Sebagaimana diketahui, banyak
sekali aliran teologi atau ilmu kalam dalam dunia Islam. Kemunculan berbagai aliran itu
karena ada pemahaman tentang zat, sifat Tuhan, penciptaan alam semesta, dan
lainnya. Masing-masing aliran itu mempunyai pemahaman sendiri mengenai hal
tersebut.
Maturidiyah
Pemikiran-pemikiran Al-Maturidi
yang paling menonjol dalam teologi antara lain adalah masalah sifat Tuhan,
masalah tajassum (antropomorfisme), melihat Allah SWT di akhirat, Alquran
(kalam Allah), keadilan Allah SWT, dan perbuatan Allah SWT.
Menurut Al-Maturidi, sifat Tuhan
bukanlah zat Tuhan, melainkan zat Tuhan itu sendiri. Maksudnya adalah Allah SWT
mengetahui bukan dengan zat-Nya, melainkan dengan pengetahuan-Nya. Allah SWT
berkuasa bukan dengan zat-Nya, tetapi berkuasa dengan kekuasaan-Nya.
Sehubungan dengan masalah
tajassum (jasmani), menurut Al-Maturidi, kata-kata yang terdapat dalam Alquran,
seperti wajh Allah (wajah Allah), yad Allah (tangan Allah), dan ain Allah (mata
Allah), bermakna kekuasaan Allah SWT karena Allah tidak mungkin mempunyai badan
meskipun dalam arti yang tidak sama dengan badan makhluk ciptaan-Nya. Oleh
karena itu, Al-Maturidi berpendapat bahwa kata-kata tersebut harus ditakwilkan.
Salah satu hal penting dalam
teologi adalah melihat Allah SWT di akhirat nanti, sebagaimana diisyaratkan
dalam Alquran. Menurut paham Maturidiyah, peristiwa tersebut benar-benar
terjadi di akhirat nanti. Karena, Allah SWT wajib wujudnya dapat dilihat dengan
mata kepala, bukan dengan mata hati.
Al-Maturidi berpendapat bahwa
Alquran (kalam Allah) terbagi dalam dua bentuk. Pertama, kalam nafsi, yaitu
kalam yang ada pada zat Allah SWT dan bersifat kadim (terdahulu), bukan dalam
bentuk huruf dan suara.
Kalam ini menjadi sifat Allah
SWT sejak dahulu kala. Manusia tidak dapat mengetahui hakikat-Nya. Kedua, kalam
yang terdiri atas huruf dan suara yang disebut mushaf (kumpulan lembaran).
Mengenai masalah keadilan Allah
SWT, Al-Maturidi menekankan bahwa kemerdekaan dan kemauan ada pada manusia.
Sementara itu, Allah SWT dianggap tidak sewenang-wenang menjatuhkan hukuman,
melainkan berdasarkan kemerdekaan yang diberikan Allah SWT kepada manusia untuk
berbuat baik atau jahat.
Hal penting lainnya dalam
teologi, menurut Al-Maturidi, adalah masalah perbuatan Allah SWT yang mencakup
empat hal. Pertama, kewajiban Allah SWT untuk berbuat baik dan terbaik. Menurut
Al-Maturidi, setiap perbuatan Allah SWT mengandung hikmah dan tujuan, tetapi
hal itu bukanlah kewajiban Allah SWT.
Kedua, pemberian beban di luar
kemampuan manusia. Al-Maturidi berpendapat bahwa manusialah sebenarnya yang
mewujudkan perbuatan-perbuatannya, bukan Allah SWT.
Ketiga, pengiriman para rasul.
Menurut Al-Maturidi, wajib bagi Allah SWT mengirim rasul-rasul kepada manusia
karena Allah SWT menciptakan akal manusia yang mempunyai kemampuan terbatas.
Oleh karena itu, Allah SWT memberikan wahyu kepada para rasul-Nya agar manusia
mengetahui segala hal mengenai Allah SWT dan alam gaib.
Keempat, perbuatan menepati
janji serta menjalankan ancaman. Dalam pandangan Al-Maturidi, Allah SWT wajib
menepati janji dan ancaman-ancaman-Nya. Jika tidak dilakukan-Nya, itu akan
bertentangan dengan kebebasan memilih yang ada pada manusia.
Dalam hal ini, ia berbeda
pendapat dengan aliran Asy’ariyah yang mengatakan bahwa Allah SWT bisa saja
tidak menepati janji-janji-Nya sehingga dapat memasukkan orang jahat ke dalam
surga dan sebaliknya.
Asy’ariyah
Pandangan teologi Abu Hasan Ali
bin Isma’il Al-Asy’ari, pencetus aliran Asy’ariyah, dirumuskan dalam tujuh
ajaran pokok.
Ketujuh ajaran pokok ini ia
tuangkan dalam kitab “Al-Luma’ Fi ar-Radd ‘ala Ahl Az-Ziyagh wa Al-Bida” (Bekal
dalam Menjawab Orang-orang yang Menyimpang dan Melakukan Bid’ah) dan “Al-Ibanah
‘an Ushul Ad-Diyanah” (Uraian tentang Dasar-dasar Agama).
Pertama, sifat Allah SWT. Kedua,
kedudukan Alquran. Alquran adalah kalam Allah (firman Allah SWT) dan bukan
makhluk dalam arti diciptakan. Karena Alquran adalah perkataan Allah SWT, pastilah
Alquran bersifat kadim. Ketiga, melihat Allah SWT di akhirat. Allah SWT akan
dapat dilihat di akhirat dengan mata kepala karena Allah SWT mempunyai wujud.
Keempat, perbuatan manusia.
Perbuatan-perbuatan manusia diciptakan oleh Allah SWT. Walaupun Al-Asy’ari
mengakui adanya daya dalam diri manusia, daya itu tidak efektif. Kelima,
antropomorfisme. Al-Asy’ari berpendapat bahwa Allah SWT mempunyai mata, muka,
tangan, dan sebagainya, seperti disebut dalam Alquran. Akan tetapi, tidak
diketahui bagaimana bentuknya.
Keenam, pembahasan tentang dosa
besar. Orang Mukmin yang berdosa besar tetap dianggap Mukmin selama masih
beriman kepada Allah SWT dan rasul-Nya. Ia hanya digolongkan sebagai orang
fasik (durhaka). Tentang dosa besar, itu diserahkan kepada Allah SWT, apakah
akan diampuni atau tidak.
Ketujuh, keadilan Allah SWT.
Allah SWT adalah pencipta seluruh alam. Dia memiliki kehendak mutlak terhadap
ciptaan-Nya. Karena itu, Ia dapat berbuat sekehendak-Nya. Ia dapat saja
memasukkan seluruh manusia ke dalam surga, sebaliknya dapat pula memasukkan
seluruh manusia ke dalam neraka.
Muktazilah
Konsep ketuhanan dalam ajaran
Muktazilah dituangkan dalam doktrin at-Tauhid. Ajaran pertama Muktazilah ini
berarti meyakini sepenuhnya bahwa hanya Allah SWT yang Maha Esa.
Dia merupakan Zat yang unik,
tidak ada yang serupa dengan-Nya. Golongan Muktazilah menganggap konsep tauhid
mereka paling murni.
Dalam mempertahankan paham
keesaan Allah SWT, golongan Muktazilah menafikan segala sifat sehingga mereka
sering juga disebut dengan golongan Nafy as-Sifat. Yang mereka maksudkan dengan
peniadaan sifat-sifat Tuhan adalah Tuhan tidak mempunyai sifat yang berdiri di
luar Zat-nya. Karena itu, Tuhan dapat membawa pada adanya yang kadim, selain
Tuhan.
Konsep tauhid Muktazilah ini
membawa pada penolakan paham antropomorfisme. Tuhan bagi mereka tidak boleh
dipersamakan dengan makhluk-Nya, seperti mempunyai tangan dan muka.
Karena itu, ayat-ayat yang
menggambarkan Tuhan mempunyai bentuk fisik (ayat-ayat tajassum) harus
ditakwilkan sedemikian rupa. Paham ini juga menolak pendapat yang mengatakan
bahwa Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala di akhirat nanti.
Paham keadilan Tuhan dalam
ajaran Muktazilah membawa pada pengertian bahwa Tuhan wajib berlaku adil dan
mustahil bagi Dia berbuat zalim kepada hamba-Nya. Maksudnya, Tuhan wajib
berbuat baik, bahkan yang terbaik bagi manusia.
Di antaranya, Tuhan tidak boleh
memberi beban yang terlalu berat kepada manusia, Tuhan wajib mengirimkan rasul
dan nabi-nabi untuk menuntun kehidupan manusia di muka bumi, serta Tuhan wajib
memberikan daya pada manusia agar dapat mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Menurut kaum Muktazilah, Tuhan
wajib menepati janji-Nya memasukkan orang Mukmin ke dalam surga serta menepati
ancamannya mencampakkan orang kafir dan orang berdosa besar ke dalam neraka.
Meskipun Tuhan sanggup
memasukkan orang berdosa besar ke dalam surga dan menjerumuskan orang Mukmin ke
dalam neraka, Tuhan mustahil melakukan itu karena bertentangan dengan
keadilan-Nya.
Jabbariyah
Menurut paham Jabbariyah,
manusia tidak mempunyai kekuasaan dan kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan
perbuatannya. Sebaliknya, manusia terikat dan tunduk kepada kemahakuasaan dan
kehendak mutlak Tuhan.
Dengan demikian, dalam paham
mereka, manusia itu dipaksa oleh kemahakuasaan dan kehendak mutlak Tuhan.
Manusia tidak mempunyai daya, melainkan serba terpaksa dalam perbuatannya. Ia
tidak mempunyai kekuasaan, kehendak, dan kebebasan memilih.
Ahlus Sunah wal Jamaah
Dalam Ensiklopedia Islam
terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve, disebutkan bahwa Ahlusunnah wal Jamaah
dinisbahkan kepada mereka yang berpegang kuat pada sunah Nabi Muhammad SAW.
Kelompok ini merupakan kelompok mayoritas dalam masyarakat Islam. Lalu, siapa
saja yang termasuk dalam kelompok Ahlusunnah wal Jamaah ini?
Banyak kalangan berpendapat,
mereka yang termasuk dalam kelompok ini adalah para pengikut aliran teologi
Asy’ariyah dan Maturidiyah. Paham-paham yang diajarkan kedua kelompok aliran
ini dianggap berpegang kuat pada sunah Nabi SAW.
Pendiri dan para pengikutnya
menerima hadis-hadis sahih tanpa memilih dan melakukan interpretasi. Dengan
demikian, Ahlusunnah wal Jamaah ini muncul setelah adanya aliran teologi
Asy’ariyah dan Maturidiyah. Namun, menurut sebagian pemikir, istilah ini telah
digunakan sebelum adanya kedua aliran teologi tersebut.
Al-Asy’ari juga menyebut
Ahlusunnah wal Jamaah sebagai Ahl Al-Hadis wa As-Sunnah (golongan yang
berpegang pada hadis dan sunah) dalam kitabnya yang berjudul “Maqalat
Al-Islamiyyin”.
Buku tersebut berisi
aliran-aliran teologi dan pandangannya dalam Islam. Dalam kitabnya yang lain,
“Al-Ibanah” (Penjelasan), golongan ini disebut Ahl Al-Haqq wa as-Sunnah
(golongan yang berpegang pada kebenaran
dan sunah Nabi SAW).
Sumber : Republika.co.id
Assalamu'alaiku. Salam kenal.
ReplyDeleteKupasanya mendalam juga.... Nice!
wa'alaikum salam ,,
Deletesalam kenal juga ya
trimakasih sudah singgah d mari & sudah mau berkomentar ^_^
hehehe