Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam
masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai
hidupnya. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara
terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta
pula kepercayaannya, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup
bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia. Sementara itu, Soerjono
Soekanto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi
diri terhadap persoalan penilaian. Sosiologi tidak menetapkan ke arah mana
sesuatu seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjuk-petunjuk yang
menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut.
Di dalam ilmu ini juga dibahas tentang proses-proses sosial mengingat bahwa
pengetahuan perihal struktur masyarakat saja belum cukup untuk memperoleh
gambaran yang nyata mengenai kehidupan bersama dari manusia.
Dari dua definisi tersebut terlihat bahwa sosiologi adalah suatu
ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur,
lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Dengan ilmu
ini suatu fenomena sosial dapat dianalisis dengan faktor-faktor yang mendorong
terjadinya hubungan, mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan yang mendasari
terjadinya proses tersebut.
Selanjutnya, sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu
pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak
bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat
apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi. Dalam agama Islam dapat
dijumpai peristiwa Nabi Yusuf yang dahulu budak lalu akhirnya bisa jadi
penguasa Mesir. Mengapa dalam melaksanakan tugasnya Nabi Musa harus dibantu
oleh Nabi Harun, dan masih banyak lagi contoh yang lain. Beberapa peristiwa
tersebut baru dapat dijawab dan sekaligus dapat ditemukan hikmahnya dengan
bantuan ilmu sosial. Tanpa ilmu sosial peristiwa-peristiwa tersebut sulit
dijelaskan dan sulit pula dipahami maksudnya. Di sinilah letaknya sosiologi
sebagai salah satu alat dalam memahami ajaran agama.
Pentingnya pendekatan sosiologi dalam memahami agama sebagaimana
disebutkan di atas, dapat dipahami, karena banyak sekali ajaran agama yang
berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah
sosial ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu-ilmu sosial sebagai
alat untuk memahami agamanya. Dalam bukunya berjudul Islam Alternatif, Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa
besarnya perhatian agama yang dalam hal ini Islam terhadap masalah sosial,
dengan mengajukan lima alasan sebagai berikut:
Pertama,
dalam al-qur’an atau kitab-kitab
hadis, proporsi terbesar keduan sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah. Menurut Ayatullah Khomaeni
dalam bukunya Ial-Hukumah al-Islamiyah yang
dikutip Jalaluddin Rahmat, dikemukakan bahwa perbandingan antara ayat-ayat
ibadah dan ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah satu berbanding
seratus--untuk untuk satu ayat ibadah, ada seratus ayat muamalah (masalah sosial),. Ciri-ciri orang mukmin sebagaimana
disebutkan dalam surat Al-Mukminun ayat 1-9 misalnya adalah orang yang
shalatnya khusyu’, menghindarkan diri dari perbuatan yang tidak bermanfaat,
menjaga amanat dan janjinya dan dapat menjaga kehormatannya dari perbuatan
maksiat.
Kedua,
bahwa ditekankannya masalah muamalah
(sosial) dalam Islam ialah adanya kenyatan bahwa bila urusan ibadah bersamaan
waktunya dengan urusan muamalah yang
penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan tentu bukan
ditinggalkan), melainkan dengan tetap dikerjakan sebagaimana mestinya.
Ketiga,
bahwa ibadah yang mengandung segi
kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat perseorangan.
Karena itu shalat yang dilakukan secara berjama’ah dinilai lebih tinggi
nilainya daripada shalat yang dikerjakan sendirian (munfarid) dengan ukuran satu berbanding duapuluh tujuh derajat.
Keempat,
dalam Islam terdapat ketentuan bila
urusan ibadah dilakukan tidak empurna atau batal, karena melanggar pantangan
tertentu, maka kifaratnya (tebusannya)
ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial. Bila puasa
tidak mampu dilakukan misalnya, jalan keluarnya adalah dengan membayar fidyah dalam bentuk memberi makan bagi
orang miskin. Bila suami istri bercampur siang hari di bulan Ramadhan atau
ketika istri dalam keadaan haid, tebusannya adalah memberi makan kepada orang
miskin. Dalam hadis qudsi dinyatakan bahwa salah satu tanda orang yang diterima
shalatnya adalah orang yang menyantuni orang-orang lemah, menyayangi orang
miskin, anak yatim, janda dan yang mendapat musibah.
Kelima, dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang
kemasyarakatan mendapat ganjaran yang lebih besar daripada ibadah sunnah. Dalam
hubungan ini kita misalnya membaca hadis yang artinya sebagai beriktu.
“Orang
yang bekerja keras untuk menyantuni janda dan orang miskin, adalah seperti
pejuang di jalan Allah (atau aku kira beliau berkata) dan seperti orang yang
terus menerus salat malam dan terus menerus berpuasa”.
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis yang lain, Rasululla saw menyatakan sebagai berikut.
“Maukah
kamu aku beritahukan derajat apa yang lebih utama daripada shalat, puasa dan
sadaqah (sahabat menjawab), tentu. Yaitu mendamaikan dua pihak yang
bertengkar”.
(HR. Abu Daud, Turmudzi dan Ibn Hibban)
Melalui pendekatan sosiologis agama akan dapat dipahami dengan
mudah, karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial. Dalam
al-qur’an misalnya kita jumpai ayat-ayat berkenaan dengan hubungan manusia
dengan manusia lainnya, sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kemakmuran
suatu bangsa, dan sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kesengsaraan. Semua
itu jelas baru dapat dijelaskan apabila yang memahaminya mengetahui sejarah
sosial pada saat ajaran agama itu diturunkan.
Sumber :
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pers. 2010.
0 comments:
Post a Comment