Friday, 11 May 2012

Belajar Jujur dari Semut




“Hingga ketika mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut, ‘Wahai semut-semut! Masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari’.”
(An-Naml [27]: 18)

Ayat di atas menerangkan, semut memiliki seorang pemimpin yang punya kepedulian sosial tinggi untuk menyelamatkan rakyatnya dari bahaya. Ia tidak hanya memikirkan dirinya sendiri ketikda ada bahaya mendekati koloninya. 

Ayat tersebut juga menjelaskan, hewan ini memiliki ketajaman indera dan sikapnya yang sangat hati-hati, terutama terhadap bahaya. Tidak hanya itu, etos kerjanya juga sangat tinggi. Dengan kesabaran dan juga kekompakannya, mereka bisa membangun sarang yang besar dan kuat sebagai tempat perlindungan dari mara bahaya. Ini mereka lakukan sepanjang hari dan malam, kecuali malam-malam gelap saat bulan tidak memancarkan sinarnya. 

Solidaritas yang terbangun dalam koloni ini juga tinggi. Bila salah satu dari mereka menemukan makanan, ia akan minta tolong teman-temannya membawa makanan tersebut ke sarangnya. Bahkan menurut Ibnu Qayyim dalam ktiabnya Syi’ful ‘Alil fii Masa’il al-Qadha’ wal Qadar wal Hikmah wat Ta’til, ia memanggil teman-temannya hingga tiga kali. Jumlah semut yang terkumpul tergantung pada besar dan kualitas makanan tersebut. 

Bila makanan tersebut berupa biji-bijian, mereka akan memecah belah. Mutawalli Sya’rawi dalam tafsirnya menulis, “Ini merupakan suatu keajaiban dimana anda tidak menemukan dalam sarang semut beberapa biji-bijian yang telah terbelah-belah agar tidak tumbuh. Para ilmuan menemukan ada satu biji yang dibelah menjadi empat yaitu biji ketumbar. Kalau biji ketumbar ini dibelah dua, maka setiap bagian masuh bisa tumbuh, akan tetapi semut-semut tersebut membelah biji ketumbar menjadi empat bagian agar tidak bisa tumbuh. Karena jika biji tersebut tumbuh, ia akan menutup sarang mereka. Oleh sebab itulah, semut menyimpan biji-bijian tersebut sampai mereka bisa memakannya pada saat musim dingin tiba. Maha Suci Allah yang telah memberikan pengetahuan ini pada semut-semut tersebut, (Tafisr Sya’rawi tentang surat An-Naml [27] 18).

Bila makanan sudah didapat, mereka akan membaginya secara adil sesuai dengan fungsi masing-masing. Menariknya, mereka bekerja secara sistematis dalam menyelesaikan masalah. Dengan kemurahan hati, mereka tidak pernah berebut dan merasa yang paling berhak dibanding lainnya. 

Ketika Ibnu Taimiyah mendapat cerita dari Ibnul Qoyyim mengenai kehidupan semut, ia berkata, “Sesungguhnya semut diciptakan Allah dengan watak jujur dan mencela kebohongan.” (kitab Syifa’ul ‘Alif). 

Bahkan dalam sebuah hadis disebutkan, koloni hewan ini juga merupakan umat yang selalu bertasbih kepada Allah. Rasulullah SAW bersabda: “Ada semut yang menggigit seorang Nabi dari Nabi-nabi terdahulu, lalu Nabi itu memerintahkan agar membakar sarang semut-semut itu. Maka kemudian Allah mewahyukan kepadanya, firman-Nya: “Hanya karena gigitan seekor semut, maka kamu telah membakar suatu kaum yang bertasbih”. (Riwayat Bukhari).

Semoga kita bisa belajar dari kejujuran semut.

Sumber : Hidayatullah

0 comments:

Post a Comment