Manusia itu mempunyai dua kekuatan, yaitu:
1. Kekuatan ilmiyah, nadhariyah.
2. Kekuaatan praktisi dan iradi.
Kebahagiaan yang mutlak bagi manusia itu terserah atas kesempurnaan dua kekuatan yang berada dalam dirinya,, baik yang bersifat ilmiah maupun iradiyah (amaliah). Kesempurnaan kekuatan ilmiah ini dapat ditempuh dengan makrifat kepada pencipta-Nya, makrifat kepada nama-nama-Nya, sifat-Nya, mengetahui jalan yang menuju kepada-Nya, mengetahui beberapa hambatan yang ada padanya, lalu mengenali diri dan aibnya sendiri.
Makrifat yang lima, sebagaimana telah disebutkan di atas, bias menyempurnakan kekuatan ilmiah. Manusia paling alim adalah mereka yang paling mengerti dan paling memahami lima sifat tersebut. Kesempurnaan iradi dan ilmiah dimaksud tidak akan bias tercapai, kecuali dengan memelihara hak Allah terhadap hamba. Lalu bias melaksanakannya secara ikhlas, jujur, mau member nasehat, berbuat baik, dan setelah itu menyaksikan beberapa nikmat yang telah Allah berikan kepadanya. Lalu mau melihat kepada sikap keteledoran dirinya (intropeksi) untuk menunaikan hak-Nya. Lalu ia merasa malu untuk menghadap kepada-Nya dengan pelayanan yang serba kurang itu.
Dengan demikian, kesepnurnaan kekuatan manusia tidak akan bias tercapai, kecuali dengan menempuh beberapa hal di atas, dan hal itu telah terkumpul dalam diri manusia tersebut. Sesungguhnya kekuatan yang dimaksud telah terkandung dalam surat Al-Fatihah, lalu ditertibkan secara baik.
Sebagaimana Allah swt berfirman:
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai di hari Pembalasan. (Al-Fatihah, 2-4)
Ayat-ayaat tersebut telah mengandung dasar permulaan dari makrifat kepada Allah. Yaitu makrifat terhadap asma (nama) dan sifat serta perbuatan-Nya.
Nama-nama Allah swt tersebut dalam ayat di atas merupakan pokok dari asmaul husna. Yaitu nama Allah Ar-Rabb, Ar-Rahman dan sebagainya.
Nama-nama Allah yang dimaksud mengandung arti Rububiyah. Disamping itu, nama-nama Allah yang dimaksud juga mengandung arti Uluhiyah. Adapun perinciannya adalah bahwa nama Ar-Rabb mengandung arti Rububiyah. Sedangkan nama Allah, Ar-Rahman, mengandung arti sifat Yang Maha Baik, konsisten dan berbuat segala sesuatu yang bersifat memberikan pertolongan. Dan makna nama-Nya yang dimaksud hanya beraviliasi dengan segala sesuatu yang baik pula.
Sebagaimana Allas swt berfirman:
Hanya Engkaulah yang kami sembah[6], dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. (Al-Fatihah, 5)
Ayat tersbut mengandung makrifat untuk mengetahui jalan menuju kepada-Nya. Dan tiada jalan yang bias mengarah kepada-Nya kecuali dengan menempuh ibadah yang murni hanya untuk-Nya. Yaitu, dengan menjalankan apa yang diperintahkan-Nya. Setelah itu meminta pertolongan untuk dapat beribadah kepada-Nya. Sebagaimana dituntunkan di dalam firman-Nya:
Tunjukkan kepada kami jalan yang lurus. (Al-Fatihah, 6)
Ayat tersebut mengandung pengertian, bahwa seseorang tidak akan bisa mencapai kebahagiaan, kecuali dengan mengikuti jalan-Nya yang lurus; dan tidak akan mampu untuk berpijak kepada ajaran yang lurus, kecuali mendapat sinar petunjuk-Nya. Sebagaimana Allah swt berfirman:
Bukan jalan orang-orang yang Engkau benci, dan juga bukan jalan orang-orang yang telah tersesat. (Al-Fatihah, 7)
Ayat tersebut menjelaskan mengenai dua jalan yang menyimpang, yakni jalan kesesatan dan telah menyimpang dari jalan yang lurus. Berpihak kepada salah satu jalan yang menyimpang tersebut, berarti berpihak kepada kesesatan dan kebinasaan. Dimana ia berarti kerusakan ilmu dan itikad. Demikan pula ketika seseorang berpihak pada jalan kesesatan yang lain, maka berarti mengantarkan dirinya untuk dimurkai oleh Allah swt. Sebabnya adalah adanya noda dalam niat dan amal perbuatan yang dilakukan.
Dalam surat Al-Fatihah, pada permulaannya mengandung rahmat, pada pertengahannya mengandung hidayah dan pada bagian akhirnya mengandung nikmat. Sementara bagian atas seorang hamba atau suatu nikmat itu terserah pada sinar hidayah yang ia terima. Sedangkan bagian hidayah atas seorang hamba terserah pada bagian rahmat-Nya. Jadi, seluruhnya itu berkisar pada rahmat dan nikmat yang diberikan oleh-Nya.
Nikmat dan rahmat termasuk unsur lazim di dalam sifat Rububiyah. Yang karenanya, Allah pasti Maha Belas Kasih dan Maha Memberi nikmat, dimana hal itu termasuk seuatu keharusan bagi sifat Uluhiyah-Nya. Allah adalah Rabb Yang Maha Benar, sekalioun diingkari dan disebutkan oleh kaum musyrik sebagai memiliki sekutu.
Barangsiapa yang merealisir pengertian surat Al-Fatihah pada dirinya, baik itu secara ilmu, makrifat, amal, dan juga terhadao keadaan diri (hal), maka sungguh ia telah mendapatkan bagian yang sempurna. Lau ibadahnya termasuk ibadah orang khusus, yang derajatnya telah terangkat dari kebanyakan orang awam yang ahli ibadah.
Wallaahul Musta’aan.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah.Memetik Manfaat Al-Qur’an. Daar Al Yaqiin li An Nasyar wa At Tauzii’, Mesir, Al Manshur.2000.
0 comments:
Post a Comment