Mengapa kita mencintai rasa manis? Kembali ke jaman berburu,
gula--biasanya dalam bentuk madu--merupakan komoditi berharga mahal. Rasa manis
menyatakan pada jika makanan tersebut aman dan layak dikonsumsi, sementara rasa
pahit pada makanan menandakan jika ada kandungan berbahaya atau bahkan racun.
Fakta yang mendukung, tubuh kita ternyata secara genetik
diprogram untuk menyukai makanan manis. Ilmuwan baru-baru ini menemukan
reseptor rasa manis khusus sangat unik dalam tubuh manusia dan bahkan gen
khusus untuk rasa manis.
Bayi baru lahir pun akan menjilat semua yang terasa manis, dan
terlepas dari konsepsi salah jika gula membuat anak-anak menjadi hiperkatif,
gula berpengaruh pada kadar serotonin pada otak sesungguhnya malah menciptakan
efek menenangkan. Dan sendok teh gula bermanfaat lebih banyak daripada
obat-obatan; yakni dari penelitian menunjukkan gula beraksi seperti pengurang
rasa sakit pada bayi.
Itulah sebab anak-anak menyenangi rasa manis jauh lebih tinggi
ketimbang orang dewasa. Sebagaimana manusia berkembang dewasa, jumlah gula yang
diasup menjadi berbeda-beda tergantung pada usia, latar belakang etnis dan
pengalaman hidup.
Terlalu Banyak tak pernah Baik
Saati ini yang terjadi, kita menambah gula ke dalam makanan jauh
lebih tinggi dari pada leluhur kita. Orang Amerika kini mengonsumsi gula lebih
dari 23 sendok teh setiap hari, terutama dalam minuman bergula seperti soft
drink. Itu berarti menambah lebih dari 400 kalori setiap hari.
Itulah masalahnya, mengonsumsi minuman bergula secara berlebih
juga meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler. Hal itu pun baru saja
dipublikasikan oleh Universitas Kalifornia setelah membandingkan kadar
trigliserida darah setiap relawan. Meski saat itu riset belum memasukkan faktor
kafein dan juga tidak menyebutkan kondisi kesehatan relawan sebelum penelitian,
mungkin hasil studi tak dapat dijadikan patokan. Paling tidak itu menjadi hal
yang tengah dikaji para ahli secara menyeluruh
Apakah anda pecandu gula?
Sesungguhnya pertanyaan tersebut agak selip, karena seorang tak
bisa secara psikologis mengalami kecanduan gula. Manusia dapat sangat intens
mengonsumsi gula dan makanan manis, namun itu bukan kebiasaan berdasar
psikologis. Konsumsi gula sangat tinggi, menurut ahli, lebih disebabkan budaya,
dan kencenderungan sosial serta individu.
Kunci untuk mengatur makanan bergula--seperti halnya makanan
lain--ialah tak berlebihan. Mengawasi kapan dan mengapa anda makan yang
manis-manis dapat mengontrol kebiasaan dan menurunkan asupan gula anda.
Menjinakkan Gen Manis Anda
Ini sangat membantu mengetahui dari mana gula dalam tubuh anda
berasa. Perhatikan apa yang anda makan; tambahan gula tidak seharusnya
berkontribusi sebesar gula dari sumber alami. Jika iya, ada beberapa cara untuk
mencapai keseimbangan gula lebih baik seperti yang dituturkan oleh Belly Bytes.
Baca label dengan seksama. Pilihlah makanan dengan kadar gula
paling sedikit (empat gram gula setara satu sendok teh). Waspadai sugar dalam
bentuk tak terelakkan seperti dalam selai, saus salad, bumbu-bumbu penyedap
rasa, dan pilih air mineral atau minuman tanpa gula ketimbang soft drink.
Batasi jus hanya satu atau dua setengah cangkir saji perhari.
Cermati nama lain gula. Cari dalam bentuk: gula beet, brown
sugar, cane sugar, sirup jagung, dekstrosa, evaporated cane juice,
high-fructose corn syrup, madu, maltodextrin, molasses, sukrosa, dan gula
tubinado.
Jangan makan gula ketika anda lapar. Sebagai ganti, nikmati
makanan manis setelah makan (perlakukan seperti pencuci mulut) dan nikmati
dalam jumlah kecil, akan membuat kita sedikit tergoda.
Jangan sangkal diri anda, sebagai ganti tidak mengonsumsi gula
sama sekali, kurangilah jumlahnya. Ambil setengah dari jumlah yang biasa anda
konsumsi sehingga anda tak harus menderita.
Sumber : Republika.co.id
0 comments:
Post a Comment