Tuesday 24 April 2012

Terpasung Oleh Waktu



Kosong dan hanya kosong saja tak ada gejolak seperti dulu..
Tak apa,, aku tetap di sini seperti dulu..
Dengan segala letupan rinduku..
Dengan semua pekikak sayangku padamu..
Aku dengan segala egoku..
Yang tak pernah bisa mengertimu..
Aku memang pengecut..
Aku tak berguna..
Aku memang terlalu berharap tuk slalu dalam dekapanmu..
Tapi aku mengerti..
Itu tak mungkin terjadi..
Waktu dan keadaan kembali jadi “pasungan” tergetir dalam hidupku..
Aku yang selalu merindukan waktu indah dan bahagia saat bersamamu..
Sejujurnya memang hanya boleh dalam mimpi..
Aku tak berhak sama sekali..

Tuhan,, kenapa Kau tampar aku berkali-kali..
Dengan pasungan waktu dan keadaan ini..
Kenapa Kau selalu benturkan aku..
Pada waktu dan keadaan..
Tiap kali aku coba tuk tersenyum..
Tiap kali aku merasa nyaman..
Kenapa nyaman dan bahagia selalu Kau renggut dari hidupku..
Tiap kali,, selalu terenggut..
Apa aku tak pantas..
Apa aku terlalu nista tuk merasakan nyaman dan bahagia..

Tuhan,, kalau memang benar..
Cabut saja urat senyum dari mukaku..
Matikan saja syaraf nyaman dari rasaku..
Buang nadi bahagia dari tubuhku..
Biar makin lengkap getir dan pekat di hari-hariku..

Pendekatan Historis dalam Memahami Agama




Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut. 


Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis. 


Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan ini, Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang dalam hal ini Islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia memperlajari al-qur’an, ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan al-qur’an itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep dan bagian kedua, berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan. 


Dalam bagian pertama yang berisi konsep-konsep, kita mendapati banyak sekali istilah al-qur’an yang merujuk kepada pengertian-pengertian normatif yang khusus, doktrin-doktrin etik, aturan-aturan legal, dan ajaran-ajaran keagamaan pada umumnya. Istilah-istilah atau singkatnya pernyataan-pernyataan itu mungkin diangkat dari konsep-konsep yang telah dikenal oleh masyarakat Arab pada waktu al-qur’an diturunkan atau bisa jadi merupakan istilah-istilah baru yang dibentuk untuk mendukung adanya konsep-konsep religius yang ingin diperkenalkannya. Yang jelas, istilah-istilah itu kemudian diintegrasikan dalam pandangan dunia al-qur’an, dan dengan demikian lalu menjadi konsep-konsep yang otentik. 


Dalam bagian pertama ini kita mengenal banyak sekali konsep, baik yang bersifat abstrak maupun konkret. Konsep tentang Allah, konsep tentang malaikat, tentang akhirat, tentang ma’ruf, munkar dan sebagainya aadalah konsep-konsep yang abstark.  Sementara itu juga ditunjukkan konsep-konsep yang lebih menunjuk kepada fenomena konkret dan dapat diamati (observable), misalnya konsep tentang fuqara (orang-orang fakir), dhu’afa (orang lemah), mustadl’afin (kelas tertindas), zhalimun (para tiran), aghniya (orang kaya), mustakbirun (penguasa), mufasidun (koruptor-koruptor), dan sebagainya. 


Selanjutnya, jika pada bagian yang berisi konsep-konsep al-qur’an bermaksud membentuk pemahaman yang komprehensif mengenai nilai-nilai Islam, maka pada bagian kedua yang berisi kisah-kisah dan perumpamaan, al-qur’an ingin mengajak dilakukannya perenungan untuk memperoleh hikmah. Melalui kontemplasi terhadap kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa historis dan juga melalui kiasan-kiasan yang berisi hikmah tersembunyi, manusia dapat merenungkan hakikat dan makna kehidupan. Banyak sekali ayat yang berisi ajakan semacam ini, tersirat maupun tersurat, baik menyangkut hikmah historis maupun menyangkut simbol-simbol. Misalnya simbol tentang rapuhnya rumah laba-laba, tentang luruhnya sehelai daun yang tak lepas dari pengamatan Tuhan atau tentang keganasan samudera yang menyebabkan orang-orang kafir berdoa. 


Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena pemahaman demikian itu akan menyesatkan orang yang memahaminya. Seseorang yang ingin memahami al-qur’an secara benar misalnya, yang bersangkutan harus mempelajari sejarah turunnya al-qur’an. Dengan ilmu asbabun nuzul ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan ditujukan untuk memelihara syariat dari kekeliruan memahaminya.

Sumber :
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pers. 2010.

Di Sudut Ruang Pekatku




Tak terasa malam telah menghilang..
Pagi tampakkan sinar mentari..
Pelan namun menyengat perlahan..
Aku masih dengan kepulan asap yang setia temani mata ini..
Diam di sudut ruang pekat ini..

Terus mengembara jauh tanpa batas pikiranku menerawang..
Tanpa tahu apa yang aku pikirkan..
Aku hanya jalani ini sendiri..
Di sudut pekatnya ruang hidup ini..
Hingga aku terlalu kerdil dan takut..
Meski hanya untuk pejamkan mataku..

Pekak gendang telinga ini..
Tak lagi bisa  dengar bisik kecil sang hati..
Tergerus oleh nada sumbang kehidupan..
Terkubur oleh distorsi realita..

Kucoba tengadahkan wajahku..
Pada langit-langit sudut ruangan ini..
Tertegun aku, tampak nyinyir langit-langit mengejekku..
Yang terus saja masih berkutat di sudut pekat ruang ini..

Ku tampar diriku sendiri..
Tetap saja aku tidak tahu..
Mengapa semua ini tanpa akhir..
Tetap saja tak bisa tahu..
Meski kubenturkan kepala ini..
Pada dinding ruang pekat ini..

Tetap saja aku di sini..
Dan akan tetap di sini..
Hingga aku temukan damai..
Hingga aku rasakan nyaman..
Dengan hidupku..
Dengan mimpiku..

Pendekatan Sosiologis dalam Memahami Agama




Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula kepercayaannya, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia. Sementara itu, Soerjono Soekanto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian. Sosiologi tidak menetapkan ke arah mana sesuatu seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut. Di dalam ilmu ini juga dibahas tentang proses-proses sosial mengingat bahwa pengetahuan perihal struktur masyarakat saja belum cukup untuk memperoleh gambaran yang nyata mengenai kehidupan bersama dari manusia. 

Dari dua definisi tersebut terlihat bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Dengan ilmu ini suatu fenomena sosial dapat dianalisis dengan faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan, mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinya proses tersebut.

Selanjutnya, sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi. Dalam agama Islam dapat dijumpai peristiwa Nabi Yusuf yang dahulu budak lalu akhirnya bisa jadi penguasa Mesir. Mengapa dalam melaksanakan tugasnya Nabi Musa harus dibantu oleh Nabi Harun, dan masih banyak lagi contoh yang lain. Beberapa peristiwa tersebut baru dapat dijawab dan sekaligus dapat ditemukan hikmahnya dengan bantuan ilmu sosial. Tanpa ilmu sosial peristiwa-peristiwa tersebut sulit dijelaskan dan sulit pula dipahami maksudnya. Di sinilah letaknya sosiologi sebagai salah satu alat dalam memahami ajaran agama. 

Pentingnya pendekatan sosiologi dalam memahami agama sebagaimana disebutkan di atas, dapat dipahami, karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya. Dalam bukunya berjudul Islam Alternatif, Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal ini Islam terhadap masalah sosial, dengan mengajukan lima alasan sebagai berikut:

Pertama, dalam al-qur’an atau kitab-kitab hadis, proporsi terbesar keduan sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah. Menurut Ayatullah Khomaeni dalam bukunya Ial-Hukumah al-Islamiyah yang dikutip Jalaluddin Rahmat, dikemukakan bahwa perbandingan antara ayat-ayat ibadah dan ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah satu berbanding seratus--untuk untuk satu ayat ibadah, ada seratus ayat muamalah (masalah sosial),. Ciri-ciri orang mukmin sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Mukminun ayat 1-9 misalnya adalah orang yang shalatnya khusyu’, menghindarkan diri dari perbuatan yang tidak bermanfaat, menjaga amanat dan janjinya dan dapat menjaga kehormatannya dari perbuatan maksiat. 

Kedua, bahwa ditekankannya masalah muamalah (sosial) dalam Islam ialah adanya kenyatan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan tentu bukan ditinggalkan), melainkan dengan tetap dikerjakan sebagaimana mestinya. 

Ketiga, bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat perseorangan. Karena itu shalat yang dilakukan secara berjama’ah dinilai lebih tinggi nilainya daripada shalat yang dikerjakan sendirian (munfarid) dengan ukuran satu berbanding duapuluh tujuh derajat. 

Keempat, dalam Islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak empurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya (tebusannya) ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial. Bila puasa tidak mampu dilakukan misalnya, jalan keluarnya adalah dengan membayar fidyah dalam bentuk memberi makan bagi orang miskin. Bila suami istri bercampur siang hari di bulan Ramadhan atau ketika istri dalam keadaan haid, tebusannya adalah memberi makan kepada orang miskin. Dalam hadis qudsi dinyatakan bahwa salah satu tanda orang yang diterima shalatnya adalah orang yang menyantuni orang-orang lemah, menyayangi orang miskin, anak yatim, janda dan yang mendapat musibah. 

Kelima, dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran yang lebih besar daripada ibadah sunnah. Dalam hubungan ini kita misalnya membaca hadis yang artinya sebagai beriktu. 

“Orang yang bekerja keras untuk menyantuni janda dan orang miskin, adalah seperti pejuang di jalan Allah (atau aku kira beliau berkata) dan seperti orang yang terus menerus salat malam dan terus menerus berpuasa”.
(HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadis yang lain, Rasululla saw menyatakan sebagai berikut.

“Maukah kamu aku beritahukan derajat apa yang lebih utama daripada shalat, puasa dan sadaqah (sahabat menjawab), tentu. Yaitu mendamaikan dua pihak yang bertengkar”.
(HR. Abu Daud, Turmudzi dan Ibn Hibban)

Melalui pendekatan sosiologis agama akan dapat dipahami dengan mudah, karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial. Dalam al-qur’an misalnya kita jumpai ayat-ayat berkenaan dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya, sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kemakmuran suatu bangsa, dan sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kesengsaraan. Semua itu jelas baru dapat dijelaskan apabila yang memahaminya mengetahui sejarah sosial pada saat ajaran agama itu diturunkan.

Sumber :
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pers. 2010.


Cintailah Aku Dengan Kekurangan Di Dalam Hidupku




Ku tak pernah berharap kau menjadi milikku..
Dan ku tak pernah berharap bisa mengenalmu..
Jika kau hanya bisa menyakiti perasaan diriku..
Namun ku terima takdir ini dengan hati yang penuh ikhlas untukmu..

Kala ku bertanya “apakah kau benar sayang padaku?”
“apa kau benar mencintaiku?”
Kau selalu menjawab “ku harap kita untuk selamanya”
Ku hanya diam dan selalu bertanya..

Jika semua ucapan itu nyata..
Jika takdir memilih kita..
Ku jalani dengan ketulusan hatiku untukmu..
Jika kau sayang, aku pun sayang padamu..

Lelah ku bertanya tentangmu..
Siapa diriku untukmu..
Mengapa kau tak pernah bisa buat ku sedikit bahagia..
Apa salah jika ku meminta sedikit kebahagiaan darinya..

Ku sayang dia..
Ku cinta dia..
Apakah kau juga sama sepertiku ??
Cintailah aku dengan kekurangan di dalam hidupku..

Friday 20 April 2012

Pendekatan Antropologis dalam Memahami Agama



Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologis dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama. Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan Dewam Rahardjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif. Dari sini timbul kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya induktif yang mengimbangi pendekatan deduktif sebagaimana digunakan dalam pengamatan sosiologis. Penelitian antropologis yang induktif dan grounded, yaitu turun ke lapangan tanpa berpijak pada, atau setidak-tidaknya dengan upaya membebaskan diri dari kungkungan teori-teori formal yang pada dasarnya sangat abstrak sebagaimana yang dilakukan di bidang sosiologi dan lebih-lebih ekonomi yang mempergunakan model-model matematis, banyak juga memberi sumbangan kepada penelitian historis. 

Sejalan dengan pendekatan tersebut, maka dalam berbagai penelitian antropologi agama dapat ditemukan adanya hubungan positif antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik. Golongan masyarakat yang kurang mampu dan golongan miskin pada umumnya, lebih tertarik pada gerakan-gerakan keagamaan yang bersifat mesianis, yang menjanjikan perubahan tatanan sosial kemasyarakatan. Sedangkan golongan orang kaya lebih cenderung untuk mempertahankan tatanan masyarakat yang sudah mapan secara ekonomi lantaran tatanan itu menguntungkan pihaknya. Karl Marx (1818-1883), sebagai contoh, melihat agama sebagai opium atau candu masyarakat tertentu sehingga mendorongnya untuk memperkenalkan teori konflik atau yang biasa disebut denga teori pertentangan kelas. Menurutnya, agama bisa disalahfungsikan oleh kalangan tertentu untuk melestarikan status quo peran tokoh-tokoh agama yang mendukung sisten kapitalisme di Eropa yang beragama Kristen. Lain halnya dengan Max Weber (1964-1920). Dia melihat adanya korelasi positif antara ajaran Protestan dengan munculnya semangat kapitalisme modern. Etika Protestan dilihatnya sebagai cikal bakal etos kerja masyarakat industri modern yang kapitalistik. 

Melalui pendekatan antropologis di atas, kita melihat bahwa agama berkolerasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatau masyarakat. Dalam hubungan ini, jika kita ingin mengubah pandangan dan sikap etos kerja seseorang, maka dapat dilakukan dengan cara mengubah pandangan keagamaannya. 

Selanjutnya, melalui pendekatan antropologis ini, kita dapat melihat gama dalam hubungannya dengan mekanisme pengorganisasian (social organization) juga tidak kalah menarik untuk diketahui oleh para peneliti sosial keagamaan.

Melalui pendekatan antropologis fenomenologis ini kita juga dapat melihat hubungan antara agama dan negara (state and religion). Topik ini juga tidak pernah kering dikupas oleh para peneliti. Akan selalu menarik melihat fenomena negara agama, seperti Vatikan dalam bandingannya dengan negara-negara sekuler di sekelilingnya di Eropa Barat. Juga melihat kenyataan negara Turki modern yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tetapi konstitusi negaranya menyebut sekularisme sebagai prinsip dasar kenegaraan yang tidak dapat ditawar-tawar. Belum lagi meneliti dan membandingkan Kerajaan Saudi Arabia dan negara Republik Iran yang berdasarkan Islam. Orang akan bertanya apa sebenranya yang menyebabkan kedua sistem pemerintahan tersebut sangat berbeda, yaitu kerajaan dan republik, tetapi sama-sama menyatakan Islam sebagai asas tunggalnya. Belum lagi jika dibandingkan dengan negara kesatuan Republik Indonesia, yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tetapi menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. 

Selanjutnya, melalui pendekatan antropologis ini juga dapat ditemukan keterkaitan agama dengan psikoterapi. Sigmun Freud (1856-1939) pernah mengaitkan agama dengan Oedis Complex, yakni pengalaman infantil seorang anak yang tidak berdaya dihadapan kekuatan dan kekuasaan bapaknya. Agama dinilainya sebagai neurosis. Dalam psikoanalisanya, dia mengungkapkan hubungan antara id, ego dan superego. Meskipun hasil penelitian Freud berakhir dengan kurang simpati terhadap realita keberagamaan manusia, tetapi temuannya ini cukup memberi peringatan terhadap beberapa kasus keberagamaan tertentu yang lebih terkait dengan patologi sosial maupun kejiwaan. Jika Freud oleh beberapa kalangan dilihat terlalu minor melihat fenomena keberagamaan manusia, lain halnya dengan psikoanalisis yang dikemukakan C.G. Jung malah menemukan hasil temuan psikoanalisanya yang berbalik arah dari apa yang ditemukan oleh Freud. Menurunya, ada korelasi yang sangat positif antara agama dan kesehatan mental. 

Melalui pendekatan antropologis sebagaimana tersebut di atas terlihat dengan jelas hubungan agama dengan berbagai masalah kehidupan manusia, dan dengan itu pula agama terlihat akrab dan fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan manusia. 

Pendekatan antropologis seperti itu diperlukan adanya, sebab banyak berbagai hal yang dibicarakan agama hanya bisa dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan antropologis. Dalam Al-Qur’an, sebagai sumber utama ajaran Islam misalnya kita memperoleh informasi tentang kapal Nabi Nuh di gunung Arafat, kisah Ashabul Kahfi yang dapat bertahan hidup dalam gua lebih dari tiga ratus tahun lamanya. Di mana kira-kira bangkai kapal itu ; di mana kira-kira gua itu; dan bagaimana pula bisa terjadi hal yang menakjubkan itu; ataukah hal yang demikian merupakan kisah fiktif. Tentu masih banyak lagi contoh lain yang hanya dapat dijelaskan dengan bantuan ahli geografi dan arkeologi. 

Dengan demikian, pendekatan antropologi sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, karena dalam ajaran agama tersebut terdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan lewat bantuan ilmu antropologi dengan cabang-cabangnya.

Sumber :
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pers. 2010.

Bernyanyi Untuk Masa depan



Sebuah lilin menyala kecil..
Menerangi pintu hati..
Menyapa hangatnya mentari..
Dengan senyum berawal mimpi..

Aku berlari memeluk sebuah angan..
Menelan sakitnya semua rintangan..
Mencoba menghapus ke engganan..
Yang tak kunjung hilang dari ingatan..

Bernyanyi untuk masa depan..
Dari syair sang pahlawan..
Dari catatan sebuah kenangan..
Dari gelapnya pena hitam..

Ingin ku tangkap bintang..
Tuk ku bawa pulang..
Kan ku hias semua barang..
Walau terbuat dari karang..

Aku mungkin seperti lilin..
Tapi bukan sembarang lilin..
Aku mungkin terlihat kecil..
Tapi tak bernyali kecil..

Tuesday 17 April 2012

Sejarah Penghitungan Skor Tenis (15 : 30 : 40)




Istilah tenis (tennis) pertama kali muncul dalam syair gubahan John Gower di tahun 1399, dan tokoh-tokoh dalam karya Chaucer sudah bicara tentang bermain raker dalam tahun 1380. Court tennis (juga disebut real tennis) atau tenis ruangan sudah ada sejak Abad Pertengahan.
Atlet besar dalam permainan ini, Henry VIII, sangat memujanya. Dulu court tennis adalah permainan yang dimainkan dalam ruangan berbentuk persegi panjang tidak simetris berlantai semen, beratap miring, dengan beberapa jendela pada dinding yang ikut berperan dalam permainan, menggunakan bola keras, dan alat pemukul yang bentuknya lebih mirip centong nasi.
Sistem skor yang aneh pada lawan tennis (tenis lapangan rumput atau tenis lapangan terbuka) jelas menyontek court tennis. Walaupun lawan tennis menggunakan sistem per lima belas poin, sistem skor yang dahulu dipakai sedikit berbeda dari sistem skor modem. Tiap kemenangan dalam satu game dihargai dengan lima belas poin (jika pada tenis modem progres poin adalah 15-30-40-game, pada court tennis progres poin adalah 15-30-45-game). Alih-alih tiga atau lima set sekarang yang masing-masing terdiri atas enam game, pertandingan court tennis dahulu dimainkan dalam enam set yang masing-masing terdiri atas empat game.
Teori yang paling bisa diterima untuk menerangkan sistem skor aneh itu adalah sistem tersebut mencerminkan gejala keranjingan orang Eropa kala itu terhadap astronomi, khususnya sekstan, alat ukur dengan busur 60 derajat (satu per enam lingkaran). Tentu saja, satu perenam lingkaran sama dengan 60 derajat (angka poin dalam saw game). Karena pemenang hams memenangkan enam set yang masing-masing terdiri atas empat game, atau 24 poin, dan tiap poin memiliki nilai 15 poin, pertandingan berakhir setelah pemenang berhasil "menyelesaikan" lingkaran penuh yaitu 360 derajat (24 x 15).
Tulisan-tulisan karya Antonio Scaino, orang Italia, menunjukkan bahwa sistem skor sekstan diterapkan dengan mantap setidaknya sejak tahun 1555. Ketika skor sebuah game menjadi sama (seri) sesudah enam poin dalam tenis modern, kita menyebutnya deuce—di abad keenam belas orang Italia sudah memiliki padanannya yaitu a due (artinya, pemain memerlukan dua poin lagi untuk menang). Namun, dalam perjalanannya, progres poin yang geometris dalam tiap game tidak dipakai lagi, meskipun perubahannya tidak banyak. Apabila sebelumnya poin ketiga disebut 45, poin itu berubah menjadi 40. Menurut Official Encyclopedia of Tennis, perubahan dari 45 menjadi 40 mungkin sekali hanya untuk memudahkan penyebutan oleh wasit, sebab sebutan forty dengan mudah dapat dibedakan dari angka yang lain.
Barangkali, perubahan sistem skor yang paling besar selama abad kedua puluh adalah tie breaker. The U. S. Tennis Association untuk kawasan tengah, pada tahun 1968 pernah bereksperimen dengan sudden-death play-off, yang untuk pertama kali dalam sejarah tenis modern memungkinkan seorang pemain yang memenangkan seluruh game kehilangan satu set di saat terakhir. Tenis profesional menerapkan tie breaker pada tahun 1970 dan sampai saat ini masih digunakan di hampir semua tumamen.

Sumber : Kaskus

Aku dan Kehidupan Ini




Di kehidupan ini..
Memang sulit dimengerti..
Seolah semua yang kita ingin..
Tak sejalan dengan bumi..

Selayaknya kehidupan ini..
Terlukis indah dengan warna warni..
Bukanlah langit dalam tangis..
Bukanlah bulan perlahan mulai mati..

Ibarat kehidupan ini..
Separuh nafas, lalu terhenti..
Semuanya tak ada yang abadi..
Hanya janji Tuhan selalu di tepati..

Dalam kehidupan ini..
Terang perlahan mulai mati..
Hitam terhapus menjadi putih..
Dan cinta seakan tenggelam dalam mimpi..

Aku dan kehidupan ini..
Akan tetap abadi..
Walau tiada seorang di hati..
Namun bayang Tuhan selalu menemani..

Monday 16 April 2012

Jenis-jenis Peluru Kendali dan Sejarahnya


Peluru kendali jarak jauh telah diciptakan puluhan tahun yang lalu sebagai senjata militer, mulai dari yang tradisional yang menggunakan perhitungan gaya gravitasi untuk menentukan target hingga yang sekarang yang paling canggih rudal balistik antar benua yang menggunakan teknologi komputerisasi, disini ane akan terangkan beberapa peluru kendali yang paling terkenal dan paling sering di dunia dari pertama kali ditemukan.

Peluru Kendali Balistik


Peluru kendali balistik adalah peluru kendali yang memakai lintasan trayektori yang ditentukan oleh balistik dalam sistem pengirimannya. Peluru kendali ini hanya dikendalikan dalam masa peluncuran saja. Peluru kendali balistik yang pertama adalah roket V-2 yang dikembangkan oleh Nazi Jerman pada 1930-an dan 1940-an atas instruksi dari Walter Dornberger. Peluru kendali balistik dapat diluncurkan dari lokasi tetap seperti silo misil, kendaraan peluncur, pesawat, kapal atau kapal selam. Tahap peluncuran dapat berlangsung dari puluhan detik sampai beberapa menit dan dapat terdiri sampai dengan tiga tingkat roket. Trayektori rudal balistik terdiri dari tiga tahap yaitu tahap peluncuran, tahap terbang bebas dan fase memasuki kembali atmosfir Bumi.

Peluru Kendali Jelajah


Peluru kendali jelajah adalah peluru kendali yang memakai sayap dan menggunakan jet sebagai tenaga penggerak. Peluru kendali jelajah intinya adalah bom terbang. Peluru kendali jelajah dirancang untuk membawa hulu ledak konvensional dalam jumlah besar atau nuklir dan dapat menjangkau ratusan mil dengan tingkat akurasi tinggi. Peluru kendali jelajah modern dapat terbang mencapai kecepatan supersonik atau di atas subsonik, menggunakan sistem kendali otomatis dan terbang pada ketinggian rendah untuk menghindari radar.
Rudal jelajah pertama yang dikembangkan adalah Kettering Bug yang dikembangkan oleh Amerika Serikat pada 1917 untuk digunakan dalam Perang Dunia I. Rudal ini terbang lurus untuk waktu yang telah ditentukan sebelumnya kemudian sayapnya akan dilepaskan untuk kemudian badan rudal yang mengandung hulu ledak jatuh menghujam tanah. Rudal ini tidak pernah digunakan dalam perang karena Perang Dunia I selesai sebelum rudal ini dapat digunakan. Rudal jenis ini yang terkenal antara lain adalah BGM-109 Tomahawk AS yang dapat mencapai jangkauan 1.100 km.

Peluru Kendali Anti-Kapal


Peluru kendali anti-kapal adalah rudal yang fungsi utamanya adalah untuk menghancurkan kapal permukaan. Kebanyakan rudal anti-kapal menggunakan sistem pemandu inersial dan pelacak radar aktif. Rudal anti-kapal adalah salah satu dari sekian rudal jarak pendek yang digunakan dalam Perang Dunia II. Jerman menggunakannya untuk menenggalamkan banyak kapal sekutu sebelum pihak sekutu menemukan cara untuk mengatasinya (prinsipnya dengan radio jamming). Rudal anti-kapal dapat diluncurkan dari kapal, kapal selam, pesawat, helikopter dan kendaraan darat. Rudal anti-kapal yang terkenal dalam sejarah adalah rudal Jerman, Fritz X dan Henschel Hs 293.

Peluru Kendali Permukaan ke Udara


Peluru kendali permukaan ke udara adalah peluru kendali yang diluncurkan dari permukaan (air atau darat) untuk menghancurkan pesawat. Istilah terkenal untuk rudal jenis ini adalah SAM yang merupakan singkatan dari rudal permukaan ke udara dalam bahasa Inggris yaitu suface-to-air missile. Rudal permukaan ke udara dapat diluncurkan dari lokasi tetap atau kendaraan peluncur. SAM terkecil yang dikembangkan oleh Uni Soviet dapat dibawa dan diluncurkan oleh seorang tentara. SAM juga dapat diluncurkan dari kapal, contoh dari jenis ini adalah Aegis.

Peluru Kendali Udara ke Udara


Peluru kendali udara ke udara adalah rudal yang dipasang di pesawat terbang dengan target menghancurkan pesawat musuh. Rudal udara ke udara yang terkenal antara lain adalah AIM-9 Sidewinder buatan Amerika Serikat. Rudal jenis ini dapat mendeteksi target dengan menggunakan pelacak radar, inframerah atau laser. Rudal udara ke udara umumnya berbentuk panjang, silinder tipis untuk mengurangi efek gesekan pada kecepatan tinggi. Rudal ini umumnya digerakkan oleh satu atau lebih roket berbahan bakar padat atau cair. MBDA Meteor buatan Britania Raya menggunakan ramjet dan dapat mencapai kecepatan Mach 4.

Peluru Kendali Anti-Tank


Peluru kendali anti-tank adalah rudal yang fungsi utamanya untuk menghancurkan tank atau kendaraan lapis baja lainnya. Rudal anti-tank generasi pertama seperti AG-3 Sagger dikendalikan dengan menggunakan joystick. Rudal anti-tank generasi kedua seperti BGM-71 TOW dan AGM-114 Hellfire menggunakan radio, penanda laser atau kamera di ujung rudal. Rudal anti-tank generasi ketiga seperti FGM-148 Javelin buatan AS dan Nag buatan India adalah dari jenis "tembak dan lupakan". Nag menggunakan pelacak inframerah serta gelombang milimeter.

Peluru Kendali Anti-Balistik


Peluru kendali anti-balistik adalah peluru kendali dengan fungsi utama untuk menyergap dan menghancurkan peluru kendali balistik lawan. Rudal anti-balistik jarak pendek antara lain Arrow buatan Israel dan MIM-104 Patriot buatan AS. Sedangkan rudal anti-balistik yang dirancang untuk melawan ICBM sebelumnya hanya ada dua yaitu Safeguard AS yang menggunakan LIM-49A Spartan dan Sprint serta A-35 Rusia. A-35 kemudian dikembangkan menjadi A-135 yang menggunakan Gorgon dan Gazelle. Amerika Serikat kemudian mengembangkan Ground-Based Midcourse Defense.

Peluru Kendali Anti-Satelit


Peluru kendali anti-satelit adalah rudal yang memiliki fungsi untuk menghancurkan satelit buatan musuh. Rudal jenis ini antara lain adalah Anti-satellite weapons (ASAT) yang diluncurkan dari pesawat. Rudal jenis ini relatif masih dalam tahap pengembangan.

Torpedo


Torpedo adalah proyektil berpenggerak sendiri yang diluncurkan dari atas permukaan atau di bawah permukaan air yang kemudian meluncur di bawah permukaan air, dirancang untuk meledak pada kontak atau jarak tertentu dengan target. Torpedo dapat diluncurkan dari kapal, kapal selam, helikopter, pesawat dan ranjau laut. Beberapa contoh torpedo modern antara lain MK 48 AS yang diluncurkan dari tabung torpedo kapal selam dan menggunakan sonar pasif atau aktif, serta VA-111 Shkval buatan Rusia yang menggunakan efek superkavitasi dapat mencapai kecepatan 200 knot atau 370 km/jam

Sumber : Kaskus

Aku dan Garis Waktuku


Lihat ragaku,, makin rapuh..
Lihat mataku,, terus sayu..
Lihat langkahku,, makin gontai..
Lihat jiwaku,, makin kosong..

Aku tak bisa bohongi rasaku..
Aku tak kuasa dustai jiwaku..
Aku merindukannya..
Sangat merindukannya..

Namun,, aku sudah tak kuasa lagi meneruskan kata itu..
Aku hanya akan terus seret kaki penuh darah ini agar sampai pada akhir mimpiku..
Pada muara damai yang tak pernah aku rasakan..
Pada titik nyaman yang terus aku harapkan..

Aku tak peduli rapuh ini..
Aku tak peduli sayu ini..
Aku tak peduli gontai ini..
Aku tak peduli kosong ini..
Aku nikmati..

Aku rasakan sepenuh hati dan jiwaku..
Sepenuh ragaku..
Hingga sampai pada garis waktuku..
Yang aku tahu,,
Aku bisa raih mimpiku...
Atau sekedar sampai namun terkapar di ujung garis waktuku..

Ku guratkan di sini agar abadi..
Bahwa aku sangat menyayanginya..
Aku sangat mencintainya..
Aku sangat merindukannya..
Dan aku terus berusaha memimpikannya..
Terus berusaha mengharapkannya..
Meski sulit tuk mendekapnya..
Sebelum garis waktuku ku sentuh..