Pernahkah terbayangkan
oleh kamu, kira-kira gimana ya warna dari nada A atau C atau Cminor. atau
mungkin warna dari klakson mobil, warna dari tuts piano yang di tekan. selama
ini yang kita tahu suara hanya bisa di dengar, tapi tahukah kamu bahwa ada suatu
kelainan yang di sebut Synesthesia.
Synesthesia bukan hanya
melihat warna dari suara, tapi banyak lagi. berikut adalah beberapa ulasan yang
telah saya kumpulkan dari berbagai sumber.
Synesthesia (also spelled
synæsthesia or synaesthesia, plural synesthesiae orsynaesthesiae), from the
ancient Greek ??? (syn), "together," and ???????? (aisth?sis),
"sensation," is a neurologically based condition in which stimulation
of one sensory or cognitive pathway leads to automatic, involuntary experiences
in a second sensory or cognitive pathway. People who report such experiences
are known as synesthetes.
jika seseorang
mengatakan, minuman anggur rasanya persegi, angka lima kenyal seperti permen karet,
hari Senin warnanya biru, atau nada-nada musik terlihat terbang di dalam
ruangan. Paling-paling kita mengatakan, orang tsb pengkhayal, pecandu ganja
atau obat bius LSD atau bahkan orang yang tidak waras. Padahal, menurut
penelitian para psikolog atau psikiater, satu dari setiap dua ribu orang,
mengalami campuran persepsi semacam itu.
Orang-orang yang dapat
melihat warna hari tertentu, atau merasakan keras atau lembeknya angka
tertentu, digolongkan mengidap kelainan Sinesthesia. Sebetulnya fenomena kejiwaan
ini sudah ditulis secara ilmiah sejak 300 tahun lalu. Ditulis, pada abad ke 17
ada seorang tuna netra yang menyatakan mampu mendengar penyakit cacar air,
yakni seperti bunyi terompet. Akan tetapi, hingga akhir abad ke 19, tidak ada
penelitian sistematis mengenai sinesthesia. Baru pada tahun 1883 ilmuwan
Inggris, Francis Galton, melakukan penelitian dengan membandingkan persepsi
para sinesthetiker yakni pengidap sinesthesia.
Galton menarik
kesimpulan, bentuk sinesthesia paling umum, adalah fenomena mendengar warna.
Memang kedengarannya amat janggal, warna dapat didengar. Hasil penelitian
Galton cukup lama terlupakan dari khasanah ilmu pengetahuan. Akan tetapi di
akhir tahun 70-an, sinesthesia ibaratnya ditemukan kembali oleh Dr, Richard
Cytowic, pakar ilmu saraf dan peneliti otak terkemuka, pendiri rumah sakit
Capitol Neurology di AS.
Kasus sinesthesia
pertamanya ditemukan secara tidak sengaja, pada tahun 1979. Ketika makan malam
dengan seorang temannya, ia mendengar komentar, rasa ayamnya kurang banyak
titiknya.Sebagai seorang dokter ahli saraf, Cytowic langsung bereaksi, dengan
menanyai lebih jauh temannya tersebut. Dengan malu-malu, temannya mengakui, ia
memiliki persepsi bentuk pada rasa makanan. Misalnya saja, ayam yang enak
rasanya bentuknya terdiri dari banyak titik. Temannya juga mengeluh, banyak
yang menyangka ia gila atau kecanduan narkoba, karena persepsinya yang tidak
lazim itu. Ketika ditanyai lebih lanjut, temannya mengatakan ia merasakan
persepsi bentuk dari rasa dimanapun ia makan. Ternyata kelainan itu sudah
diidapnya sejak lahir. Temannya juga mengeluh, tidak ada satupun dokter
menganggap fenomena itu sebagai penyakit. Dr.Cytowic langsung teringat pada
penelitian Galton mengenai gejala sinethesia. Ketika temannya diberitahu, bahwa
ia tidak sendirian, karena cukup banyak yang mengidap kelainan tsb, barulah
temannya merasa lega.
Cytowic mengatakan, ada
orang yang memiliki persepsi angka lima kenyal seperti karet, atau musik karya
Beethoven rasanya asin, atau masakan yang enak bentuknya persegi dan rangkaian
kesan lainnya, yang bagi orang normal terdengar aneh.
Wanita mayoritas penderita
Penelitian lebih lanjut
menunjukan, sekitar 90 persen penderita kelainan persepsi sinesthesia adalah
wanita. Para peneliti juga menduga, sinethesia adalah penyakit keturunan,
akibat kelainan pada kromosom X. Itulah sebabnya, mayoritas penderitanya adalah
wanita. Selain itu, kebanyakan wanita pengidap sinesthesia tergolong cerdas dan
kidal.
Pengidap sinethesia tidak
sakit jiwa, hanya saja memiliki kelainan, berupa tercampurnya persepsi
pancaindera. Para sinesthetiker ibaratnya menangkap persepsi lingkungan lebih
luas ketimbang orang normal. Kesan yang ditumbilkan dfari pencerapan informasi,
diolah dalam spektrum kemungkinan yang lebih lebar. Mereka hidup dalam dunia
yang lebih beraneka warna ketimbang orang normal. Tidak adanya sebagian pemisah
persepsi pancaindera itulah, yang diduga memunculkan gambaran ganjil tsb.
Persepsi pancaindera menjadi bercampur aduk, sehingga muncul gambaran, kue yang
enak itu rasanya segiempat, atau angka lima itu empuk dan musik rock warnanya
merah. Untuk mengerti lebih jauh fenomena sinethesia tsb, bagian psikologi dan
psikiatri sekolah tinggi kedokteran di Hannover Jerman, melakukan penelitian
terhadap sekitar 40 pengidap sinesthesia.
Mula-mula gelombang
otaknya direkam dan dibandingkan dengan manusia normal. Dari situ saja sudah
terlihat, kurva gelombang otak pengidap sinesthesia berbeda sangat signifikan
dengan kurva gelombang otak manusia normal. Penelitian yang dipimpin prof.Hinderk
Emrich itu, juga menanyai responden penelitian menyangkut pengalaman mereka.
Para sinesthetiker secara konsisten menunjukan persepsi yang tetap. Jika
seorang penderita sinesthesia menggambarkan hari Senin dengan warna biru
misalnya, bagi mereka setiap hari Senin warnanya biru. Warna ini tidak muncul
di depan matanya, akan tetapi terpatri di dalam pancainderanya. Prof.Emrich
mengharapkan, fenomena ini dapat menjadi kunci, bagi pengertian mekanisme yang
bertanggung jawab atas kesatuan pancaindera manusia.
0 comments:
Post a Comment