Kota Kairo dibangun pada tahun 17
Sya’ban 358 H/969 M oleh panglima perang Dinasti Fathimiah yang beraliran
Syi’ah, Jawhar Al-Siqili, atas Khalifah Fathimiah, Al-Mu’izz Lidinillah
(953-975 M), sebagai ibukota kerajaan tersebut. Bentuk kota ini hamper merupakan
segi empat. Disekelilingnya dibangun pagar tembok besar dan tinggi, yang sampai
sekarang masih ditemui peninggalannya. Pagar tembok ini memanjang dari Masjid
Ibn Thulun sampai ke Qal’at Al-Jabal, memanjang dari Jabal Al-Muqattam sampai
ke tepi sungai Nil. Daerah-daerah yang dilalui dinding ini sekarang disebut Al-Husainiyah, Bab Al-Luk, Syibra dan Ahya Bulaq.
Wilayah kekuasan dinsti Fathimiah
meliputi Afrika Utara, Sicilia, dan Syiria. Berdirinya kota Kairo sebagai
ibukota kerajaan dinasti ini membuat Baghdad menadapt saingan. Setelah
pembangunan kota Kairo rampung lengkap dengan istananya, Al-Siqili mendirikan
masjid Al-Azhar, 17 Ramadhan 359 H (970 M). masjid ini berkembang menjadi
sebuah universitas besar yang sampai sekarang masih berdiri megah. Nama
Al-Azhar di ambil dari Al-Zahra’, julukan Fathimiah, putri Nabi Muhammad SAW
dan istri Ali bin Abi Thalib, Imam pertama Syi’ah.
Kota yang teletak di tepi sungai Nil ini
mengalami tiga kali masa kejayaan, yaitu pada masa dinasti Fathimiah, dinasti
Shalah Al-Din Al-Ayyubi dan dibawah Baybars dan Al-Nashir ada dinasti Mamalik. Periode Fathimiah dimulai dengan Al-‘Aziz. Al-Mu’izz Lidinillah
dan ‘Aziz (975-996 M) di Mesir dapat disejajarkan dengan Harun Al-Rasyid dan
Al-Ma’mun di Baghdad. Selama pemerintahan Al-Mu’izz dan tiga orang pengganti
pertamanya, seni dan ilmu mengalami kemajuan besar.
Al-Mu’izz melaksanakan tiga kebijaksanaan besar, yaitu pembaharuan
dalam bidang administrasi, pembangunan ekonomi, dan toleransi beragama (juga
aliran). Dalam bidang administrasi, ia mengangkat seorang wazir (menteri) untuk
melaksanakan tugas-tugas kenegaraan. Dalam bidang ekonomi, ia memberi gaji
khusus kepada tentara, personalia istana, dan pejabat pemerintahan lainnya. Dalam
bidang agama, di Mesir diadakan empat lembaga peradilan, dua untuk mazhab
Syi’ah dan dua untuk mazhab Sunni. Al-‘Aziz kemudian mengadakan program baru
dengan mendirikan masjid-masjid, istana, jembatan, dan kanal-kanal baru. Pada
masa Aziz Billah dan Hakim Biamrillah, terdapat seorang mahaguru bernama Ibn
Yunus yang menemukan pendulum dan ukuran waktu dengan ayunannya. Karyanya Zij al-Akbar al-Hakimi diterjemahkan ke
dalam berbagai bahasa. Dia meninggal pada tahun 1009 M dan penemuan-penemuannya
diteruskan oleh Ibn Al-Nabdi (1040) dan Hasan Ibn Haitham, seorang astronom dan
ahli optika. Yang disebut terakhir menemukan sinar cahaya datang dari objek ke
mata dan bukan keluar dari mata lalu mengenai benda luar.
Pada masa pemerintahan Al-Hakim (996-1021 M), didirikan Bait al-Hikmah, terinspirasi dari
lembaga yang sama yang didirikan oleh Al-Ma’mun di Baghdad. Dilembaga ini
banyak sekali koleksi-koleksi buku. Lembaga ini juga merupakan pusat pengkajian
astronomi, kedokteran, dan ajaran-ajaran Islam terutama Syi’ah.
Pada masa-masa selanjutnya, dinasti Fathimiah mulai mendapat
ganguan-gangguan politik. Akan tetapi, Kairo tetap menjadi sebuah kota besar
dan penting. Ketika jayanya, Kairo terdapat kurang lebih 20.000 toko milik
khalifah, penuh dengan barang-barang dari dalam dan luar negeri. Khalifah-khalifah,
tempat-tempat pemandian, dan sarana umum lainnya banyak sekali didirikan oleh
penguasa. Istana khalifah dihuni oleh 30.000 orang, 12.000 diantaranya adalah
pembantu, 1.000 pengawal berkuda.
Dinasti Fathimiah ditumbangkan oleh dinasti Ayyubiah yang
didirikan oleh Shalah Al-Din, seorang pahlawan Islam terkenal dalam perang
salib. Ia tetap mempertahankan lembaga-lembaga ilmiah yang didirikan oleh
dinasti Fathimiah tetapi mengubah orientasi keagamaannya dari Syi’ah kepada
Sunni. Ia juga mendirikan lembaga-lembaga ilmiah baru, terutama masjid yang
dilengkapi dengan tempat belajar teologi dan hukum. Karya-karya ilmiah yang
muncul pada masanya dan sesudahnya adalah kamus-kamus biografi, kompendium
sejarah, manual hukum, dan komentar-komentar teologi. Ilmu kedokteran diajarkan
di rumah-rumah sakit. Prestasinya yang
lain adalah didirikannya sebuah rumah sakit bagi orang yang cacat pikiran.
Kekuasaan Ayyubiah di Mesir diambil alih oleh dinasti Mamalik. Dinasti
ini mampu mempertahankan pusat kekuasaannya dari serangan bangsa Mongol dan
mengalahkan tentara Mongol itu di Ayn Jalut di bwah pimpinan Baybars. Meskipun
bukan sultan yang pertama, Baybars
(1260-1277 M) dapat dikatakan sebagai pendiri sebenranya dinasti ini.
Sebagaimana Shalah Al-Din, ia juga pahlawan Islam terkenal dalam perang salib. Pada
masa itu, Kairo menjadi satu-satunya pusat peradaban Islam yang selamat dari
serangan Mongol. Oleh karenanya, Kairo menjadi pusat peradaban dan kebudayaan
Islam terpenting. Baybars memugar bangunan-bangunan kota, merenovasi Al-Azhar,
dan pada tahun 1261 M mengundang keturunan Abbasiyah untuk melanjutkan khilafahnya
di Kairo. Dengan demikian, prestise kota ini semakin menanjak. Banyak bangunan
didirikan dengan arsitektur yang indah-indah pada masanya dan masa-masa
kekuasaan dinasti Mamalik berikutnya. Kejayaan dinasti Mamalik memang
berlangsung agak lama. Pada tahun 1517 M, dinasti ini dikalahkan oleh kerajaan
Usmani yang berpusat di Turki dan sejak itu Kairo hanya menjadi ibu kota
provinsi dari kerajaan Usmani tersebut.
Sumber
:
Dr. Badri Yatim, M.A.”Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II”.PT Raja Grafindo
Persada.Jakarta:2008.
Terima kasih jazakallah atas ilmu kutipannya
ReplyDelete