Tuesday, 16 October 2012

Waspadalah Terhadap Kejang dan Sakit Kepala





Kejang pada anak atau orang dewasa tidak bisa dianggap enteng. Apalagi jika disertai sakit kepala hebat yang tak kunjung sembuh atau kelumpuhan tiba-tiba. Bisa jadi itu adalah gejala malformasi pembuluh darah arteri-vena pada otak.


Masyarakat awam menyebut kejang sebagai ayan. Ayan (epilepsi) dapat disebabkan kelainan listrik dalam sel otak, yang disebut epilepsi primer, atau akibat kelainan dalam otak, yang disebut epilepsi sekunder. Kelainan otak pemicu epilepsi sekunder itu dapat berupa kelainan pembentukan pembuluh darah penghubung pembuluh darah arteri dan vena di otak (arteriovenous malformation) atau karena tumor.


Dokter spesialis bedah saraf dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum dr Soetomo, Asra Al Fauzi, seusai seminar ”Neurovascular Update” di Manado, pertengahan September lalu, mengatakan, malformasi arteri-vena merupakan kasus jarang, hanya 5 persen dari kasus kelainan otak yang ditemukan. Namun, jika muncul, hal itu bisa menyebabkan kelumpuhan hingga kematian.


Meski kelainan terjadi sejak lahir, banyak gejalanya baru tampak ketika anak menginjak remaja atau dewasa.


Eka J Wahjoepramono, Ketua Tim Bedah Saraf Rumah Sakit Siloam yang juga Guru Besar Ilmu Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan, mengatakan, malformasi arteri-vena terjadi karena kelainan pada pembuluh kapiler yang menghubungkan pembuluh darah nadi (arteri) dan vena. Di pembuluh kapiler ini terjadi transfer oksigen dan nutrisi yang berguna bagi otak.


Sebenarnya kelainan ini dapat terjadi di bagian tubuh mana pun selama ada pembuluh darah arteri dan vena. Namun, malformasi pada pembuluh darah otak dan sumsum tulang belakang berdampak lebih fatal.


Dalam kondisi normal, jantung memompa darah yang kaya oksigen dan nutrisi ke otak melalui arteri. Darah lalu masuk pembuluh kapiler. Di sini, aliran darah melambat sehingga memungkinkan pelepasan oksigen ke jaringan sekitarnya. Selanjutnya, darah yang kandungan oksigennya berkurang dikirim ke jantung melalui vena.


Tanpa pembuluh kapiler


Pada penderita malformasi arteri-vena, darah dari arteri di otak langsung menuju vena tanpa melalui pembuluh kapiler. Peran pembuluh kapiler digantikan pembuluh darah abnormal yang disebut fistula. Pembuluh ini berukuran lebih besar dari pembuluh kapiler.


Di fistula, aliran darah menjadi sangat cepat. Ini berbahaya karena pelepasan oksigen jadi lebih sulit dilakukan. Aliran darah yang cepat juga membuat tekanan pada dinding pembuluh menjadi tinggi sehingga bisa menyebabkan pembuluh darah pecah dan timbul pendarahan.


Pecahnya pembuluh darah dikenal sebagai stroke. Umumnya stroke dipicu hipertensi. Namun, pendarahan pada otak juga bisa dipicu malformasi arteri-vena.


Pendarahan bisa merusak sel-sel otak. Tingkat kerusakan bergantung pada lokasi terjadinya malformasi arteri-vena.


Menurut Eka, diperkirakan 2 dari 100.000 orang menderita malformasi arteri-vena setiap tahun. Kelainan bawaan ini diyakini berlangsung sejak berkembangnya janin dalam kandungan. Penyebab terjadinya malformasi belum diketahui secara pasti.


”Ibu yang menderita malformasi arteri-vena akan menurunkan 18 persen risiko malformasi kepada anaknya,” kata Asra. Namun, jumlah kasus malformasi arteri-vena yang terungkap sangat sedikit. Rendahnya pemahaman masyarakat dan sulitnya proses deteksi membuat banyak penderita malformasi tak mendapat perawatan semestinya.


Pengenalan gejala malformasi arteri-vena perlu dilakukan. Meski demikian, mereka yang memiliki gejala malformasi arteri-vena, seperti kejang, pendarahan dalam tulang tengkorak, atau sakit kepala tak kunjung sembuh meski sudah diobati, tidak perlu langsung khawatir. Diperlukan pemeriksaan detail oleh dokter untuk memastikan penyebab gejala itu.


Deteksi malformasi yang sering dilakukan adalah menggunakan magnetic resonance imaging (MRI).


Terapi


Untuk mencegah agar tidak terjadi stroke dan meningkatkan kualitas hidup penderita, setidaknya ada tiga pilihan tindakan, yaitu bedah mikro, embolisasi endovaskular, dan radiasi pisau gamma.


Bedah mikro cocok digunakan untuk mengangkat jaringan tak normal berukuran lebih dari 4 sentimeter (cm) dan posisinya berada di permukaan otak.


Jika diameter jaringan tak normal kurang dari 4 cm dan posisinya di dalam otak atau di antara belahan otak, pengangkatan sebaiknya dilakukan dengan radiasi pisau gamma. Teknik ini dilakukan dengan memasukkan radioaktif cobalt pada jaringan yang tidak normal.


Pengobatan lain adalah embolisasi endovaskular. Teknik ini dilakukan dengan memasukkan partikel-partikel embolan, mirip dengan lem, yang akan membeku saat masuk pembuluh darah. Partikel embolan dimasukkan menggunakan kateter hingga mendekati posisi jaringan yang tak normal.


Embolisasi endovaskular dipilih jika jaringan tak normal tersebar luas, bahkan mencapai separuh otak. Terapi ini tak menyembuhkan, tetapi dapat mengurangi risiko. Penyumbatan dengan embolan akan mengurangi risiko pendarahan otak.


Eka menyatakan, teknik yang digunakan untuk mencegah stroke terkadang merupakan kombinasi dari dua teknik berbeda. Pada penggunaan pisau gamma, jaringan tak normal yang diradiasi baru hilang setelah 3-4 tahun sejak dilakukan penyinaran. Untuk mencegah pecahnya pembuluh darah pada selang waktu itu, dokter biasanya juga melakukan embolisasi.


Makin dini malformasi arteri-vena pada otak dideteksi, makin tinggi tingkat keberhasilan penanganannya. Harapan bagi penderita untuk hidup normal pun terbuka lebar.




0 comments:

Post a Comment