Istilah tenis (tennis) pertama kali muncul dalam syair gubahan
John Gower di tahun 1399, dan tokoh-tokoh dalam karya Chaucer sudah bicara
tentang bermain raker dalam tahun 1380. Court tennis (juga disebut real tennis)
atau tenis ruangan sudah ada sejak Abad Pertengahan.
Atlet besar dalam permainan ini, Henry VIII, sangat memujanya.
Dulu court tennis adalah permainan yang dimainkan dalam ruangan berbentuk
persegi panjang tidak simetris berlantai semen, beratap miring, dengan beberapa
jendela pada dinding yang ikut berperan dalam permainan, menggunakan bola
keras, dan alat pemukul yang bentuknya lebih mirip centong nasi.
Sistem skor yang aneh pada lawan tennis (tenis lapangan rumput
atau tenis lapangan terbuka) jelas menyontek court tennis. Walaupun lawan
tennis menggunakan sistem per lima belas poin, sistem skor yang dahulu dipakai
sedikit berbeda dari sistem skor modem. Tiap kemenangan dalam satu game
dihargai dengan lima belas poin (jika pada tenis modem progres poin adalah
15-30-40-game, pada court tennis progres poin adalah 15-30-45-game). Alih-alih
tiga atau lima set sekarang yang masing-masing terdiri atas enam game,
pertandingan court tennis dahulu dimainkan dalam enam set yang masing-masing
terdiri atas empat game.
Teori yang paling bisa diterima untuk menerangkan sistem skor
aneh itu adalah sistem tersebut mencerminkan gejala keranjingan orang Eropa
kala itu terhadap astronomi, khususnya sekstan, alat ukur dengan busur 60
derajat (satu per enam lingkaran). Tentu saja, satu perenam lingkaran sama
dengan 60 derajat (angka poin dalam saw game). Karena pemenang hams memenangkan
enam set yang masing-masing terdiri atas empat game, atau 24 poin, dan tiap
poin memiliki nilai 15 poin, pertandingan berakhir setelah pemenang berhasil
"menyelesaikan" lingkaran penuh yaitu 360 derajat (24 x 15).
Tulisan-tulisan karya Antonio Scaino, orang Italia, menunjukkan
bahwa sistem skor sekstan diterapkan dengan mantap setidaknya sejak tahun 1555.
Ketika skor sebuah game menjadi sama (seri) sesudah enam poin dalam tenis
modern, kita menyebutnya deuce—di abad keenam belas orang Italia sudah memiliki
padanannya yaitu a due (artinya, pemain memerlukan dua poin lagi untuk menang).
Namun, dalam perjalanannya, progres poin yang geometris dalam tiap game tidak
dipakai lagi, meskipun perubahannya tidak banyak. Apabila sebelumnya poin
ketiga disebut 45, poin itu berubah menjadi 40. Menurut Official Encyclopedia
of Tennis, perubahan dari 45 menjadi 40 mungkin sekali hanya untuk memudahkan penyebutan
oleh wasit, sebab sebutan forty dengan mudah dapat dibedakan dari angka yang
lain.
Barangkali, perubahan sistem skor yang paling besar selama abad
kedua puluh adalah tie breaker. The U. S. Tennis Association untuk kawasan
tengah, pada tahun 1968 pernah bereksperimen dengan sudden-death play-off, yang
untuk pertama kali dalam sejarah tenis modern memungkinkan seorang pemain yang
memenangkan seluruh game kehilangan satu set di saat terakhir. Tenis
profesional menerapkan tie breaker pada tahun 1970 dan sampai saat ini masih
digunakan di hampir semua tumamen.
Sumber : Kaskus
0 comments:
Post a Comment