Friday 25 May 2012

Pendekatan Historis dalam Memahami Agama



Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut. 

Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis. 

Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan ini, Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang dalam hal ini Islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia memperlajari al-qur’an, ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan al-qur’an itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep dan bagian kedua, berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan. 

Dalam bagian pertama yang berisi konsep-konsep, kita mendapati banyak sekali istilah al-qur’an yang merujuk kepada pengertian-pengertian normatif yang khusus, doktrin-doktrin etik, aturan-aturan legal, dan ajaran-ajaran keagamaan pada umumnya. Istilah-istilah atau singkatnya pernyataan-pernyataan itu mungkin diangkat dari konsep-konsep yang telah dikenal oleh masyarakat Arab pada waktu al-qur’an diturunkan atau bisa jadi merupakan istilah-istilah baru yang dibentuk untuk mendukung adanya konsep-konsep religius yang ingin diperkenalkannya. Yang jelas, istilah-istilah itu kemudian diintegrasikan dalam pandangan dunia al-qur’an, dan dengan demikian lalu menjadi konsep-konsep yang otentik. 

Dalam bagian pertama ini kita mengenal banyak sekali konsep, baik yang bersifat abstrak maupun konkret. Konsep tentang Allah, konsep tentang malaikat, tentang akhirat, tentang ma’ruf, munkar dan sebagainya aadalah konsep-konsep yang abstark.  Sementara itu juga ditunjukkan konsep-konsep yang lebih menunjuk kepada fenomena konkret dan dapat diamati (observable), misalnya konsep tentang fuqara (orang-orang fakir), dhu’afa (orang lemah), mustadl’afin (kelas tertindas), zhalimun (para tiran), aghniya (orang kaya), mustakbirun (penguasa), mufasidun (koruptor-koruptor), dan sebagainya. 

Selanjutnya, jika pada bagian yang berisi konsep-konsep al-qur’an bermaksud membentuk pemahaman yang komprehensif mengenai nilai-nilai Islam, maka pada bagian kedua yang berisi kisah-kisah dan perumpamaan, al-qur’an ingin mengajak dilakukannya perenungan untuk memperoleh hikmah. Melalui kontemplasi terhadap kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa historis dan juga melalui kiasan-kiasan yang berisi hikmah tersembunyi, manusia dapat merenungkan hakikat dan makna kehidupan. Banyak sekali ayat yang berisi ajakan semacam ini, tersirat maupun tersurat, baik menyangkut hikmah historis maupun menyangkut simbol-simbol. Misalnya simbol tentang rapuhnya rumah laba-laba, tentang luruhnya sehelai daun yang tak lepas dari pengamatan Tuhan atau tentang keganasan samudera yang menyebabkan orang-orang kafir berdoa. 

Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena pemahaman demikian itu akan menyesatkan orang yang memahaminya. Seseorang yang ingin memahami al-qur’an secara benar misalnya, yang bersangkutan harus mempelajari sejarah turunnya al-qur’an. Dengan ilmu asbabun nuzul ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan ditujukan untuk memelihara syariat dari kekeliruan memahaminya.

Sumber :
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pers. 2010.

0 comments:

Post a Comment