Tuesday, 11 September 2012

Konsep Pemikiran Teologi Islam



Sebagaimana diketahui, banyak sekali aliran teologi atau ilmu kalam dalam dunia Islam. Kemunculan berbagai aliran itu karena ada pemahaman tentang zat, sifat Tuhan, penciptaan alam semesta, dan lainnya. Masing-masing aliran itu mempunyai pemahaman sendiri mengenai hal tersebut.

Maturidiyah
Pemikiran-pemikiran Al-Maturidi yang paling menonjol dalam teologi antara lain adalah masalah sifat Tuhan, masalah tajassum (antropomorfisme), melihat Allah SWT di akhirat, Alquran (kalam Allah), keadilan Allah SWT, dan perbuatan Allah SWT.
Menurut Al-Maturidi, sifat Tuhan bukanlah zat Tuhan, melainkan zat Tuhan itu sendiri. Maksudnya adalah Allah SWT mengetahui bukan dengan zat-Nya, melainkan dengan pengetahuan-Nya. Allah SWT berkuasa bukan dengan zat-Nya, tetapi berkuasa dengan kekuasaan-Nya.
Sehubungan dengan masalah tajassum (jasmani), menurut Al-Maturidi, kata-kata yang terdapat dalam Alquran, seperti wajh Allah (wajah Allah), yad Allah (tangan Allah), dan ain Allah (mata Allah), bermakna kekuasaan Allah SWT karena Allah tidak mungkin mempunyai badan meskipun dalam arti yang tidak sama dengan badan makhluk ciptaan-Nya. Oleh karena itu, Al-Maturidi berpendapat bahwa kata-kata tersebut harus ditakwilkan.
Salah satu hal penting dalam teologi adalah melihat Allah SWT di akhirat nanti, sebagaimana diisyaratkan dalam Alquran. Menurut paham Maturidiyah, peristiwa tersebut benar-benar terjadi di akhirat nanti. Karena, Allah SWT wajib wujudnya dapat dilihat dengan mata kepala, bukan dengan mata hati.
Al-Maturidi berpendapat bahwa Alquran (kalam Allah) terbagi dalam dua bentuk. Pertama, kalam nafsi, yaitu kalam yang ada pada zat Allah SWT dan bersifat kadim (terdahulu), bukan dalam bentuk huruf dan suara.
Kalam ini menjadi sifat Allah SWT sejak dahulu kala. Manusia tidak dapat mengetahui hakikat-Nya. Kedua, kalam yang terdiri atas huruf dan suara yang disebut mushaf (kumpulan lembaran).
Mengenai masalah keadilan Allah SWT, Al-Maturidi menekankan bahwa kemerdekaan dan kemauan ada pada manusia. Sementara itu, Allah SWT dianggap tidak sewenang-wenang menjatuhkan hukuman, melainkan berdasarkan kemerdekaan yang diberikan Allah SWT kepada manusia untuk berbuat baik atau jahat.
Hal penting lainnya dalam teologi, menurut Al-Maturidi, adalah masalah perbuatan Allah SWT yang mencakup empat hal. Pertama, kewajiban Allah SWT untuk berbuat baik dan terbaik. Menurut Al-Maturidi, setiap perbuatan Allah SWT mengandung hikmah dan tujuan, tetapi hal itu bukanlah kewajiban Allah SWT.
Kedua, pemberian beban di luar kemampuan manusia. Al-Maturidi berpendapat bahwa manusialah sebenarnya yang mewujudkan perbuatan-perbuatannya, bukan Allah SWT.
Ketiga, pengiriman para rasul. Menurut Al-Maturidi, wajib bagi Allah SWT mengirim rasul-rasul kepada manusia karena Allah SWT menciptakan akal manusia yang mempunyai kemampuan terbatas. Oleh karena itu, Allah SWT memberikan wahyu kepada para rasul-Nya agar manusia mengetahui segala hal mengenai Allah SWT dan alam gaib.
Keempat, perbuatan menepati janji serta menjalankan ancaman. Dalam pandangan Al-Maturidi, Allah SWT wajib menepati janji dan ancaman-ancaman-Nya. Jika tidak dilakukan-Nya, itu akan bertentangan dengan kebebasan memilih yang ada pada manusia.
Dalam hal ini, ia berbeda pendapat dengan aliran Asy’ariyah yang mengatakan bahwa Allah SWT bisa saja tidak menepati janji-janji-Nya sehingga dapat memasukkan orang jahat ke dalam surga dan sebaliknya.

Asy’ariyah
Pandangan teologi Abu Hasan Ali bin Isma’il Al-Asy’ari, pencetus aliran Asy’ariyah, dirumuskan dalam tujuh ajaran pokok.
Ketujuh ajaran pokok ini ia tuangkan dalam kitab “Al-Luma’ Fi ar-Radd ‘ala Ahl Az-Ziyagh wa Al-Bida” (Bekal dalam Menjawab Orang-orang yang Menyimpang dan Melakukan Bid’ah) dan “Al-Ibanah ‘an Ushul Ad-Diyanah” (Uraian tentang Dasar-dasar Agama).
Pertama, sifat Allah SWT. Kedua, kedudukan Alquran. Alquran adalah kalam Allah (firman Allah SWT) dan bukan makhluk dalam arti diciptakan. Karena Alquran adalah perkataan Allah SWT, pastilah Alquran bersifat kadim. Ketiga, melihat Allah SWT di akhirat. Allah SWT akan dapat dilihat di akhirat dengan mata kepala karena Allah SWT mempunyai wujud.
Keempat, perbuatan manusia. Perbuatan-perbuatan manusia diciptakan oleh Allah SWT. Walaupun Al-Asy’ari mengakui adanya daya dalam diri manusia, daya itu tidak efektif. Kelima, antropomorfisme. Al-Asy’ari berpendapat bahwa Allah SWT mempunyai mata, muka, tangan, dan sebagainya, seperti disebut dalam Alquran. Akan tetapi, tidak diketahui bagaimana bentuknya.
Keenam, pembahasan tentang dosa besar. Orang Mukmin yang berdosa besar tetap dianggap Mukmin selama masih beriman kepada Allah SWT dan rasul-Nya. Ia hanya digolongkan sebagai orang fasik (durhaka). Tentang dosa besar, itu diserahkan kepada Allah SWT, apakah akan diampuni atau tidak.
Ketujuh, keadilan Allah SWT. Allah SWT adalah pencipta seluruh alam. Dia memiliki kehendak mutlak terhadap ciptaan-Nya. Karena itu, Ia dapat berbuat sekehendak-Nya. Ia dapat saja memasukkan seluruh manusia ke dalam surga, sebaliknya dapat pula memasukkan seluruh manusia ke dalam neraka.

Muktazilah
Konsep ketuhanan dalam ajaran Muktazilah dituangkan dalam doktrin at-Tauhid. Ajaran pertama Muktazilah ini berarti meyakini sepenuhnya bahwa hanya Allah SWT yang Maha Esa.
Dia merupakan Zat yang unik, tidak ada yang serupa dengan-Nya. Golongan Muktazilah menganggap konsep tauhid mereka paling murni.
Dalam mempertahankan paham keesaan Allah SWT, golongan Muktazilah menafikan segala sifat sehingga mereka sering juga disebut dengan golongan Nafy as-Sifat. Yang mereka maksudkan dengan peniadaan sifat-sifat Tuhan adalah Tuhan tidak mempunyai sifat yang berdiri di luar Zat-nya. Karena itu, Tuhan dapat membawa pada adanya yang kadim, selain Tuhan.
Konsep tauhid Muktazilah ini membawa pada penolakan paham antropomorfisme. Tuhan bagi mereka tidak boleh dipersamakan dengan makhluk-Nya, seperti mempunyai tangan dan muka.
Karena itu, ayat-ayat yang menggambarkan Tuhan mempunyai bentuk fisik (ayat-ayat tajassum) harus ditakwilkan sedemikian rupa. Paham ini juga menolak pendapat yang mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala di akhirat nanti.
Paham keadilan Tuhan dalam ajaran Muktazilah membawa pada pengertian bahwa Tuhan wajib berlaku adil dan mustahil bagi Dia berbuat zalim kepada hamba-Nya. Maksudnya, Tuhan wajib berbuat baik, bahkan yang terbaik bagi manusia.
Di antaranya, Tuhan tidak boleh memberi beban yang terlalu berat kepada manusia, Tuhan wajib mengirimkan rasul dan nabi-nabi untuk menuntun kehidupan manusia di muka bumi, serta Tuhan wajib memberikan daya pada manusia agar dapat mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Menurut kaum Muktazilah, Tuhan wajib menepati janji-Nya memasukkan orang Mukmin ke dalam surga serta menepati ancamannya mencampakkan orang kafir dan orang berdosa besar ke dalam neraka.
Meskipun Tuhan sanggup memasukkan orang berdosa besar ke dalam surga dan menjerumuskan orang Mukmin ke dalam neraka, Tuhan mustahil melakukan itu karena bertentangan dengan keadilan-Nya.

Jabbariyah
Menurut paham Jabbariyah, manusia tidak mempunyai kekuasaan dan kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Sebaliknya, manusia terikat dan tunduk kepada kemahakuasaan dan kehendak mutlak Tuhan.
Dengan demikian, dalam paham mereka, manusia itu dipaksa oleh kemahakuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Manusia tidak mempunyai daya, melainkan serba terpaksa dalam perbuatannya. Ia tidak mempunyai kekuasaan, kehendak, dan kebebasan memilih.

Ahlus Sunah wal Jamaah
Dalam Ensiklopedia Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve, disebutkan bahwa Ahlusunnah wal Jamaah dinisbahkan kepada mereka yang berpegang kuat pada sunah Nabi Muhammad SAW. Kelompok ini merupakan kelompok mayoritas dalam masyarakat Islam. Lalu, siapa saja yang termasuk dalam kelompok Ahlusunnah wal Jamaah ini?
Banyak kalangan berpendapat, mereka yang termasuk dalam kelompok ini adalah para pengikut aliran teologi Asy’ariyah dan Maturidiyah. Paham-paham yang diajarkan kedua kelompok aliran ini dianggap berpegang kuat pada sunah Nabi SAW.
Pendiri dan para pengikutnya menerima hadis-hadis sahih tanpa memilih dan melakukan interpretasi. Dengan demikian, Ahlusunnah wal Jamaah ini muncul setelah adanya aliran teologi Asy’ariyah dan Maturidiyah. Namun, menurut sebagian pemikir, istilah ini telah digunakan sebelum adanya kedua aliran teologi tersebut.
Al-Asy’ari juga menyebut Ahlusunnah wal Jamaah sebagai Ahl Al-Hadis wa As-Sunnah (golongan yang berpegang pada hadis dan sunah) dalam kitabnya yang berjudul “Maqalat Al-Islamiyyin”.
Buku tersebut berisi aliran-aliran teologi dan pandangannya dalam Islam. Dalam kitabnya yang lain, “Al-Ibanah” (Penjelasan), golongan ini disebut Ahl Al-Haqq wa as-Sunnah (golongan yang  berpegang pada kebenaran dan sunah Nabi SAW).

Sumber : Republika.co.id

2 comments:

  1. Assalamu'alaiku. Salam kenal.
    Kupasanya mendalam juga.... Nice!

    ReplyDelete
    Replies
    1. wa'alaikum salam ,,
      salam kenal juga ya

      trimakasih sudah singgah d mari & sudah mau berkomentar ^_^
      hehehe

      Delete