JAKARTA
- Terlalu banyak mitos menyesatkan yang kadung berkembang di kalangan
masyarakat mengenai flu, diare dan 'penyakit musiman' lainnya. Misalnya,
cuaca yang sulit diprediksi pada musim hujan kerap dipandang sebagai penyebab
anaknya sakit seperti flu dan diare, serta dianggap hal biasa. Padahal penyebab
sakit tersebut adalah kuman dan jika dianggap hal biasa dapat berdampak
panjang.
Penelitian
yang dilakukan oleh London School of Hygiene and Tropical Medicine (LSHTM) untuk
Lifebuoy menunjukkan pemahaman umum masih dominan diyakini para ibu. Antara
lain, 100 persen ibu percaya bahwa pada saat musim hujan infeksi penyakit akan
lebih parah. Musim hujan berarti kemungkinan terkena penyakit menjadi dua kali
lebih besar.
Selain
itu 93 persen Ibu percaya bahwa keadaan cuaca yang tidak menentu pada saat
musim hujan akan berpengaruh pada kesehatan anak mereka. Ibu percaya bahwa
kondisi tubuh anak mereka tidak bisa beradaptasi pada cuaca yang tidak menentu.
Berdasarkan
fakta kesehatan menunjukkan tingginya kadar air di udara serta keadaan langit
yang mendung pada saat musim hujan membuat kuman penyebab penyakit lebih cepat
tumbuh dan lebih banyak berkembang biak. Akibat kuman yang lebih cepat
berevolusi telah membuat masalah kesehatan meningkat.
Penelitian
LSHTM menemukan 2 dari 3 (76.6 persen) anak usia sekolah dasar (5-15 tahun)
mengalami sakit harian setiap dua bulan sekali. ISPA adalah penyakit harian
yang kerap dialami oleh masyarakat setiap dua bulan sekali yaitu 36.2
persen dari total prevalensi per infeksi.
Menurut
dokter ahli mikrobiologi FKUI, dr Fera Ibrahim dalam kampanye Lifebuoy Berita
Sehat di Jakarta, Senin (2/7/2012) mengemukakan Infeksi Saluran
Pernapasan Atas (ISPA) kerap ditemukan sepanjang tahun dan meningkat pada musim
hujan. Diare dan muntah dapat menjadi gejala yang dijumpai pada kasus
influenza.
Senada,
Ketua Bidang Kesehatan Ibu dan Anak PB IDI dan Staf Ahli Menko Kesra, dr
Rachmat Sentika memaparkan bahwa per hari dalam satu bangsal yang berisi 50
pasien, hampir 80 persen pasien adalah pasien deman dengan 50 persen
diantaranya saat di rontgen thorax-nya sering ditemukan bronchitis.
Bila
orang tua menganggap biasa penyakit yang dialami anak seperti Infeksi Saluran
Pernapasan (ISPA), maka itu akan mengakibatkan komplikasi penyakit yang lebih
parah diantaranya sinusitis dan bronchitis.
Hal
tersebut terjadi akibat pertahanan lokal tubuh melemah karena terlalu seringnya
terinfeksi. Bila pertahanan lokal melemah, kuman dapat menembus ke organ lebih
dalam seperti rongga sinus dan masuk ke bronchus.
Anak-anak
memiliki kemungkinan untuk mengidap penyakit bronchitis yang sama besar dengan
orang dewasa. Jika bronchitis yang dialami kronis, ini akan beresiko pada
kardiovaskular serta lebih banyak lagi penyakit dan infeksi pada paru-paru yang
lebih serius.
"Sinusitis
dan bronchitis memerlukan waktu yang lebih lama dalam pengobatannya. Dalam
kurun waktu tertentu, penderitanya diharuskan untuk mengkonsumsi obat secara
terus-menerus agar dapat sembuh total," papar dr Bahdar T Johan, SpPD,
dokter spesialis penyakit dalam di Rumah Sakit Premiere Bintaro.
Menurut
R. Fera Ibrahim, diare yang berulang mempengaruhi pertumbuhan dan konsentrasi
anak, pada yang kronik dapat terjadi malnutrisi, sedangkan Diare yang berulang
mempengaruhi pertumbuhan dan konsentrasi anak, pada yang kronik dapat terjadi
malnutrisi.
Perlu
adanya tindakan preventif untuk menghadapi kuman yang berevolusi. Upaya
pencegahan bisa dilakukan dengan mudah dan murah yakni dengan melakukan Cuci
Tangan Pakai Sabun (CTPS). Namun hanya 1% ibu di Indonesia yang memahami bahwa
CTPS dapat mencegah penyebaran penyakit.
"Akibat
tidak memiliki informasi mengenai upaya mencegah terjadinya masalah kesehatan
membuat Ibu lebih percaya pada pemahaman umum yang telah lama beredar dan
dipercayai oleh masyarakat umum," papar Rachmad.
0 comments:
Post a Comment