Saturday 14 May 2011

Dualisme Otak : Otak Berkembang searah Dengan Perkembangan Bahasa Tulis






          Apa sebabnya ? orang Mesir, sebagaimana orang Arab pada umumnya, membaca gambar dari kanan ke kiri, seperti mereka membaca tulisan Arab!

          Orang Arab membaca dan menulis dari kanan ke kiri. Sementara orang Jepang dan Cina membaca tulisan secara vertical (atas ke bawah atau sebaliknya). Kita di Indonesia, sebagaimana orang Eropa dan Amerika, membaca tulisan dari kiri ke kanan. Mengapa bisa begitu ? mungkin saja factor kebudayaan, tetapi beberapa penelitian menemukan bahwa kebiasaan itu berkait erat dengan kerja otak. Otak, rupa-rupanya, berkembang searah dengan perkembangan bahasa tulis.
          Beberapa peneliti melaporkan bahwa orang Jepang yang cedera otak kirinya, terutama pada bagian lobus temporal dan lobus parietoccipital, kehilangan kemampuan untuk memproses huruf-huruf berjenis Kana (huruf yang mirip dengan huruf alfabetis).
          Sebaliknya, orang Jepang yang rusak otak kanannya kesulitan membaca huruf Kanji (huruf pictograf yang berbentuk gambar-gambar).

          Huruf-huruf Kana diproses di otak kiri, huruf-huruf Kanji diproses di otak kanan. Memang betul, salah satu perbedaan otak kiri dan otak kanan adalah kemampuan mereka menyimpan informasi dalam bentuk huruf (phonetic script) dan bentuk gambar (pictograph script).
          Seorang dokter yang pernah memenangi hadiah Nobel Kedokteran tahun 1981, Sir Roger Walcott Sperry, menemukan bahwa terdapat perbedaan yang mencolok antara otak kiri dan otak kanan.
          Penemuan Sperry itu mengilhami Dr. Betty Edward. Ia memulai sebuah model pendidikan dengan optimalisasi dua otak manusia. Salah satunya, seperti dilaporkan dalam proyek Athena di MIR (Massachusset Institutte of Technologi), masa kini adalah masa yang mengantar tulisan manusia dari huruf ke gambar. Dengan computer, kebudayaan manusia akan beralih ke kebudayaan gambar. Dan itu berarti pula terjadi perubahan besar-besaran dalam cara berfikir, cara belajar, dan termasuk model pendidikan.
          Istilah orak kiri-otak kanan juga telah dipakai secara simbolis. Seorang ahli menejemen dan kepemimpinan, Stephen Covey, menggunakan istila itu untuk menyebut karakteristik orang Barat yang terlalu mengandalkan rasio. Ia menyebutnya “dunia otak kiri”. Dunia seperti ini mengandalkan kata-kata dan logika. Potret dunia Barat adalah rasio. Rasionalisme menjadi ukuran ideal bagi seorang cerdik pandai.
          Bila orang-orang Yunani mengidealkan manusia dengan tiga dimensi kemampuan (fisik yang sehat dan segar, pikiran yang cerdas dan perilaku yang bijak dan bajik). Atau orang Romawi yang mengidolakan lelaki pemberani, atau juga orang-orang Islam yang mengidolakan manusia yang berijtihad fi sabilillah, maka orang barat menjadikan orang dengan IQ yang bagus (terutama kemampuan matematis dan bahasa) sebagai manusia ideal.


           Perkembangan mutakhir dalam metode belajar juga menggunakan metode ganda otak itu. Metode quantum atau metode quantum learning berpijak pada prosedur dua belah otak.
          Untuk menjadi pintar, otak kanan harus diberikan “pekerjaan” sebagaimana yang biasa diberikan  pada otak kiri. Bedanya, kalau “pekerjaan” otak kiri berkaitan erat dengan kata-kata dan bahasa, maka “pekerjaan” otak kanan berkaitan erat dengan musik, gambar dan warna warni. Agar informasi masuk secara baik dan bertahan lama diotak, maka informasi itu harus dikemas dalam bentuk tulisan dan gambar-gambar yang berwarna-warni.
          Pikiran harus ditata sedemikian rupa sehingga informasi itu memiliki semacam “peta pikiran”. Ruangan kelas juga disulap menjadi ruangan yang santai dengan nuansa musik yang lembut sehingga menghasilkan rasa “sersan” (serius dan santai) dalam belajar. Mendengarkan musik merupakan pekerjaan otak kanan, musik dapat membuat otak kanan tidak berdiam diri dan tidak mengganggu pekerjaan otak kiri. Dalam belajar, sebaiknya diberikan pekerjaan bersamaan supaya tidak saling mengganggu.
          Singkatnya, dualisme otak kiri-otak kanan itu telah menjadi wacana menarik. Tidak saja untuk kepentingan ilmiah, tetapi juga menjadi semacam terapi terhadap “kebodohan” dan ketidakmampuan berpikir. Tidak heran, penemuan otak kanan itu menjadi semacam penemuan sebuah “dunia yang hilang” (The Lost World).
          Lebih dari itu, dualisme otak telah membagi dunia (dalam arti geografis dan cultural) kedalam dua kelompok yang bertentangan; otak kiri untuk orang-orang Barat dan otrak kanan untuk orang-orang dibelahan Timur bumi. Orang-orang Barat itu lebih rasional, sedangkan orang-orang Timur lebih intuitif. Gejala-gejala akhir-akhir ini justru menampakkan perkembangan menarik. Orang-orang Barat yang rasionalis itu mulai menjadi intuitif dan mistis, sementara orang-orang Timur makin menjadi rasional. Bagi dua belah pihak, “dunia yang hilang” itu akan segera ditemukan.

Sumber : Taufiq Pasiak. Revolusi IQ/EQ/SQ: Antara Neurosains dan Al-Qur’an. Mizan Media Utama. Bandung: 2002.

0 comments:

Post a Comment