Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Actinopterygii
Ordo: Anguilliformes
Subordo
Anguilloidei
Anguilloidei
Nemichthyoidei
Congroidei
Synaphobranchoidei
Mungkin anda akan merasa jijik
melihatnya. Itulah yang biasa dialami orang ketika melihat ikan sidat alias
anguilla. Badannya yang pipih memanjang sekilas mirip belut. Cuma, kalau lebih
ditelisik, kepalanya ternyata berbeda. Bentuknya lebih mirip ikan lele yang
ber-sungut dua. Ngerinya, pada umur setahun, bentuknya tak berbeda dengan ular.
Panjangnya bisa mencapai 2-3 meter. Di Indonesia ikan ini dikenal dengan
berbagai nama menurut bahasa daerah. Orang Betawi menyebutnya Moa, orang
Sulawesi menyebutnya Sogili, orang Sunda menyebutnya Lubang, sementara ada juga
yang menyebutnya Massapi. Dalam bahasa Indonesia ikan ini disebut ikan Sidat.
Ikan sidat mempunyai banyak
keunggulan. Konon, tekstur dagingnya yang lembut mampu menyembuhkan berbagai
penyakit, terutama penyakit kulit. Di Jepang dan Eropa, sidat digemari karena
memiliki kandungan protein, terutama vitamin A. Kandungan vitamin A sidat 45
kali lipat dari kandungan vitamin A susu sapi. Kandungan vitamin B1 sidat
setara dengan 25 kali lipat kandungan vitamin B1 susu sapi. Kandungan vitamin
B2 sidat sama dengan 5 kali lipat kandungan vitamin B2 susu sapi. Dibanding
ikan salmon, sidat mengandung DHA (Decosahexaenoic acid, zat wajib untuk
pertumbuhan anak) sebanyak 1.337 mg/100 gram sementara ikan salmon hanya 748
mg/100 gram.
Sidat memiliki kandungan EPA (Eicosapentaenoic
Acid) sebesar 742 mg/100 gram sementara salmon hanya 492 mg/100 gram. Masih
banyak lagi kandungan zat ajaib yang terkandung dalam tubuh sidat. Tak heran,
di Eropa, Amerika, Taiwan, dan Jepang, konsumsi ikan sidat cukup tinggi.
Lihatlah pasar ikan sidat sekarang.
Kebutuhan dunia akan sidat saat ini sekitar 300.000 ton. Dan, khusus di Jepang,
permintaannya mencapai 120.000 ton per tahun. Memang, Negeri Matahari Terbit
juga membiakkan ikan jenis ini. Hanya, kini 75% di antaranya kudu diimpor
lantaran benih di perairan Jepang kian menurun. Hebatnya lagi, dari 18 spesies
sidat di dunia, tujuh di antaranya ada di Indonesia. Malah, diduga, nenek
moyang ikan mirip belut ini berasal dari perairan Sulawesi.
Makan ikan sidat atau dikenal dengan
Unagi, bukanlah makanan biasa, tetapi termasuk termahal di resetoran Jepang
sehingga bila kita dijamu dengan hidangan makanan tersebut, menunjukkan kita
sebagai tamu terhormat. Unagi merupakan suguhan makanan bagi pertemuan
pembisnis besar dan terkenal atau tokoh tokoh penting . Karenanya yang terlibat
dalam bisnis sidat disana adalah perusahaan besar multi nasional seperti
Mitsui, Marubeni, Ssasakawa dan lainnya dan perusahaan ini baru mau bekerjasama
bila kita mampu memasok kontrak diatas 5.000 ton pertahun .
Indonesia hingga saat ini belum mampu
berbuat, walau ada 3 wilayah khusus di perairan kita sebagai tempat
pengembangan telur ikan sidat yaitu Poso, Sorong Barat dan Pelabuhan Ratu.
Ikan yang menjadi santapan kalangan
elite di Jepang ini kini semakin diminati pebisnis di Indonesia. Apalagi dengan
terbukanya pasar ekspor sidat ke negara-negara Asia Timur (Taiwan, Korea
Selatan, dan Jepang). Kini, permintaan sidat sangat tinggi baik di pasar lokal
maupun pasar internasional. Sayangnya permintaan yang sangat tinggi tidak
diimbangi oleh ketersediaan pasokan. Beberapa supermarket besar di Jakarta
masing-masing membutuhkan sidat segar 3 ton perbulan sementara yang terpenuhi
baru 10 persennya, inipun pasokannya tidak kontinyu. Ini belum terhitung
kebutuhan restoran dan perusahaan-perusahaan pengolah hasil perikanan.
Di Indonesia, keberadaan ikan ini
gencar disosialisasikan oleh Agromania dengan mengadakan berbagai kegiatan
seperti pelatihan, seminar, dan workshop bekerja sama dengan Kementrian
Kelautan dan Perikanan Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Tambak Pandu
Karawang.
Sumber : Kaskus
0 comments:
Post a Comment