarakat Papua terutama didaerah pesisir barat pada abad pertengahan XV tidak lepas dari pengaruh kerajaan – kerajaan Islam di Maluku ( Bacan, Ternate dan Tidore ) yang semakin kuat dan sekaligus kawasan tersebut merupakan jalur perdagangan rempah – rempah ( silk road ) di dunia. Sebagaimana ditulis sumber – sumber barat, Tome pires yang pernah mengunjungi nusantara antara tahun 1512-1515 M. dan Antonio Pegafetta yang tiba di tidore pada tahun 1521 M. mengatakan bahwa Islam telah berada di Maluku dan raja yang pertama masuk Islam 50 tahun yang lalu, berarti antara tahun 1460-1465. Berita tersebut sejalan pula dengan berita Antonio Galvao yang pernah menjadi kepala orang – orang Portugis di Ternate (1540-1545 M). mengatakan bahwa Islam telah masuk di daerah Maluku dimulai 80 atau  90 tahun yang lalu.   
proses masuknya Islam ke Indonesia tidak dilakukan dengan kekerasan atau kekuatan militer. Penyebaran Islam tersebut dilakukan secara damai dan berangsur-angsur melalui beberapa jalur, diantaranya jalur perdagangan, perkawinan, pendirian lembaga pendidikan pesantren dan lain sebagainya, akan tetapi jalur yang paling utama dalam proses Islamisasi di nusantara ini melalui jalur perdagangan, dan pada akhirnya melalui jalur damai perdagangan itulah, Islam kemudian semakin dikenal di tengah masyarakat Papua. Kala itu penyebaran Islam masih relatif terbatas hanya di sekitar kota-kota pelabuhan. Para pedagang dan ulama menjadi guru-guru yang sangat besar pengaruhnya di tempat-tempat baru itu.
Bukti-bukti peninggalan sejarah mengenai agama Islam yang ada di pulau Papua ini, sebagai berikut:
·         terdapat living monument yang berupa makanan Islam yang dikenal dimasa lampau yang masih bertahan sampai hari ini di daerah Papua kuno di desa Saonek, Lapintol, dan Beo di distrik Waigeo.
·         tradisi lisan masih tetap terjaga sampai hari ini yang berupa cerita dari mulut ke mulut tentang kehadiran Islam di Bumi Cendrawasih.
·         Naskah-naskah dari masa Raja Ampat dan teks kuno lainnya yang berada di beberapa masjid kuno.
·         Di Fakfak, Papua Barat dapat ditemukan delapan manuskrip kuno brhuruf Arab. Lima manuskrip berbentuk kitab dengan ukuran yang berbeda-beda, yang terbesar berukuran kurang lebih 50 x 40 cm, yang berupa mushaf Al Quran yang ditulis dengan tulisan tangan di atas kulit kayu dan dirangkai menjadi kitab. Sedangkan keempat kitab lainnya, yang salah satunya bersampul kulit rusa, merupakan kitab hadits, ilmu tauhid, dan kumpulan doa. Kelima kitab tersebut diyakini masuk pada tahun 1912 dibawa oleh Syekh Iskandarsyah dari kerajaan Samudra Pasai yang datang menyertai ekspedisi kerajaannya ke wilayah timur. Mereka masuk melalui Mes, ibukota Teluk Patipi saat itu. Sedangkan ketiga kitab lainnya ditulis di atas daun koba-koba, Pohon khas Papua yang mulai langka saat ini. Tulisan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang terbuat dari bambu. Sekilas bentuknya mirip dengan manuskrip yang ditulis di atas daun lontar yang banyak dijumpai di wilayah Indonesia Timur.
·         Masjid Patimburak yang didirikan di tepi teluk Kokas, distrik Kokas, Fakfak yang dibangun oleh Raja Wertuer I yang memiliki nama kecil Semempe.
Pengaruh Islam terhadap penduduk Papua dalam hal kehidupan social budaya memperoleh warna baru, Islam mengisi suatu aspek cultural mereka, karena sasaran pertama Islam hanya tertuju kepada soal keimanan dan kebenaran tauhid saja, oleh karena itu pada masa dahulu perkembangan Islam sangatlah lamban selain dikarnakan pada saat itu tidak generasi penerus untuk terus mengeksiskan Islam di pulau Papua, dan merekapun tiadak memiliki wadah yang bias menampungnya.
Namun perkembangan Islam di Papua mulai berjalan marak dan dinamis sejak irian jaya berintegrasi ke Indonesia, pada saat ini mulai muncul pergerakan dakwah Islam, berbagai institusi atau individu-individu penduduk Papua sendiri atau yang berasal dari luar Papua yang telah mendorong proses penyebArab Islam yang cepat di seluruh kota-kota di Papua. Hadir pula organisasi keagamaan Islam di Papua, seperti muhammadiyah, nahdhalatu ulama, LDII, dan pesantren-pesantren dengan tradisi ahli sunnah wal jamaah.
  
Kesimpulan
Selama ini persepsi yang berkembang di masyarakat yaitu penduduk Papua identik dengan penduduk yang memeluk agama Kristen dan katolik, padahal pada kenyataannya Islamlah yang pertama datang ke Papua, yaitu sekitar abad XV, sedangkan Kristen dan katolik baru dikenalkan oleh para zending dan misionaris pada pertengahan abad XIX di tanah Papua. Sangat di sayangkan, pada saat itu agama Islam tidak memiliki wadah yang dapat mengembangkan ajaran Islam lebih lama di tanah Papua sehingga tidak ada penerus – penerusnya. Islam di Papua berkembang di sekitar pesisir, Fakfak, Sorong, Misool, Mimika, dan lain – lain. Dalam hal dakwah Islam melalui beberapa jalur yaitu : perdagangan, pendirian mesjid, perkawinan dan peperangan.
Daftar Pustaka
Monografi daerah Irian Jaya. Proyek media kebudayaan departemen pendidikan dan kebudayaan.
Santoso, s budhi, dkk. Masyarakat terasing amungme di Irian Jaya. CV eka putra. 1995.
Wanggai, toni victor M. Rekonstruksi Sejarah Umat Islam di Tanah Papua. Badan litbang dan diklat departemen agama RI. 2009.
Http://Islamthis.wordpress.com.
Http://www.papuabaratnews.com

Perkembangan Terakhir Islam di Burma (Myanmar) Dan Laos


A.   Mengenal Myanmar

Negara Myanmar dulu dikenal sebagai Birma atau Burma. Namun, pada masa pemerintahan junta militer yakni yang dipimpin oleh Jenderal Ne Win, secara resmi menukar nama negara dari Burma menjadi Myanmar pada tanggal 18 Juni 1989, dan ibukotanya dari Rangoon menjadi Yangon. Junta militer mengubah nama Burma menjadi Myanmar agar etnis non-Burma merasa menjadi bagian dari negara. Pada tanggal 7 November 2005, pemerintah membangun ibukota baru yang bernama Naypyidaw, dan memindahkan ibukotanya dari Yangon ke Naypyidaw. Mereka juga mengubah lagu kebangsaan dan bendera pada tanggal 21 Oktober 2010. Negara ini secara geografis terletak di ekor anak benua India, di sebelah barat berbatasan dengan laut Andaman, di sebelah utara berbatasan dengan India, di sebelah timur berbatasan dengan China, dan disebelah selatan berbatasan dengan Thailand.
Luas seluruh wilayahnya adalah 678.000 km2, dengan jumlah penduduk 45 juta jiwa. Mayoritas penduduk Myanmar berbangsa Burma dan beragama Buddha. Disamping itu, terdapat juga etnis minoritas seperti Karen, Chin, Kachin, Shan, dan Rohingya.
Secara fisiografis, Myanmar terdiri atas rangkaian pegunungan Himalaya, di antaranya terletak memanjang sungai Irawadi, Sitting, dan Salween. Myanmar beriklim tropis, sehingga memiliki dua musim; musim kemarau dan musim hujan.
Penduduk Myanmar terdiri dari 75% etnis Burma, yang tinggal di lembah Delta sungai Irawadi, 9% etnis Karen, dan 7% etnis Shan. Dibagian barat tinggal beberapa kelompok etnis Chinese yang merupakan pendatang terbesar. Bahasa resmi negara ini adalah bahasa Burma. Kota besarnya adalah Rangoon (3,2 juta jiwa), Mandalay (500.000 jiwa), Moulmein (100.000 jiwa). Di bidang pendidikan, pemerintah Myanmar memberikan pendidikan dasar secara gratis dan memiliki dua universitas besar, yaitu Universitas Rangoon dan Universitas Mandalay.

B.   Masuk dan Berkembangnya Islam di Myanmar
Setelah Islam tersebar di sekitar pantai benua kecil India sekitar abad ke-7 M, pedagang Islam mulai menyebarkan agama itu ke Burma (Myanmar). Mayoritas mereka berasal dari etnis Arab, Persia, dan India. Pelaut-pelaut Islam ini untuk pertama kalinya sampai di Burma (Myanmar) kira-kira abad ke-9 M. Tumpuan mereka adalah berdagang di sekitar pantai Arakan dan hilir Burma (Myanmar).
Dalam tulisan-tulisan pelaut (pengembara) Arab dan Persia pada masa itu terdapat catatan tentang Burma (Myanmar). Ibn Khordadhbeh, Ibn al-Faqih, dan al-Maqdis yang melintasi kawasan ini pada abad ke-9 dan 10 M telah mencatatkan aktivitas pedagang-pedagang Islam di Burma (Myanmar) ketika itu. Diantara mereka ada yang singgah karena untuk berdagang dan ada pula karena menanti angin sebelum meneruskan pelayaran mereka ke timur atau kembali ke India atau tanah Arab. Ada juga diantara mereka yang akhirnya menetap karena kapal yang mereka tumpangi rusak atau tenggelam. Mereka yang agak lama tinggal di Burma (Myanmar) ini akhirnya menikah dengan penduduk setempat yang beragama Buddha, sehingga terbentuk komunitas-komunitas Islam di pelabuhan-pelabuhan negara tersebut. Orang-orang keturunan Islam ini dikenal sebgai Pathee atau Kala. Perkawinan campuran ini telah menyebabkan tersebarnya agama Islam di sekitar kota-kota pelabuhan di Burma (Myanmar) terutama setelah abad ke-10 M.
Generasi awal Muslim yang datang ke delta Sungai Ayeyarwady Burma, yang terletak di pantai Tanintharyi dan di Rakhine bermula pada abad ke 9. Keberadaan orang-orang Islam dan da'wah Islam pertama ini didokumentasikan oleh para petualang Arab, Persia, Eropa, dan Cina abad ke 9. Orang-orang Islam Burma merupakan keturunan dari orang-orang Islam yang menetap dan kemudian menikahi orang-orang dari etnis Burma setempat. Orang-orang Islam yang tiba di Burma umumnya sebagai pedagang yang kemudian menetap, anggota militer, tawanan perang, pengungsi, dan korban perbudakan. Bagaimanapun juga, ada diantara mereka yang mendapat posisi terhormat sebagai penasehat raja, pegawai kerajaan, penguasa pelabuhan, kepala daerah, dan ahli pengobatan tradisional.
Muslim Persia tiba di utara Burma yang berbatasan dengan wilayah Cina Yunnan pada tahun 860. Orang-orang Islam Burma kadang-kadang di sebut Pathi, sebuah nama yang dipercayai berasal dari Persia. Banyak perkampungan di utara Burma dekat dengan Thailand tercatat sebagai penduduk Muslim, dengan jumlah orang-orang Islam yang sering melebihi penduduk lokal Burma.
Myanmar, sebagaimana negara-negara tetangganya, memiliki persoalan yang sama mengenai keragaman etnisitas dan religiusitas di wilayahnya. Sebagaimana Thailand dan Filiphina, kaum minoritas menjadi bagian yang terpinggirkan oleh kebijakan negara yang lebih berpihak kepada kelompok etnis dan keagamaan mayoritas. Tak terkecuali nasib umat Islam di tengah mayoritas umat Buddha.
Agama Islam yang pertama kali hadir di Myanmar pada tahun 1055, sehingga kini masih menjadi kaum pinggiran. Hasil jerih payah para saudagar Arab yang beragama Islam yang mendarat di delta sungai Ayeyarwady, semenanjung Tanintharyi, dan daerah Rakhin dengan upaya dakwa mereka, kini baru menuai hasil sebagai etnisitas yang keberadaannya tetap dicurigai dan bahkan sebagian diintimidasi karena dianggap berpotensi sebagai kekuatan yang membahayakan junta militer Myanmar dan mengancam eksistensi kaum mayoritas Buddha di wilayah itu.
Populasi umat Islam yang ada di Myanmar saat ini terdiri dari keturunan Arab, Persia, Turki, Moor, Pakistan dan Melayu. Selain itu, beberapa warga Myanmar juga menganut agama Islam seperti dari etnis Rakhin dan Shan. Populasi Islam di Myanmar sempat meningkat pada masa penjajahan Britania Raya, dikarenakan banyaknya umat Muslim India yang bermigrasi ke Myanmar. Tetapi, populasi umat Islam semakin menurun ketika perjanjian India-Myanmar ditandatangani pada tahun 1941.
Sebagian besar Muslim di Myanmar bekerja sebagai penjelajah, pelaut, saudagar dan tentara. Umat Muslim asli Myanmar disebut Pathi dan Muslim China disebut Panthay. Konon, nama Panthay berasal dari kata Parsi. Kemudian, komunitas Muslim bertambah di daerah Pegu, Tenasserim, dan Pathein.
Salah satu kelompok etnis yang beragama Islam negara bagian Arakan adalah Rohingya. Sebuah kelompok etnis-Muslim yang oleh junta militer Myanmar tidak diakui sebagai bagian dari komunitas etnis yang sah di wilayah itu. Sehingga mereka terusir di beberapa Negara sebagai kelompok pengungsi dan manusia-perahu. Mereka antara lain tersebar menjadi pendatang liar di Thailand, Myanmar, Srilangka bahkan ada sebagian dari kelompok mereka yang terdampar di Aceh (Indonesia) sebagai kelompok manusia-perahu.
Arakan sendiri merupakan sebuah negara bagian seluas 14.200 mil persegi yang terletak di barat Myanmar. Merupakan daerah pesisir timur teluk Bengali yang bergunung-gunung. Berbatasan langsung dengan India di utara, berbatasan dengan negara bagian Chin di timur laut, berbatasan dengan Magwe dan Pegu di timur, berbatasan dengan Irawadi di selatan dan Bangladesh di barat laut. Saati ini dihuni oleh sekitar 5 juta penduduk yang terdiri dari dua etnis utama, Rohingya yang yang beragama Islam dan Rakhine/Maghs yang beragama Buddha.
Kata Rohingya berasal dari kata Rohang, yang merupakan nama lama dari negara bagian Arakan. Etnih Rohingya sudah tinggal di Arakan sejak abad ke-7 M. Hal ini merupakan bantahan bagi junta militer yang menyatakan bahwa etnis Rohingya merupakan pendatang yang ditempatkan oleh penjajah Inggris dari Bangladesh. Memang secara fisik etnis Rohingya memiliki kesamaan fisik dengan orang Bangladesh. Merupakan keturunan dari campuran orang Bengali, Persia, Mongol, Turki, Melayu dan Arab menyebabkan kebudayaan Rohingya sedikit berbeda dari kebanyakan orang Myanmar. Termasuk dari segi bahasa yang banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab, Parsi, Urdu dan Bengali.
Arakan dulunya merupakan sebuah negara independen yang pernah dikuasai secara bergantian oleh orang Hindu, Buddha dan Muslim. Pada 1203 M Bengal menjadi sebuah negara Islam, dan sejak saat itu pula pengaruh Islam mulai merambah masuk ke wilayah Arakan. Hingga pada akhirnya pada tahun 1430 M, Arakan menjadi sebuah negara Muslim. Selama 350 tahun kerajaan Muslim berdiri di Arakan dan umat islam hidup dengan tenang.
Penduduk Muslim Rohingya merupakan mayoritas penduduk Arakan, dengan jumlah ±90%. Namun selama 45 tahun kemerdekaan Burma (Myanmar) jumlah itu terus berusaha dikurangi, mulai dari pengusiran hingga pembunuhan, hingga saat ini hanya tersisa sedikit umat Islam Rohingya di selatan Arakan sedangkan di bagian utara Rohingya masih menjadi mayoritas.
Berbeda dengan etnis lain yang berhak mendirikan negara bagian sendiri, etnis Rohingya kehilangan haknya, bahkan wilayahnya (Arakan) diserahkan kepada etnis Rakhin yang beragama Buddha, walaupun populasinya kurang dari 10% penduduk Arakan. Sejak saat itulah hak-hak etnis Rohingya bersaha dihilangkan oleh politisi Buddha Burma.

C.   Pembagian Administratif
Secara administratif, Myanmar dibagi menjadi tujuh negara bagian (pyine) dan tujuh divisi (yin), diantaranya:
Negara Bagian di Myanmar
Divisi-divisi di Myanmar
1.    Negara bagian Chin
1)    Divisi Irawadi
2.    Negara Bagian Kachin
2)    Divisi Bago
3.    Negara Bagian Kayin (Karen)
3)    Divisi Magway
4.    Negara Bagian Kayah (Karenni)
4)    Divisi Mandalay
5.    Negara Bagian Mon
5)    Divisi Sagaing
6.    Negara Bagian Rakhine (Arakan)
6)    Divisi Tanintharyi
7.    Negara Bagian Shan
7)    Divisi Yangon

D.   Kelompok-kelompok Etnis di Myanmar
Secara garis besar, kelompok etnis di Myanmar dapat dikelompokkan dalam delapan kelompok etnis:
1.     Etnis Bamar/Burma. Dua pertiga dari total warga Myanmar. Beragama Buddha, menghuni sebagian wilayah negara kecuali pedesaan.
2.     Etnis Karen. Suku yang beragama Buddha, Kristen atau paduannya. Menghuni pegunungan dekat perbatasan dengan Thailand.
3.     Etnis Shan (Siam dalam bahasa Thai). Etnis yang beragama Buddha yang berkerabat dengan etnis Thai. Pada umumnya menghuni di sepanjang perbatasan Thailand-Myanmar.
4.     Etnis Arakan. Juga disebut Rakhine, umumnya beragama Buddha dan tinggal di perbukitan di Myanmar barat.
5.     Etnis Mon. Etnis yang beragama Buddha yang menghuni kawasan selatan dekat perbatasan Thailand.
6.     Etnis Kachin. Kebanyakan beragama Kristen. Mereka juga tersebar di China dan India.
7.     Etnis Chin. Kebanyakan beragama Kristen, menghuni dekat perbatasan India.
8.     Etnis Rohingya. Etnis Muslim yang tinggal di utara Rakhine (Arakan), banyak yang telah mengungsi ke Bangladesh atau Thailand.

E.   Deskripsi Negara Laos

Laos terletak di bagian dalam Semenanjung Indocina yang berteras-teras dan bergunug-gunung, yang merupakan perpanjangan benua Asia yang luas ke utara. Di bagian timur Laos, yang berbatasan dengan Vietnam, terletak berbagai jurang tinggi dari pegunungan Kordilera Annam. Menurut sejarahnya, pegunungan ini telah menjadi penghalang alamiah bagi yang ingin melintas dan merupakan alasan utama untuk membedakan suku Laos dan Thai di bagian barat dengan suku Vietnam di bagian timur pegunungan.
Iklim di Laos pada umumnya adalah hangat meskipun terpengaruh oleh berbagai perubahan musim. Suhu udara berkisar dari 28 C di musim panas hingga 15-26 C mulai bulan November sampai bulan Februari. Maret dan April biasanya merupakan bulan-bulan yang panas dan kering. Mulai bulan Mei hingga Oktober, angin pasat baratdaya membawa curah hujan setinggi 25 cm setiap bulannya. Selama musim kemarau, November-April, rata-rata curah hujan adalah kurang dari 2,5 cm.
Sumber alam Laos, yang sebagian besar belum di olah, terdiri atas kayu jati, timah, timbel, perak, dan emas. Terdapat juga potensi hidroelektrik yang besar di sepanjang sungai yang banyak jumlahnya. Khususnya sungai Mekong, salah satu sungai terbesar di Asia Timur. Selama beratus-ratus tahun Transportasi air merupakan sarana utama untuk memindahkan orang dan barang di dalam Laos. Sungai Mekong yang menjadi tapal batas Barat Laos dengan Thailand, merupakan urat nadi utama bagi komunikasi anatara Laos Utara dan Selatan. Berbagai anak sungai Mekong menyediakan jalan alam menuju perjalanan yang bergunung-gunung.
Kota Laos hanya memiliki beberapa kota penting, yang utama diantaranya adalah Vientiane dan Luang Prabang keduanya terletak di tepi sungai Mekong. Vientiane (Berpenduduk 90.000 jiwa) merupakan kota terbesar dan Ibu kota Negara, serta merupakan pusat perdagangan terkemuka di Laos. Bandara utama Laos terletak di Vientiane. 210 km Barat Laut dari Viantiane terletak kota Luang Prabang, bekas Ibu kota kerajaan Laos (Berpenduduk 44.000 jiwa). Luang Prabang terutama merupakan Kota Pasar, yaitu tempat menjual berbagai barang yang di produksi oleh para petani, nelayan, dan pekerja kayu.

F.   Masuk dan berkembangnya Islam di Laos
Laos dikenal sebagai salah satu Negara dengan sistem pemerintahan komunis yang tersisa di dunia dengan mayoritas penduduknya merupakan pemeluk Budha Theravada. Tak heran kalau Laos merupakan negara dengan penduduk Muslim paling sedikit di Asia Tenggara.
Agama Islam pertama kali masuk ke Laos melalui para pedagang Cina dari Yunnan. Para saudagar Cina ini bukan hanya membawa dagangannya ke Laos, namun juga ke negara tetangganya seperti Thailand dan Birma. Oleh masyarakat Laos dan Thailand,  para pedagang asal Cina ini dikenal dengan nama Chin Haw. Peninggalan kaum Chin Haw yang ada hingga hari ini adalah:  beberapa kelompok kecil komunitas Muslim yang tingal di dataran tinggi dan perbukitan. Mereka menyuplai kebutuhan pokok masyarakat perkotaan. Di sini, mereka memiliki masjid besar kebanggaan. Letaknya di ruas jalan yang terletak di belakang pusat air mancur Nam Phui. Masjid ini dibangun dengan gaya neo-Moghul dengan ciri khas berupa menara gaya Oriental. Masjid ini juga dilengkapi pengeras suara untuk adzan. Ornamen lain adalah tulisan-tulisan di dalam masjid ini ditulis dalam lima bahasa, yaitu Arab, Tamil, Lao, Urdu, dan Inggris. Selain kelompok Muslim Chin Haw, ada lagi kehadiran kelompok Muslim lainnya di Laos yaitu komunitas Tamil dari selatan India. Muslim Tamil dikenal dengan nama Labai di Madras dan sebagai Chulia di Malaysia dan Phuket. Mereka masuk Vientiane melalui Saigon yang masjidnya memiliki kemiripan dengan masjid mereka di Tamil. Para jamaah Muslim India Selatan inilah yang mendominasi masjid di Vientiane. Meski demikian, masjid ini juga banyak dikunjungi jamaah Muslim dari berbagai negara. Jamaah tetap di masjid ini termasuk para diplomat dari negara Muslim di Vientiane, termasuk dari Malaysia, Indonesia, dan Palestina. Laos merupakan salah satu negara yang kaya dengan keberagaman etnis. Setengah populasinya yang mencapai empat setengah juta orang berasal dari etnis Lao atau yang dikenal masyarakat lokalnya sebagai Lao Lum. Selain mendominasi dari segi jumlah penduduk, mereka juga mendominasi pemerintahan dan komunitas masyarakatnya. Mereka yang berasal dari etnis ini memiliki kedekatan kekerabatan dengan penduduk kawasan timur laut Thailand. Mereka berasal dari dataran rendah Mekong yang hidup mendominasi di Vientiane dan Luang Prabang. Secara tradisional, mereka juga mendominasi pemerintahan dan masyarakat Laos.
Saat ini, sebagian besar Muslim di Vientiane merupakan pembisnis. Mereka berjaya di bidang tekstil, ekspor-impor, atau melayani komunitas mereka sendiri dengan menjadi penjual daging atau pemilik restoran halal. Beberapa restoran terletak di kawasan Taj off Man Tha Hurat Road, dan dua atau tiga restoran halal lainnya berdiri di persimpangan jalan Phonxay dan Nong Bon Roads. Selain melayani komunitas Muslim, mereka juga menyediakan jasa ketring bagi petugas kedutaan yang beragama Islam. Sisanya, para pekerja Muslim lokal di Vientiane bekerja di bagian tesktil di berbagai pasar di kota ini, seperti di Talat Sao atau pasar pagi, di persimpangan jalan Lan Xang, dan Khu Vieng.
Selain di Vientiane, ada lagi komunitas Muslim lainnya di Laos. Namun mereka berjumlah lebih sedikit dan memutuskan tinggal di kota kecil di luar Vientiane. Sebagian orang menyatakan ada sebuah masjid kecil di Sayaburi, di tepi barat Mekong tidak jauh dari Nan. Sayaburi dulu pernah dinyatakan sebagai daerah tertutup bagi orang asing.
Muslim Laos didominasi oleh para pendatang dari kawasan Asia Selatan dan juga Muslim Kamboja. Khusus untuk Muslim Kamboja, mereka adalah para pengungsi dari rezim Khmer berkuasa. Mereka melarikan diri ke Negara tetangga mereka (Laos), setelah pemimpin rezim Pol Pot menyerukan gerakan pembersihan masal etnis Kamboja Cham Muslim dari tanah Kamboja. Sebagai pengungsi, kehidupan mereka terbilang miskin. Selain itu mereka mengalami trauma akibat pengalaman hidup di bawah tekanan Khmer sejak 1975. Semua masjid di Kamboja dihancurkan. Mereka juga dilarang untuk beribadah atau berbicara dalam bahasa Kamboja dan banyak di antara mereka dipaksa untuk memelihara babi. Sejarah pahit mengiringi kepergian Muslim Kamboja ke Laos. Mata imam masjid Kamboja di Vientiane, Musa Abu Bakar, berlinang air mata ketika menceritakan kematian seluruh anggota keluarganya dari kelaparan. Mereka dipaksa makan rumput, sementara satu-satunya daging yang mereka dapatkan dari tentara Khmer hanyalah daging babi, yang diharamkan oleh Islam. Beberapa orang Kamboja, seperti mereka yang di Vientiane, kemudian melarikan diri dari kampung halamannya. Sementara sisanya berhasil bertahan dengan cara menyembunyikan identitas etnis mereka dan juga keislamannya. Dari suluruh populasi Muslim Kamboja, diperkirakan tujuh puluh persennya tewas akibat kelaparan dan pembantaian.
 Kini di Laos diperkirakan ada sekitar 200 orang Muslim Kamboja. Mereka memiliki masjid sendiri yang bernama Masjid Azhar atau yang oleh masyarakat lokal dikenal dengan nama Masjid Kamboja. Masjid ini berlokasi di sebuah sudut di distrik Chantaburi  Vientiane. Meski berjumlah sangat sedikit dan tergolong miskin, mereka teguh memegang agama. Umumnya, mereka adalah penganut mahzab Syafii, berbeda dengan komunitas Muslim Asia Selatan di Vientiane yang menganut mazhab Hanafi.

Daftar Pustaka
                                   
International, Grolier. 1988. Negara dan Bangsa Asia. Jakarta: PT. Widyadara.
Saifullah. 2010. Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Http://Alkayyiscenter.Blogspot.Com/2010/02/Islam-Di-Laos.Html 17:21, 26-05-12.
Http://Id.M.Wikipedia.Org/Wik/Junta_Militer  06:45. 27-05-2012.
Http://Www.Taqrib.Info/Indonesia/Index.Php?Option=Com_content&view=article&id=862:islam-di-myanmar-&catid=61:aghaliathaye-eslami&Itemid=148. 23:18. 26-05-12.
Http://Www.Voa-Islam.Com/News/Analysis/2009/07/31/565/Sejarah-Kedatangan-Islam-Di-Burma/ 17:16, 26-05-2012.