Tuesday 9 August 2011

Syarat Memanfaatkan Iman dan Ilmu


Kenikmatan Iman dan ilmu ini tidak bisa dimanfaatkan kecuali orang yang telah mengetahui dirinya, lalu mengetahui batasnya dan berhenti disitu, lalu tidak melewati batas terhadap apa yang diluar kemampuannya, dan tidak berkata; ini milikku, tetapi berkeyakinan ini adalah milik Allah, dari Allah dan dengan Allah. Ia merasa mendapatkan kenikmatan ini bukan dari suatu sebab, dan tidak merasa memilikinya lalu nikmat-nikmat itu membuat dirinya bertambah merendah seolah orang yang tidak merasa dirinya memiliki kebaikan, dan sesungguhnya kebaikannya hanya dimiliki oleh Allah, dan daripada-Nya dan dengan-Nya, lalu ia berbiacara dengan kenikmatan tersebut dengan penuh merendah.

Apabila nikmat baru datang kepada seorang hamba, maka ia bertambah bersyukur, lalu merendah, khusu’, cinta, takut, dan berharap. Ini karena dilandasi dua ilmu yang mulia; ilmu tentang Rabbnya, kesempurnaan-Nya, kebaikan-Nya, kecukupan-Nya, kelomaan-Nya, dan rahmat-Nya, dan sesungguhnya kebaikan disisi-Nya, dan ia milik-Nya dan akan diberikan kepada orang yang dikehendaki. Ialah yang memiliki pujaan atas ini dan inilah pujaan yang termulia dan paling sempurna.  Lantas ilmunya tentang dirinya (ia kenal akan kedudukan dirinya) lalu berhenti pada batasnya, dan mengerti bahwa dirinya penuh dengan kedzaliman dan kebodohan.

Ia merasa bahwa dirinya belum memiliki kebaikan sama sekali, kebaikan yang menjadi miliknya tidak ada, atau daripadanya juga tidak. Jadi ia merasa dirinya tidak ada, begitu juga sifat dan kesempurnaannya dianggap tiada, tiada sesuatu yang lebih hina atau lebih memiliki kekurangan daripadanya,  jadi kebaikan yang ada hanya tumbuh dari dirinya belaka bukan atas usahanya.

Apabila dua ilmu itu telah menjadi karakter bukan sekedar di lidah, maka ia akan mengetahui bahwa pujaan secara keseluruhan adalah dimiliki oleh Allah, dan sesungguhnya seluruh persoalan milik-Nya, dan seluruh kebaikan di sisi-Nya dan ialah yang berhak terhadap pujaan bukan dirinya dan dirinya ini layak mendapat celaan. Barangsiapa yang tidak tahkik dalam hal ini atau dengan dua ilmu ini, maka perkataan dan perbuatan atau keadaannya akan bermacam-macam, lalu jatuh kesuatu kesesatan dan tidak bisa mendapat jalan perunjuk ke yang bisa mengantarkan kepada Allah.

Jadi seorang hamba bisa usul kalau telah mentahkik dua ilmu itu dan hubungan akan terputus dengan Allah bila tidak mengerti dua ilmu itu. Dan inilah perkataan mereka; Barangsiapa yang mengenali dirinya akan mengenal kepada Rabbnya.

Sesungguhnya barangsiapa yang mengetahui dirinya dengan kebodohan, penganiayaan, aib, kekurangan, kebutuhan, kehinaan, kemiskinan, dan tiada, maka akan mengenal Rabbnya dengan sifat lawannya, lalu ia bisa membatasi dirinya dan tidak akan melewati batas, lalu memuji kepada Rabbnya, lalu akan timbul cinta, takut, harapan dan selalu kembali kepada-Nya, dan bertawakal kepada-Nya. Lantas Allah akan dijakdikan sebagai Rabb yang paling disenangi paling ditakuti,  dan diharapkan, dan inilah hakikat ubudiyah.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah.Memetik Manfaat Al-Qur’an. Daar Al Yaqiin li An Nasyar wa At Tauzii’, Mesir, Al Manshur.2000.

0 comments:

Post a Comment