Tuesday, 1 March 2016

Wajah manusia Saat Digiring Menuju Padang Mahsyar


Setelah semua makhluk hidup dibangkitkan dari alam kubur, mereka digiring ke sebuah tempat pengumpulan. Tempat inilah yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Al-Mahsyar atau Padang Mahsyar, sebuah tanah datar berwarna putih yang tidak ada tanda sedikitpun padanya, tidak ada gundukan semacam gunung atau cekungan seperti danau kering, semuanya rata. Ditempat inilah seluruh manusia akan dikumpulkan, setiap oranghanya menempati wilayah hanya memadai untuk kedua telapak kakinya.


“Dari Tsauban pembantu Rasulullah, ia berkata, Saya pernah berdiri di dekat Rasulullah, tiba-tiba datanglah seorang pendeta Yahudi berkata, “Assalamu’alaika wahai Muhammad.” (Tsauban menyebutkan hadits secara keseluruhan, dan didalamnya disebutkan). Lalu pendeta itu bertanya, “Di mana manusia berada pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain, dan (demikian pula) langit”. (QS. Ibrahim: 48). Maka Rasulullah bersabda, “Mereka berada di dalam kegelapan sebekum melaukan penyeberangan Shirath”. (HR. Muslim No 473)


Maksudnya, sesungguhnya pada saat itu bumi dan tujuh langit telah diganti dan dihilangkan, dan Allah akan menciptakan bumi yang lain. Manusia akan berada di bumi yang baru tersebut setelah keberadaan mereka di atas Shirath. Bumi yang baru tersebut dengan kekuasaan Allah, bisa dimakan oleh calon-calon penghuni surge selama masa mereka menunggu keputusan Allah di Padang Mahsyar. Saat para calon penghuni surge tersebut merasakan lapar di padang Mahsyar, mereka bisa mengambil tanah yang mereka pijak untuk mereka makan, karena ia bagaikan sepotong roti di genggaman tangan mereka.


Sebagaimana dijelaskan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim yang artinya: “Dari Abu Sa’id Al-Khudriyi bahwasanya Nabi bersabda, ‘pada hari kiamat, bumi adalah sekerat roti yang dibolak-balikkan oleh tangan Allah Yang Maha Perkasa, sebagaimana salah seorang di antara kalian membolak-balikkan roti yang ia buat sebagai bekal dalam perjalanan jauh. Allah menjadikannya sebagai roti sebagai makanan bagi calon penduduk surga.”


Keadaan manusia pada saat dikumpulkan adalah seperti saat pertama kali mereka diciptakan, yaitu tanpa selembar kain pun yang menempel di badan, tanpa alas kaki, dan dalam keadaan belum dikhitan. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang shahih: Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata: Rasulullah menyampaikan khutbah dengan berdiri. Beliau bersabda, “Sesungguhnya kalian akan dikumpulkan tanpa alas kaki, tanpa memakai selembar kain pun dan dalam keadaan belum dikhitan. Sebagaimana firman Allah ‘Sebagaimana Kami memulainya pada kali pertama penciptaan, demikian pula Kami akan mengembalikannya’ (QS. Al-Anbiya: 104). Dan sesungguhnya manusia yang pertama kali akan diberi pakaian pada kiamat kelak adalah Ibrahim.”


Meski demikian, tidak ada seorang pun yang mem[punyai keinginan dan kesempatan untuk melihat aurat orang lain, karena masing-masing orang sibuk menghadapi urusannya sendiri. Setiap orang sibuk untuk mempertanggungjawabkan amal perbuatannya di hadapan allah. Sebagaimana dijelaskan oleh firman Allah: “Setuiap orang pada hari itu menghadapi urusan yang menyibukkan dirinya.” (QS. ‘Abasa: 37)


Di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan: Aisyah berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Pada kiamat, umat manusia akan dikumpulkan di Padang Mahsyar tanpa alas kaki, tanpa mengenakan pakaian dan tidak dikhitan.’ Aku bertanya kepada beliau, ”ya Rasulullah, apakah laki-laki dan perempuan akan bercampur baur dan saling melihat aurat satu sama lainnya?” Rasulullah bersabda, “Hai aisyah, urusan meraka pada hari itu jauh lebih besar daripada keinginan untuk saling melihat.”

Keadaan manusia saat dikumpulkan di padang Mahsyar sangatlah beragam, bergantung tingkat keimanan dana mal shaleh mereka semasa hidup di dunia. Allah akan mengumpulkan orang-orang yang bertakwa dengan penuh kemuliaan. Mereka akan diperlakukan seperti seorang utusan raja. Sebagaimana dijelaskan ioleh fiorman Allah:


“(Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat.” (QS. Maryam: 85)


Menurut Ali bin Abi Thalib, mereka tidak dikumpulkan dengan berjalan kaki, dan tidak dengan dihalau secara kasar. Mereka dikumpulkan dengan mengendarai kendaraan terbagus yang belum pernah dilihat keindahan seperti itu sebelumnya, dihiasi oleh hiasan-hiasan emas permata yang indah berkilau.


Orang-orang islam yang banyak berbuat dosa dan orang-orang kafir akan dikumpulkan dalam keadaan muka bermuram durja. Sebagaiman firman Allah:

“yaitu di hari (yang di waktu itu) ditiup sangkakala dan Kami akan mengumpulkan pada hari itu orang-orang yang berdosa dengan muka yang biru muram.” (QS. Thaha: 102)


Kondisi yang lebih mengenaskan akan dirasakan oleh orang-orang kafir. Mereka akan dikumpulkan dalam keadaan hina, berjalan dengan mukanya, dalam keadaan kehausan, buta, tuli, dan bisu. Sebagaimana dijelaskan oleh firman Allah :

“Dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke nereka Jahanam dalam keadaan dahaga.” (QS. Maryam: 86)

“Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (diseret) atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu, dan tuli. Tempat kediaman mereka adalah neraka Jahanam.” (QS. Al-Isra: 97)

“Orang-orang yang dihimpunkan ke neraka Jahanam dengan diseret atas muka-muka mereka, mereka itulah orang yang paling buruk tempatnya dan paling sesat jalannya.” (QS Al-Furqan: 34)


Dalam hadits yang shahih disebutkan, Dari Anas bin Malik bahwasanya ada seorang sahabat yang bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Nabi, bagaimana bisa orang kafir berjalan menuju Allah dengan wajahnya?” Rasulullah Menjawab, “Bukankah Allah yang membuatnya mampu berjalan di atas kedua kakinya. Dia juga mampu untuk membuatnya berjalan dengan mukanya pada hari kiamat kelak?” (HR. Bukhari & Muslim)



Sumber :

Abdur Rahman Al-Wasithi & Abu Fatiah Al-Adnani. 1001 Wajah Manusia di Padang Mahsyar: Ragam Bentuk dan Kondisi Manusia di Saat Langit dan Bumi Telah Berubah dalam Bentuk yang Baru. Jakarta: QultumMedia, 2008.

Sunday, 21 February 2016

Biografi Abu Hasan al-Syadzili r.a


Nasab Abu Hasan Al-Syadzili r.a

Nama Lengkap al-Syadzili adalah Abu Hasan al-Syadzili al-Hasani bin Abdullah Abdul Jabbar bin Tamim bin Hurmuz bin Hatim bin Qushay bin Yusuf bin Yusya’ bin Ward bin Baththal bin Ahmad bin Muhammad bin Isa bin Muhammad anak pemimpin pemuda ahli surge dan cucu sebaik-baik manusia: Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Abi Thalib r.a dan bin Fatimah al-Zahra’ bin Rasulullah SAW.

Nama kecil Abu Hasan al-Syadzili adalah Ali, gelarnya adalah Taqiyuddin, julukannya adalah Abu Hasan. Dan, nama populernya adalah al-Syadzili.


Kelahiran Abu Hasan Al-Syadzili r.a

Sebagian besar sumber yang berbicara tentang sejarah al-Syadzili sepakat bahwa dia lahir di negeri Maghrib pada tahun 593 H (1179 M), di sebuah desa yang bernama Ghumarah, dekat kota Sabtah. Dia tumbuh di desa ini. Dia mengapal Al-Qur’an Al-Karim dan mulai mempelajari ilmu-ilmu syariat. Kemudian, dai pergi ke kota Tunis ketika masih sangat muda. Dia tinggal di sebuah desa yang bernama Syadzilah. Oleh karena itu, dia dinisbatkan kepada desa tersebut meskipun dia tidak berasal dari sana, sebagaimana dikatakan oleh penulis al-Qamus. Ada juga yang mengatakan bahwa dia dinisbatkan kepada desa tersebut karena dia tekun beribadah di sana.

Di sana al-Syadzili bertemu dengan para ulama untuk memuaskan dahaga ilmunya dan mereguk pengetahuan sebanyak yang Allah kehendaki baginya. Di sana dia belajar fikih berdasarkan mazhab Imam Malik, serta memperoleh ilmu naqli dan aqli yang bermacam-macam, sehingga dia mampu mengungguli pembesar-pembesar ulama pada masanya. Oleh karena itu, Imam Ibnu Atha’illah al-Sakarinda berkata, “Ia tidak memasuki jalan kaum sufi sebelum mempesiapkan diri untuk berdebat tentang ilmu-ilmu zahir.”

Kemasyhuran al-Syadzili tersebar keseluruh penjuru. Para syekh datang kepadanya untuk berguru. Kadang sebagian orang ingin berdebat dengannya untuk memastikan kedudukan ilmiyahnya, maka orang tersebut pun duduk di hadapannya. Dan tiba-tiba, si pendebat itu merasa bahwa dia berada di hadapan sebuah lautan yang menenggelamkannya, yang tidak mungkin didekati kecuali untuk menciduk sebagian dari limpahan ilmunya.


Ciri Fisik Abu Hasan Al-Syadzili r.a

Kulit al-Syadzili sawo matang, badannya kurus, perawakannya tinggi, pipinya tipis, jari-jari kedua tangannya panjang seakan-akan dia adalah orang Hijaz, lidahnya fasih, dan perkataannya manis.

Penampilannya menarik. Dia tidak terlalu membatasi diri dalam makan dan minum. Dia selalu mengenakan pakaiannya yang indah setiap kali memasuki masjid. Tidak pernah sekalipun ia terlihat memakai baju-baju yang penuh tambalan sebagaimana yang dipakai oleh sebagian sufi, bahkan dia selalu berhias dengan pakaian yang bagus. Dia menyakai kuda, memeliharanya, dan menungganginya selayaknya seorang penunggang kuda. Dia selalu menasihatkan untuk bersikap moderat. Dalam semua ini dia berpegang pada firman Allah swt, “Katakanlah: Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik? Katakanlah semua itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.” (QS. Al-A’raf: 32)



Sumber :

Muhammad Ibn Abi Qasim al-humairi.Jejak-jejak Wali Allah: Melangkah Menuju Gerbang Kewalian Bersama Syekh Abu Hasan Al-Syadzili. PT. Gelora Aksara Pratama

Sunday, 5 April 2015

Jawaban Ruh Ketika Akan Dicabut


           Diriwayatkan dalam sebuah hadits, sesungguhnya Malaikat Maut ketika menghendaki untuk mencabut nyawa orang mukmin, maka ruhnya akan berkata,  “Aku tidak akan patuh kepadamu selama engkau belum diperintahkan untuk itu.” Menanggapi kejadian seperti itu, Malaikat Maut berkata, “Aku diperintahkan untuk mencabutmu.” Ruh itu tetap belum percaya , dan meminta agar Malaikat Maut menunjukkan buktinya, dan berkata, “Sesungguhnya Tuhanku telah menciptakanku dan memasukkanku ke dalam jasadku, sedangkan engkau tidak ada di sana ketika kejadian itu. Sekarang engkau menghendaki untuk mengambilku?” Merasa dirinya terpojokkan, Malaikat Maut kembali menghadap Allah. Allah bertanya kepada Malaikat Maut, “Apakah engkau sudah mencabut nyawa hamba-Ku?” Malaikat Maut menjawab pertanyaan itu dengan hormat, “Ya Tuhanku, sesungguhnya hamba-Mu telah berkata demikian …, dan demikian …, dia meminta suatu bukti dariku.” Allah pun berfirman, “Benar, ruh hamba-Ku itu. Hai Malaikat Maut, pergilah ke surga dan ambillah buah apel. Di atas buah apel itu ada tanda-Ku, lalu tunjukkan kepadanya.”
            Malaikat Maut segera pergi ke surga dan memetik satu buah apel yang bertuliskan bismillahirrahmanirrahiim. Ia membawanya turun ke bumi. Tatkala Malaikat Maut menunjukkan buah apel tersebut kepada ruh itu, maka keluarlah ruh itu dengan cepat, dan terasa nikmat serta sangat bahagia tanpa rasa sakit karena keindahan dan aroma surga yang telah terpampang diwajahnya.
            Di dalam firman Allah disebutkan betapa remehnya di dunia dalam at-Taubah ayat 38 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu, ‘Berangkatlah untuk berperang pada jalan Allah,’ kamu merasa berat dan ingin tinggal ditempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.”
            Bukankah dunia akan terlihat hina dank arena dunia memang hina ketika kita sudah mampu menggapai kehidupan surga? Dunia memang tidak akan pernah sebanding dengan surga. Apa pun yang terindah di dunia, tidak akan pernah mampu mengimbangi dengan apa yang ada di surga. Dan, cara penggapaiannya pun sangatlah berbeda. Jika kita ingin menggapai dunia, maka semakin kita kejar, dunia akan semakin jauh meninggalkan kita, dan itu hanya bersifat fana atau sementara saja. Sedangkan jika kita menginginkan menggapai surga, semakin kita mengejarnya,dia malah akan bertambah mendekati kita, dan dengan sifatnya yang kekal selamanya. Sekarang, terserah kita, menjadikan dunia yang kita miliki untuk semakin menjauhkan kita dari surga, atau menjadikan dunia sebagai kendaraan untuk mengejar surga. Bukankah memang semua itu selalu ada cara untuk menemukan dari apa yang kita damba?
            Sebuah peringatan Allah kepada hamba-hamba-Nya agar mereka tidak terlalu mencintai dan menggandrungi dunia. Allah berfirman, “Hai cucu Adam, barangsiapa yang sedih karena perkara dunia, maka ia semakin jauh dari Allah. Sedangkan dia di dunia semakin payah bekerja, dan akhirnya di akhirat bertambah pula kesukarannya. Dan, Allah akan menempatkan tekad yang tak putus-putus di dalam hatinya, pada kesibukan yang tidak menyisakan kekosongan waktu selamanya, juga kemiskinan yang jauh dari kekayaan, dan angan-angan yang selalu menyibukkan. Hai cucu Adam, kau tidak tahu umurmu semakin berkurang, setiap hari Aku bawakan rezekimu, tetapi kamu tidak bersyukur dengan memuji-Ku. Aku tidak mereasa cukup pada yang sedikit. Pada yang banyak kau tidak merasa terpuaskan. Hai cucu Adam, tidaklah terlewat hari kecuali rezeki datang dari-Ku. Tidak terlewat malam, kecuali malaikat membawa amal burukmu. Engkau memakan rezeki-Ku, tetapi kemudian engkau bermaksiat kepada-Ku. Engkau berdoa, Aku kabulkan. Kebaikan-Ku telah turun kepadamu, dan juga kejelakanmu telah sampai kepada-Ku. Sebaik-baik pelindungmu adalah Aku, sejelek-jelek hamba adalah kamu. Engkau menyembunyikan apa yang Aku beri, padahal aku telah menutupi kejelekanmu. Aku malu kepadamu, tetapi engkau tidak. Engkau melupakan-Ku, dan ingat pada selaik-Ku. Engkau takut kepada sesama manusia, tapi merasa aman dari-Ku. Engkau takut kebencian mereka kepadamu, tetapi merasa aman dari kemurkaan-Ku.”

Sumber :
Imam Abdurrahman bin Ahmad al-Qadhi. Daqaiqul Akhbar. DIVA Press. Yogyakarta. 2009.

Monday, 16 March 2015

Cara Malaikat Maut Mencabut Nyawa Serta Keadaannya (Part II)


 gambar ilustrasi

Diceritakan dalam hadits lain, sesungguhnya Malaikat Maut itu mempunyai beberapa pembantu yang mana semuanya akan berdiri dihadapannya ketika sedang mencabut nyawa.
          Apakah kalian tidak mengetahui, sesungguhnya yang diceritakan bahwa dahulu kala ada seorang lelaki yang lisannya selalu berdoa, “Allahummaghfirlii wa limalakisyamsi (ya Allah, semoga Engkau mengampuniku dan mengampuni malaikat yang menjaga matahari)”. Dengan doa ini, niscaya akan membuat malaikat penjaga matahari memohon izin kepada Allah untuk mengunjungi pemuda itu. Ketika malaikat penjaga matahari telah bertemu dan melihatnya, maka malaikat itu berkata kepadanya, “Sesungguhnya engkaulah yang paling banyak mendoakanku, maka sekarang apa yang engkau inginkan?” lalu lelaki itu menjawab, “Keinginanku, agar engkau membawaku ke tempatmu. Sesungguhnya aku menginginkan agar engkau bertanya mengenai diriku kepada Malaikat Maut, lalu engkau memberikan kabar kepadaku tentang dekatnya (kapan tiba) ajalku”.
          Malaikat penjaga matahari segera membawa lelaki itu dan menundukkannya di dekat matahari. Kemudian ia pergi mendatangi Malaikat Maut dan mengatakan apa yang ingin diketahui sahabatnya. Ia berkata, “Sesungguhnya ada seorang lelaki keturunan Adam As yang pada setiap malam berdoa dan pada setiap shalat lisannya mengucapkan sebuah doa “Allahummaghfirlii wa limalakisyamsi”. Ia benar-benar telah meminta kepadaku agar bertanya kepadamu tentang dekatnya ajalnya supaya ia bisa bersiap-siap”. Malaikat Mautpun membuka dan melihat bukunya, lalu mencari nama lelaki itu. Malaikat Maut berkata, “Jauh sekali, sesungguhnya temanmu itu berada dalam masalah yang besar. Ia tidak akan mati, sehingga ia duduk di tempat dudukmu, yaitu di dekat matahari”.
          Malaikat penjaga matahari berkata, “Sekarang ia telah berada di tempat dudukku, di dekat matahari”.
          Malaikat Maut berkata, “Ia akan mati di hadapan utusanku di tempat itu, dan mereka semua tidak ada yang mengetahui”.
          Nabi Muhammad Saw bersabda, “Bahwa ajal seluruh binatang itu terletak di dalam dzikirnya kepada Allah. Apabila ia meninggalkan dzikirnya, maka Allah akan mencabut nyawanya”.
          Telah dikatakan, Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang mencabut beberapa nyawa. Hanya saja, hal itu dimandatkan kepada Malaikat Maut, sebagaimana disandarkannya mati kepada orang yang membunuh, atau mati yang disebabkan karena sakit.
          Seperti dalam Surat az-Zumar ayat 42, yang artinya “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya, maka Dia menahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai pada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir”.

*tamat* 

Sumber :
Imam Abdurrahim bin Ahmad al-Qadhi. Daqaiqul Akhbar. DIVA Press. Yogyakarta. 2009

Friday, 13 March 2015

Cara Malaikat Maut Mencabut Nyawa Serta Keadaanya (Part I)

ilustrasi gambar

          Di dalam kitab As-Suluki karya Syeikh Muqattil bin Sulaiman disebutkan, sesungguhnya malaikat maut itu mempunyai rangjang yang terletak di langit ke tujuh. Ada juga yang mengatakan di langit ke 4. Wallahu’alam bishshawab.
          Allah menciptakan malaikat maut dari nur. Ia mempunyai tujuh puluh ribu kaki. Sayapnya sebanyak empat ribu. Seluruh jasadnya dipenuhi dengan mata dan lisan. Tidak ada satu makhluk anak turun Adam AS juga burung-burung, ataupun makhluk yang bernyawa lainnya, kecuali baginya terdapat ditubuh malaikat maut.
          Malaikat maut memiliki wajah, mata, tangan, dan telinga yang berjumlah sama dengan bilangan seluruh manusia. Ia mencabut nyawa dengan tangan itu. Ia melihat dengan wajahnya tepat pada muka manusia yang akan dicabut nyawanya. Demikianlah ia mencabut nyawa setiap makhluk dimana pun ia berada. Dimana pun makhluk itu berada, niscaya tidak akan mampu selamat darinya. Jika seseorang telah meninggal dunia, maka akan hilang gambarnya dari jasad malaikat maut itu.
          Ada juga yang mengatakan bahwa malaikat maut memiliki 4 wajah. Satu wajah ada didepan, wajah yang kedua ada diatasnya, yang ketiga ada di atas punggungnya, dan yang keempat berada di bawah kedua telapak kakinya. Nah, ketika ia mencabut ruh para Nabi dan para Malaikat, maka ia mencabut dari wajah yang ada di kepalanya, ketika ia mencabut ruh orang-orang mukmin ia menggunakan wajah yang ada di hadapannya, ketika mencabut nyawa orang-orang kafir ia menggunakan wajah yang ada dipunggungnya, dan ketika mencabut nyawa para Jin maka ia menggunakan wajah yang ada dikedua kakinya. Salah satu dari kakinya berada di atas titian neraka jahannam, dan yang lainnya berada diatas ranjang surga.
          Ada sebagian orang mengatakan, karena saking besarnya malaikat maut, sehingga jika seluruh air lautan dan seluruh air sungai dituangkan di atas kepalanya, maka air itu tidak akan ada yang menetes ke bumi, setetes pun. Dikatakan, sesungguhnya Allah menjadikan dunia seisinya berada di dalam lambung malaikat maut. Lambungnya diumpamakan seperti meja makan yang diletakkan di depan seseorang yang akan memakan dengan sesuka hati dari apa-apa yang dihidangkan. Seperti itulah malaikat maut menghadapi seluruh makhluk yang ada dijagat ini, yakni sebagaimana halnya ketika anak Adam a.s. turun dalam membolak balikan uang logam.
          Dikatakan pula bahwa malaikat maut tidak akan turun kecuali pada saat mencabut ruh para Nabi dan para Rasul. Ia mempunyai beberapa khalifah (utusan) untuk mencabut nyawa binatang buas dan beberapa binangan lainnya (termasuk manusia). Ada juga yang menuturkan sesungguhnya Allah ketika menginginkan untuk merusak (membinasakan) makhluknya dari jenis manusia atau yang lainnya, maka dia tinggal merusak mata-mata yang berada dijasad malaikat maut, seluruhnya (sesuai yang dia kehendaki), hingga tersisa delapan dari makhluknya. Delapan yang tersisa tersebut yakni Malaikat Israfil, Malaikat Mikail, Jibril, Izrail, dan empat yang lainnya adalah keempat malaikat yang membawa Arsy.
          Untuk mengetahui dari ajal seseorang, maka Malaikat Maut tiba-tiba kejatuhan tulisan mati. Ia juga akan kejatuhan catatan sakit bagi seorang hamba (yang akan sakit). Lalu, malaikat maut pun berkata, “Ya Tuhanku, kapankan aku mencabut nyawa hamba-Mu itu, dan sebab apa aku mencabutnya?” Allah kemudian berfirman. “Hai Malaikat Maut, ini termasuk ilmu rahasia-Ku yang tidak akan bisa dilihat seorang pun selain-Ku. Akan tetapi, Aku akan memberitahukan kepadamu tentang waktunya. Aku juga akan memberimu beberapa pertanda yang mana kamu akan melaksanakan perintah-Ku dengan pertanda itu”.
          Sesungguhnya malaikat yang diserahi (untuk mengurusi) beberapa jiwa dan amal perbuatan para manusia akan datang kepadamu seraya berkata, “Telah sempurna rezeki dan amal perbuatan si Fulan (nama calon mayat).” Jika orang itu (termasuk) orang yang bahagia, maka tampak jelas pada namanya yang ditulis dalam buku yang berada di depan malaikat maut, yakni dengan tulisan yang terbuat dari nur (cahaya). Sebaliknya, jika orang tersebut termasuk orang yang celaka, maka tampak jelas namanya yang tertulis dengan warna hitam. Belum sempurnalah bagi malaikat maut untuk mengetahui hal yang seperti itu, sehingga ia kejatuhan daun dari pohon yang ada di bawah Arsy. Daun itu telah tertulis nama orang yang akan dicabut, dan kapan waktunya orang itu harus dicabut nyawanya.
          Telah diriwayatkan sebuah hadis dari Ka’ab Al-Akbar ra, “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menciptakan pohon di bawah Arsy, dan diatas pohon itu tumbuh dedaunan yang jumlahnya sama dengan bilangan seluruh makhluk. Dan, ketika telah sampai ada seorang hamba, dan umurnya tersisa 40 hari, maka daun itu akan jatuh diatas tempat dimana malaikat izrail berada disitu. Maka ia pun akan paham bahwa sesungguhnya ia telah diperintah untuk mencabut nyawa dari orang yang memiliki nama pada daun itu. Setelah jatuhnya daun itu, maka seluruh malaikat mulai saat itu menamakan (menyebut) orang itu dengan nama “mayat” di alam langit. Orang namanya yang tercatat dalam daun itu disebut mayat oleh para malaikat mulai saat itu, padahal ia masih hidup di atas hamparan permukaan selama 40 hari lagi.”
          Dalam hal ini ada juga yang mengatakan, sesungguhnya malaikat mikail akan turun kepada malaikat maut dengan membawa buku dari Allah yang berisi nama, tempat, dan sebab-sebab seorang hamba akan dicabut nyawanya. Abu Laits ra menyebutkan “telah turun dua tetes dari bawah Arsy, diatas nama yang mempunyai tetesan itu. Salah satu dari dua tetesan itu berwarna hijau dan lainnya berwarna putih. Ketika yang jatuh diatas nama itu berwarna hijau, maka bisa diketahui bahwa orang yang mempunya nama itu termasuk orang yang celaka. Dan ketika tetesan itu berwarna putih maka orang yang mempunyai nama itu termasuk orang yang beruntung dan akan bahagia.
           Sedangkan untuk mengetahui tempat mati nya seorang hamba, maka diriwayatkan, bahwasanya Allah telah menciptakan malaikat yang ditugasi mengurus setiap bayi yang akan dilahirkan. Malaikat itu dinamakan malaikat Arham. Tatkala Allah menciptakan seorang anak (bayi) maka akan memerintahkan malaikat Arham untuk masuk pada sperma yang berada didalam rahim seorang ibunya dengan membawa tanah dari bumi, dimana kelak sang bayi itu akan mati dibumi atau daerah itu. Dengan begitu, kematian seorang hamba telah ditentukan daerah atau tempatnya sebelum ia dilahirkan bahkan sebelum berbentuk janin sekalipun.
          Setelah hamba dilahirkan, maka ia akan berjalan dipermukaan bumi sesuai dengan yang dikehendakinya. Ia akan berada dimana pun yang ia mau dan pada saat yang ia mau. Namun, pada saat kematiannya akan tiba, ia akan menuju tempat dimana tanah (yang melekat di nutfah atau mani yang menjadi asal kejadiannya dulu) di ambilkan. Dengan sendirinya, dia akan menjadi tempat kematian tersebut atas kuasa Allah hingga akan mati disana.
          Terdapat sebuah cerita, sesungguhnya malaikat maut pernah menampakkan dirinya dalam bentuk seorang lelaki. Lalu ia masuk ke rumah nabi sulaiman as, malaikat maut itu menatap seorang pemuda yang berada disamping nabi sulaiman as. Hingga pemuda itu menjadi gemetaran karena ketakutannya. Ketika malaikat maut pergi, pemuda itu berkata kepada nabi sulaiman as “wahai nabi, sesungguhnya aku menghendaki agar engkau memerintahkan kepada angin supaya membawaku pergi ke negeri cina.” Maka, nabi sulaiman as, pun menuruti permintaannya. Beliau memerintahkan angin sehingga anginpun membawa pemuda itu ke negeri cina. Malaikat maut kembali kepada nabi sulaiaman as. Maka nabi sulaiman menanyakan tentang sebab kenapa dia menatap pemuda itu dengan tatapan yang sangat.
          Malaikat maut menjawab, “sesungguhnya aku diperintah oleh Allah untuk mencabut nyawanya pada hari ini di negeri cina. Tapi, aku tadi melihatnya masih berada disampingmu. Aku menjadi heran dengan hal yang demikian itu.” Kemudian, nabi sulaiman as menceritakan perihal permintaan pemuda tadi. Maka malaikat maut berkata “aku diperintahkan oleh Allah untuk mencabut nyawanya hari ini di negeri cina.” Setelah itu malaikat maut menyusul ke negeri cina, tempat dan sekaligus saksi tentang pencabutan nyawa seorang pemuda yang tidak akan mampu mengelak dari ketepatan dan tempat maut akan memisahkannnya dari dunianya. Demikian itu agar menjadi peringatan bagi makhluk-makhluk yang akan mati setelahnya.
Bersambung >>     
Sumber :
Imam Abdurrahim bin Ahmad al-Qadhi. Daqaiqul Akhbar. DIVA Press. Yogyakarta. 2009