Wednesday, 10 August 2011

Dua Macam Tawakal


  1.  Tawakal kepada-Nya untuk mendapatkan kebutuhan seorang hamba dan keduniaannya, atau menolak segala hal yang tidak disenangi maupun musibah dunianya.
  2. Tawakal untuk mencapai apa yang disenangi dari Iman, keyakinan, jihad dan berda’wah kepadanya.

Antara dua tawakal itu terdapat bebepara keutamaan yang hanya Allah Yang Maha Mengetahuinya. Selama seorang hamba bertawakal kepada-Nya dengan sunguh-sungguh, sesuai dengan tawakal nomor dua, maka macam tawakal pertama akan dicukupi dengan sempurna. Apabila ia bertawakal sesuai dengan nomor pertama, maka akan dicukupi juga, namun akibatnya bukan kepada apa yang disenangi dan diridhai.

Tawakal yang paling utama adalah tawakal tentang hidayah, lantas memurnikan tauhid, mengikuti Rasulullah, berjihad melawan ahlul batil. Dan inilah tawakal para Rasul dan pengikutnya yang setia.

Terkadang tawakal itu dilaksanakan dalam keadaan terpaksa dan minta perlindungan, sekiranya seorang hamba tidak menjumpai tempat perlindungan kecuali harus bertawakal. Sebagaimana segala sarana telah kandas dan jiwa telah melemah, serta ia mengira bahwa tempat perlindungan tiada lagi kecuali kepada Allah. Hal ini uga akan mendapat kemudahan dan akan dibuka pintu keberhasilan.

Terkadang tawakal seseorang dalam keadaan tidak terpaksa. Tawakal sedemikian ini dengan adanya beberapa sarana yang akan membuat seseorang bias menggapai cita-cita. Apabila sarana itu masih diperintahkan, maka tidak layak ditinggalkan. Apabila ia telah menjalankan sarana lalu tidak bertawakal, maka tidak layak baginya mengerjakan hal itu. Sebab, tawakal itu wajib dengan kesepakatan umat dan nash Al-Quran.

Jadi, wajib menjalankan keduanya, dan tidak boleh dipisahkan. Apabila sebab itu diharamkan, maka haram pula jika dijalankan. Dalam hal tawakal, sebab ini menyatu. Jadi, tiada sebab kecuali Allah. Sesungguhnya tawakal adalah sebab paling kokoh dalam mencapai cita-cita dan menghindari apa yang tidak disukai. Bahkan ia sebagai sebab yang paling kuat.

Rahasia tawakal dan hakikatnya adalah hati selalu berpegang kepada Allah semata. Maka tidak berbahaya menjalankan sebab, sedang hati tidak berpegang kepada Allah. Begitu juga tidak berguna perkataannya: “Aku bertawakal kepada Allah”, akan tetapi masih berpegang kepada selain-Nya. Lalu hatinya condong kepadanya dan percaya kepadanya. Tawakal yang dikatakan  lidah adalah satu hal, dan tawakal dengan hati adalah hal lain. Sebagaiman taubat lidah dan hatinya masih terus menjalankan. Juga sesuatu masalah dan taubat hati, sekalipun tidak dikatakan dalam lidah adalah satu masalah. Jadi, perkataan seorang hamba: “Aku bertawakal kepada Allah” dan hatinya kosong, maka sama saja dengan perkataannya: “Aku bertaubat kepada Allah” dan ia masih tetap menjalankan kemaksiatan.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah.Memetik Manfaat Al-Qur’an. Daar Al Yaqiin li An Nasyar wa At Tauzii’, Mesir, Al Manshur.2000.

0 comments:

Post a Comment