Wednesday 8 June 2011

Siapa Yang Menciptakan Tuhan ?


Orang-orang yang tidak menghidupkan dimensi spiritualnya terkadang bertanya: Jika Tuhan menciptakan segala sesuatu, lalu siapa yang menciptakan Tuhan? Nabi berkata: “suatu hari nanti akan ada orang yang duduk dengan bersila dan bertanya; “Jika Tuhan menciptakan segala sesuatu, siapa yang menciptakan Tuhan?”.
Paling banter, pertanyaan ini didasarkan pada asumsi hubungan “sebab-akibat”. Segala sesuatu dapat dianggap sebagai akibat atau efek dan dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang pada gilirannya dihubungkan lagi dengan penyebab sebelumnya, dan demikian seterusnya.vakan tetapi, kita harus ingat bahwa sebab adalah hanya sebuah hipotesis, sebab ia tidak mempunyai eksistensi yang objektif. Semua yang eksis secara objektif adalah sekuen dari lingkungan yang seringkali (tetapi tak selalui) diulang. Jika hipotesis itu diterapkan untuk eksistensi, kita tidak dapat menemukan pencipta dari penyebab pertama, karena sikap pencipta pasti diciptakan ileh pencipta yang mendahuluinya. Hasilnya adalah rangkaian pencipta yang tiada akhir.

Pencipta mesti Satu dan Berdiri Sendiri, tanpa ada yang menyerupainya. Jika ada wujud ciptaan “melahirkan” sesuatu, kemampuan tersebut diciptakan dalam wujud itu, karena hanya Pencipta yang Eksis dan Berdiri Sendiri. Hanya Pencipta yang sesungguhnya menciptakan dan menentukan penyebab-penyebab yang mungkin dan akibat-akibat-nya untuk ciptaan-Nya. Oleh karena itu, kita berbicara mengenai Tuhan sebagai Pemelihara, yang memegang dan memberi kehidupan kepada semua ciptaan-Nya. Semua penyebab berawal dari Diri-Nya, dan semua efek berakhir dalam Diri-Nya. Ciptaan adalah 0 yang tidak pernah menambahkan sesuatu apa pun, kecali Tuhan yang memberinya nilai yang riil atau eksistensi riil dengan menempatkan “1” positif di depan “0”.

Dalam dunia eksistensi, apa yang kita sebut sebab dan akibat tidak mempunyai pengaruh langsung atau independen. Kita mungkin harus menggunakan kata itu untuk memahami bagaimana bagian dari ciptaan dibuat dapat dipahami untuk kita dan tersedia untuk kita gunakan. Tetapi bahkan hal ini justru menegaskan ketergantungan kita kepada Tuhan dan pertanggungjawaban kita dihadapan-Nya. Tuhan tidak memerlukan sebab dan kaibat untuk menciptakan; kitalah yang perlu sebab dan akibat untuk memahami apa yang Dia ciptakan.

M. Fethullah Gulen.Memadukan Akal dan Kalbu dalam Beriman.Murai kencana.Jakarta: 2002.

0 comments:

Post a Comment