Kalau asumsinya perang dilapangan luas Bubat
atau yang sering disebut “Perang Bubat” antara Kerajaan Majapahit dengan
Kerajaan Sunda Galuh ini benar-benar terjadi, semua pihak harus menerimanya
secara elegan bahwa ini adalah bagian dari peristiwa sejarah yang harus
dihormati keberadaanya. Tidak seharusnya dijadikan sentimen kesukuan, dan
terlalu picik bila ini dipandang sebagai dendam kesukuan, tidak ada kaitannya,
karena ini adalah proses sejarah yang bisa jadi menentukan keberadadaan bangsa
Indonesia masa kini.
Banyak terdapat informasi penting sebenarnya
dari Kitab Kidung Sunda kalau kita analisia, kitab ini merupakan salah satu
sumber referensi penguat adanya perang Bubat selain kitab Pararaton, walau kitab
resmi kerajaan Majapahit yaitu kitab Negarakertagama, yang sama sekali tidak
menyinggung peristiwa besar itu.
Pupuh I dari kitab kidung Sunda disebutkan
nama raja kerajaan Majapahit yaitu Hayam Wuruk, nama Hayam Wuruk ini diangkat
juga oleh kitab Pararaton, inilah kaitannya dan kenapa dikatakan bahwa kitab
Kidung Sunda dan Pararaton adalah 2 kitab saling menguatkan yaitu dalam
peristiwa perang Bubat. Teramat aneh kalau masyarakat menerima sebutan raja
Majapahit Sri Rajasanagara dengan Hayam Wuruk, Hayam adalah kata dalam bahasa
Sunda yang mempunyai arti Ayam, sedang Wuruk sama kata dalam bahasa Sunda yang
mempunyai arti jago lebih kearah jagoan kelahi. Inilah hebatnya yang
mempromosikan kitab Pararaton sehingga nama Hayam Wuruk seolah-olah benar nama
sebutan atau panggilan dan tidak tanggung-tanggung nama seorang raja besar
kerajaan Majapahit. Bahkan pemerintah pun mengakui sebutan itu.
Informasi lainnya seperti hal-hal yang
mustahil, tidak masuk logika dan berbau mistis, seperti petikan ini:
"Maka beliau (red-Gajah Mada)
mengenakan segala upakara (perlengkapan) upacara dan melakukan yoga samadi.
Setelah itu beliau menghilang (moksa) tak terlihat menuju ketiadaan (niskala)”
Kitab Kidung Sunda dilihat dari seluruh isinya
berupa narasi untuk sebuah kisah, lebih kearah fiksi fantasi artinya ada
hayalan imaginer dari si pembuat atas peristiwa yang diceritakan . Tentu saja
kebenaran sejarah untuk narasi seperti ini sangat diragukan bisa jadi tidak ada
nilai sejarahnya, bisa jadi pula bawa perang Bubat ini hanyalah rekayasa
mengikuti cerita sebelumnya, karena kitab Kidung Sunda ini diterbitan setelah
kitab pertama yang memuat kejadian serupa mengenai perang Bubat diterbitkan
terlebih dahulu yaitu kitab Pararaton.
Baiklah dalam hal initidak diperdalam lebih
lanjut mengenai keaslian, kebenaran atau kepalsuan dari kitab Kidung Sunda dan
Pararaton, tetapi lebih fokus menganalisa isi yang disampaikan oleh kitab
Kidung Sunda mengenai kejadian perng Bubat, mari perhatikan petikan dari kitab
Kidung Sunda:
Petikan sebagian kitab Kidung Sunda (terjemahan) Pupuh I :
“ Maka Madhu kembali ke Majapahit membawa surat balasan raja
Sunda dan memberi tahu kedatangan mereka. Tak lama kemudian mereka bertolak
disertai banyak sekali iringan. Ada dua ratus kapal kecil dan jumlah totalnya adalah
2.000 kapal, berikut kapal-kapal kecil. Kapal jung. Ada kemungkinan rombongan
orang Sunda menaiki kapal semacam ini. Namun ketika mereka naik kapal,
terlihatlah pratanda buruk. Kapal yang dinaiki Raja, Ratu dan Putri Sunda
adalah sebuah “jung Tatar (Mongolia/Cina) seperti banyak dipakai semenjak
perang Wijaya.” (bait 1. 43a.)”.
Informasi penting yang diperoleh dari sebagian
petikan kitab Kidung Sunda diatas salah satunya yaitu mengenai jumlah armada
rombongan dari Kerajaan Sunda Galuh, yang terdiri dari 200 buah kapal ukuran
kecil, jumlah total armada itu sekitar 2.000 buah perahu terdiri dari sebagian
besar jumlah kapal dalam ukuran besar ditambah 200 kapal dalam ukuran kecil.
Hitungan matematis sederhana, kalau dimisalkan
1 buah perahu rata-rata memuat atau membawa awak 10 orang, berarti jumlah
rombongan sekitar 20.000 orang, ini jumlah yang terlalu over dosis atau
berlebihan untuk sebuah acara perkawinan. Bayangkan lagi kalau muatannya dalam
1 buah perahu minimal mengangkut rata-rata awak 20 orang, berarti jumlah
rombongan bisa mencapai sekitar 40.000 orang, dan itu juga bukan jumlah
sedikit, jumlah itu cukup untuk sebuah rencana menggempur atau menyerang suatu
negara atau kerajaan lain pada saat itu.
Perjalanan berlayar dari tanah Sunda ke tanah
Jawa ujung timur dengan memakai perahu-perahu, pasti bukanlah jenis perahu
kecil-kecil yang digunakan. Perahu-perahu ini mestinya harus bisa memuat jumlah
personil atau awak perahu lebih dari 30 orang dalam 1 buah perahu, kalau
dihitung lagi dan dijumlahkan dari rata-rata 1 buah perahu memuat awak 30
orang, maka total jumlah orang akan mencapai jumlah kisaran lebih dari 60.000
orang, jumlah yang cukup fantastis dan ideal untuk sebuah rencana penyerangan,
sekaligus membumihanguskan kerajaan seperti Majapahit yang notabene mereka
sedang sibuk melakukan invasi ke luar wilayah kerajaannya.
Teknologi maritim atau tehnologi pembuatan
perahu, lalu kemudian disesuaikan dengan keberadaan kerjaan Sunda Galuh yang
masa perdamainya ratusan tahun lamanya, tentunya pembuatan perahu dan tehnologi
akan sangat dimungkinkan, bisa jadi hasil membeli dari negara lain seperti yang
diungkapkan bahwa perahu-perahu besar yang digunakan mirip dengan perahu-perahu
tentara Mongol waktu menyerang kerajaan Kediri masa pemerintahan Jayakatwang,
terlebih punya hubungan kedekatan sejarah dengan kerajaan Sriwijaya yang
terkenal mempunyai teknologi maritim yang unggul, ditambah lagi pendanaan yang
cukup untuk membeli atau membuat kapal atau perahu sejumlah itu.
Tradisi Jawa atau dimana pun dalam pernikahan,
laki-laki yang harus datang ke tempat si calon istri, bukan malah sebaliknya.
Seandainya raja Sunda Galuh dan pasukannya pada kisah kitab Kidung Sunda itu
dikatakan merasa terhina sebagai alasan untuk berperang pada saat itu, dengan
diceritakan bahwa mereka harus dan diminta takluk secara militer oleh Gajah
Mada, maka secara logika akal sehat sebenarnya itu tidak mungkin, kalau
alasanya seperti itu, artinya dari awal dia sudah menghinakan diri dengan
datang mengantar sang putri Citraresmi sebagai calon istri raja Majapahit Hayam
Wuruk (atau Sri Rajasanegara), kisah ini paradoks tentunya, tidak bisa
diterima. Walau pun mungkin pada daerah-daerah tertentu atau kondisi khusus ada
yang seperti itu yaitu si pihak calon istri yang datang ke pihak laki-laki tapi
itu tidak bisa disebut kebenaran umum.
Dalam kitab Kidung Sunda itu pula dibahas
tentang Gajah Mada yang disalahkan oleh para seniornya (para penguasa Wilayah
Daha dan Kahuripan) dikeraton kerajaan Majapahit yang merpakan paman Hayam
Wuruk, yaitu ketika berakhirnya perang Bubat, tapi mengapa dalam kitab kidung
Sunda dinyatakan bahwa diantara pimpinan Sunda Galuh termasuk rajanya yang
terbunuh, bahwa merekalah (para senior) yang melakukannya. Ketika peristiwa itu
berlangsung, suatu hal yang tidak singkron satu sama lain yaitu Hayam Wuruk
ikut serta dalam peperangan itu. Disini realistik juga, kelihatan jelas sisi
fantasi si pengarang, dalam kenyataan perang sesungguhnya siapapun bisa saling
membunuh tidak hanya pembesar dengan pembesar, prajurit biasa pun bisa membunuh
seorang raja, atau bisa jadi mereka tidak terbunuh langsung tapi karena terkena
panah atau tombak jarak jauh.
Walau pun ada sisi sentimentil dari Kidung
Sunda itu yang mengatakan Hayam Wuruk menyesalkan kematian Dyah Pitaloka atau
Citraresmi yang dikisahkan bunuh diri. Padahal kematian seperti itu bagi yang
sudah sering mengalami peperangan adalah sesuatu hal biasa apalagi ajaran yang
dianut memungkinkan si istri atau keluarga mengorbankan diri setelah suami atau
orang tuanya tiada, atau memang secara kemanusiaan walaupun perang adalah suatu
pilihan, melihat ribuan orang melayang jiwanya, tentunya sebagai kesatria
perang semua melakukan penghormatan kepada pihaknya sendiri ataupun pihak lawan
dengan rasa duka mendalam.
Dalam kitab Kidung Sunda juga dijelaskan ada
utusan dari Majapahit ke kerajaan Sunda Galuh, yang diceritakan dan diterangkan
membawa maksud dari raja Hayam Wuruk untuk melamar puteri kerajaan. Analisa
yang mungkin untuk kejadian atau saat peristiwa datangnya utusan dari Majapahit,
adalah bahwa utusan kerajaan Majapahit itu sebenarnya utusan kerajaan untuk
meminta raja Sunda Galuh untuk tunduk dan takluk dibawah kerajaan Majapahit,
pola utusan-utusan seperti itu hal biasa kalau salah satu kerajaan punya
keinginan untuk menaklukan kerajaan yang lainnya, semacam peringatan tidak
menyerang tiba-tiba tanpa alasan. Pada akhirnya kalau diterima berarti kedua
belah pihak berdamai dengan syarat-syarat ditentukan bersama, kalau sebaliknya
kedua belah pihak harus sudah mempersiapkan diri untuk memulai peperangan.
Seandainya perang itu sudah diniatkan oleh
Raja Sunda Galuh, pertanyaannya adalah mengapa pramesuri dan putri keraton ikut
serta. Hal ini mudah dijawab, karena asumsinya perjalanan panjang, sebuah
rencana operasi militer dari tanah Sunda ke Majapahit setidaknya memerlukan
waktu yang lama. Pastinya ada kapal-kapal utama yang nyaman untuk mereka,
dikapal-kapal besar sudah tentunya bisa untuk anggota keluarga kerajaan
melakukan kegiatan yang tidak terganggu oleh kondisi perjalan perang dari
prajurit-prajuritnya yang lain, bisa dibuat senyaman mungkin.
Keikutsertaan mereka dalam perjalanan
pertempuran adalah hal biasa, seperti halnya pasukan Mongol yang melakukan
perjalanan panjang (long march) ke negara lain, mereka sering membawa serta
keluarganya, sekaligus mereka bisa dimanfaatkan dalam persiapan upacara
keagamaan sebelum memulai peperangan dan lain sebagainya. Dalam waktu-waktu
tertentu bisa jadi untuk motifator bagi pasukan dan sang raja, menambah semangat
tempur prajuritnya.
Jumlah sekitar 2000 buah kapal adalah
kemegahan yang sangat luar bisa, masuk akal bagi kerajaan Sunda Galuh yang
hidup makmur dan besar secara luas wilayah kekuasaannya, ingin menunjukan
superioritas perekonomian dan kemampuan dana mereka. Pasukan besar yang
dipimpin raja Sunda Galuh itu merupakan hal wajar, gabungan dari koloninya,
daerah-daerah kerajaan bawahan kekuasan kerajaan Sunda Galuh pada waktu itu.
Jumlah itu merupakan jumlah pasukan tentara gabungan dan pasti ada keyakinan
dari mereka dapat mengalahkan pasukan tentara kerajaan Majapahit yang
kemungkinan sebagian besar pasukanya masih melakukan ekspedisi atau invasi
keluar wilayah ke negara atau kerajaan lainya.
Sumber sejarah lain yang menjadi pendukung
kisah terjadinya perang Bubat yaitu kitab Pararaton (kitab para raja), yang
salah satu petikan tentang peristiwa diantaranya :
"Orang Sunda akan mempersembahkan
puteri raja, tetapi tidak diperkenankan oleh bangsawan bangsawannya, mereka ini
sanggup gugur dimedan perang di Bubat, tak akan menyerah, akan mempertaruhkan
darahnya."
Petikan diatas memberikan informasi yaitu
adanya pemberitahuan dari Raja Sunda Galuh kepada para bangsawannya, tentang
pilihan penyerahan puteri raja sebagai persembahan bagi Raja Majapahit. Para
bangsawan menolak pilihan itu tadi, ini artinya teori rencana penyerahan atau
iring-iringan untuk mengantar sang puteri yang akan dinikahkan dengan raja
Majapahit Hayam Wuruk itu tidak pernah terjadi, yang ada adalah raja Sunda
Galuh beserta para pembesar kerajaanya sepakat untuk menyatakan perang terhadap
Majapahit. Kesimpulan yang bisa ditarik adalah bahwa peperangan ini sudah
direncanakan sebelumnya, sedang dipilih daerah Bubat adalah karena lokasi dan
pilihan strategi mereka yang sudah mereka tetapkan untuk menggempur atau menyerang
kerajaan Majapahit.
Petikan dari kitab Pararaton :
" Kesanggupan bangsawan bangsawan itu
mengalirkan darah, para terkemuka pada fihak Sunda yang bersemangat, yalah:
Larang Agung, Tuhan Sohan, Tuhan Gempong, Panji Melong, orang orang dari Tobong
Barang, Rangga Cahot, Tuhan Usus, Tuhan Sohan, Orang Pangulu, Orang Saja,
Rangga Kaweni, Orang Siring, Satrajali, Jagadsaja, semua rakyat Sunda bersorak.
Bercampur dengan bunyi bende, keriuhan sorak
tadi seperti guruh.
Sang Prabu Maharaja telah mendahului gugur,
jatuh bersama sama dengan Tuhan Usus.
Seri Baginda Parameswara menuju ke Bubat, ia
tidak tahu bahwa orang orang Sunda masih banyak yang belum gugur, bangsawan
bangsawan, mereka yang terkemuka lalu menyerang, orang Majapahit rusak.
Adapun yang mengadakan perlawanan dan
melakukan pembalasan, yalah: Arya Sentong, Patih Gowi, Patih Marga Lewih, Patih
Teteg, dan Jaran Baya.
Semua menteri araman itu berperang dengan naik
kuda, terdesaklah orang Sunda, lalu mengadakan serangan ke selatan dan ke
barat, menuju tempat Gajah Mada, masing masing orang Sunda yang tiba dimuka
kereta, gugur, darah seperti lautan, bangkai seperti gunung, hancurlah orang
orang Sunda, tak ada yang ketinggalan, pada tahun saka: Sembilan Kuda Sayap
Bumi, atau: 1279."
Petikan diatas seperti gayung bersambut,
seirama atau sesuai dengan informasi yang diberikan kitab Kidung Sunda mengenai
jumlah pasukan tentara Kerajaan Sunda Galuh yang ikut berperang, yaitu dengan
skala jumlah pasukan tentara yang luar biasa besar.
Tambahan informasi yang menguatkan dari
petikan diatas tentang adanya pernyataan bunyi bende dan keriuhan sorak seperti
gemuruh, serta dinyatakan pula bahwa pasukan tentara Sunda Galuh yang gugur
digambarkan dengan situasi bahwa sebaran aliran darah akibat banyaknya prajurit
yang gugur diibaratkan seperti lautan, bangkai-bangkai manusia atau tentara
seperti gunung, dan kehancuran total tanpa bersisa.
Seandainya jumlah mayat sampai menggunung itu
bukanlah jumlah sedikit dan kematian seperti itu dalam perang jaman seperti itu
mungkin sudah biasa dan sering terjadi, soalnya ketika pasukan Jenghis Khan
menyerang kesultanan Kwarizmi, terjadi pembantaian luar bisa yang mencapai
angka jutaan jiwa manusia. Konon katanya penggambaran situasinya waktu itu,
kepala yang dipenggal saja pada waktu itu kalau digambarkankan membentuk
bukit-bukit piramida besar, belum badan yang bergelimpangan dan berserakan
dimana-mana. Sungguh pemandangan yang mengerikan, tetapi ini fakta sejarah dan
kejadian ini pula yang bisa terjadi saat itu.
Pertanyaan kemudian adalah mengapa pasukan
besar tentara kerajaan Sunda Galuh dapat dikalahkan dalam perang itu, terbantai
habis tak bersisa. Hal ini dikarenakan sudah ratusan tahun lamanya kerajaan
Sunda Galuh tidak pernah lagi berperang dalam sekala besar dan panjang, setelah
masa-mas kedamaian dan kemakmuran (abad ke-10 sampai ke-14 Masehi), walau pun
setatusnya kerajaan besar yang merupakan salah satu negara adidaya ditataran
pulau Jawa bahkan nusantara. Kondisi sebaliknya untuk pasukan tentara kerajaan
dari Majapahit yang pada saat itu terus-menerus melakukan invasi milter ke
negara-negara lain dan itu artinya selalu berselimut dengan pengalaman perang
sampai saat itu.
Pasukan tentara Majapahit pada waktu itu
diasmunsikan masih gencar-gencarnya melakukan invasi atau ekspedisi ke negara-negara
lain, tentunya pasukan-pasukanya sebagian tidak ada diposisi wilayah kerajaan.
Logika jumlah keterlibatan pasukan tentara Majapahit pada saat itu sendiri
pasti berkurang dari jumlah keseluruhan total pasukan kerjaan secara
keseluruhan, perkiraan paling sekitar 1/2 atau 2/3 dari pasukan tentara
kerajaan Sunda Galuh yang ada disana. Tetapi dengan jumlah seperti itu pun bisa
mengalahkan pasukan tentara Sunda Galuh, mengapa? Hal ini dikarenakan meraka
sudah terlatih, terbiasa, tertempa dan berpengalaman dalam kehidupan perang
selama itu.
Sekenario perang bisa saja diumpamakan 3 tahapan yaitu :
- Perang permulaan antar armada dilautan, pasukan armada lautan Majapahit terdesak karena kekurangan armada, tapi itu tujuannya bukan perang total lebih ke arah gangguan
- Perang pantai, disini hanya untuk melemahkan pasukan kerajaan Sunda Galuh karena yang hanya bisa dilakukan oleh pasukan perang Majapahit hanya bisa menahan melalui serangan panah dan itu ada batas pasokan panah, tapi ini paling efektif dalam mengurangi jumlah musuh.
- Perang darat yang terjadi dilapangan luas Bubat, disinilah perang total, dengan berbagai strategi, dan yang lebih dominan dalam perang seperti ini adalah pengalaman dan strategi.
Gajah Mada dan Hayam Wuruk punya prototipe
atau sumber inspirasi metode pembentukan pasukan tentara perang, yaitu dari
bangsa Mongol dengan panglima perang kaligus kaisar Imparium besar daratan
Mongol yaitu Jenghis Khan, Sang Penakluk dengan priode kekaisarnya juga
berkembang pada masa itu juga, walau pada masa mereka kaisar Mongol di pegang
oleh penerusnya yaitu Kubelai Khan, ini juga merupakan model bagi negara-negara
lain diseluruh dunia untuk sebuah cita-cita pemersatuan suku bangsa-bangsa
menuju bangsa yang besar.
Gagasan utama atau ide pemersatuan ini dipelopori
pertama kali oleh Sri Rajasa Sang Amurwabhumi (Ken Arok – versi nama Kitab
Pararaton), pendiri Wangsa Rajasa, yang berawal sebagai penguasa kadipaten
Tumapel, bagian dari kerajaan Kediri, selanjutnya mengambil alih kekuasaan
kerajaan Kediri dan membentuk kerajaan baru yang terkenal dengan nama kerajaan
Tumapel (Singhasari versi kitab Pararaton). Kematian raja Tumapel Sri Rajasa
sama dengan kematian Jenghis Khan tahun 1227 Masehi. Keberadaan kerajaan
Tumapel sudah ada dalam catatan dari Dinasti Yuan dari Cina dengan sebutanatau
pelafalan “Tu-ma-pen”. Artinya memang hubungan perdagangan sudah dilakukan
sebelumnya antara kerajaan nusantara dengan wilayah Cina, dan dari hal seprti
inilah peta perpolitikan dunia tersampaikan ke wilayah nusantara.
Raja Majapahit masih keturunan langsung Wangsa
Rasaja, yang pendirinya tiada lain raja Tumapel atau lebih terkenal sebutan
Singhasari pertama, Sri Rajasa Sang Amurwabhumi. Ide atau gagasan perluasan
wilayah Sri Rajasa kemudian ditindaklanjuti oleh turunan ke-4 yaitu raja
Kertanegara, sehingga kekuasaan Tumapel yang lebih terkenal dengan sebutan
Singhasari pada waktu itu sudah meluas dengan adanya misi yang terkenal dengan
sebutan “Ekspedisi Pamalayu”.
Ide dan gagasan pemersatuan dan perluasan
wilayah ini sebenarnya pada akhirnya bertujuan untuk menghadang gempuran
kekuatan besar pasukan tentara Mongol itu sendiri, yang kemungkinan akan
mengarah ke wilayah Asia bagian tenggara, tanpa kecuali wilayah-wilayah
nusantara. Ide atau gagasan pemersatuan ini juga dibuat untuk sistem pertahanan
semesta dan pembentukan aliansi atau tentara gabungan pasukan tentara seluruh
kerajaan di nusantara menghadapi terjangan badai besar dari pasukan tentara
Mongol.
Pasukan tentara Mongol bahkan sanggup
memporakporandakan dan membantai sejumlah pasukan yang bisa jadi 5 kali lipat
jumlah pasukanya, tentunya ini hasil buah strategi dan pengalaman perang mereka
didaratan Mongol, perang antar klan (suku) menyebabkan meraka teruji untuk
model perang seperti apapun.
Begitu juga dalam mengadapi pasukan besar
tentara Sunda Galuh walaupun tentara yang dibawa sebegitu banyak, laksana air
bah, mungkin tentara Majapahit hanya terkumpul 30.000 – 45.000 orang, tapi
posisi meraka yang menguasai medan tempur dan ahli-ahli perang semua, akan
dengan mudah membikin porak-porandakan formasi tentara Sunda Galuh.
Perang Bubat ini pasti perang yang sangat
heroik dan penuh cerita kepahlawanan bagi kedua belah pihak (kalau asumsinya
benar-benar terjadi), karena bukti prasati peninggalan jaman itu tidak pernah
dibahas mengenai kepahlawanan perang Bubat, logikanya jika itu terjadi pasti
didirikan monumen bersejarah bagi kedua belah pihak, karena peristiwa ini tidak
mungkin terlupakan dalam sejarah kebangsaan.
Pasukan tentara Majapahit akan bertempur
dengan strategi jitu, sedangkan Sunda Galuh selain strategi mengandalkan jumlah
besarnya, walaupun pada akhirnya kalah dan pasti ada yang menyerah, pasukan
majapahit pasti tidak akan menerima, soalnya ini mengadopsi dari kebijakan
perang Genghis Khan, apa lagi posisi musuh menyerang duluan logikanya harus
dibantai habis memang kalau kita ada dalam emosi perang seperti itu, kejadian
terbalik kalau pasukan Majapahit kalau mereka dalam posisi menang, pasti
pasukan Majapahit gantian yang akan dibantai habis.
Tapi mungkin yang lebih mengena adalah sifat
kepahlawanan dari pasukan tentara Sunda Galuh sendiri, yang tidak mengenal kata
menyerah, mereka melakukan perang seperti model perang Puputan yaitu perang
sampai habis-habisan, dengan semangat perang yaitu sampa darah penghabisan alias
gugur sebagai pahlawan perang.
Tentunya semangat kepahlawanan ini yang sangat
membanggakan dan membuat siapa pun terharu termasuk pihak lawan, dan tradisi
perang biasanya punya tradisi penghormatan luar biasa bagi pihak lawannya yang
gugur. Itulah gambaran raja Hayam Wuruk yang merasa terharu oleh kondisi perang
semacam itu, melihat kepahlawanan dari seluruh prajurit yang gugur termasuk
seluruh keluarga raja dan para bangsawan.
Beda halnya kalau raja Sunda Galuh melarikan
diri dari peperangan, tentunya ini akan mencedrai nilai kepahlawanan itu.
Perang sampai titik darah penghabisan ini akan menjadi kebanggan pula bagi
seluruh masyarakat Sunda Galuh pada waktu itu. Kalah memang tapi kalah secara
terhormat dan membanggakan, tidak ada alasan bagi mereka merasa terhina atau
malu.
Kalau metoda perang sampai paripurna oleh
pasukan Majapahit, yang kemungkin besar kerajaan-kerajaan di Nusantara
diperlakukan sama juga oleh cara-cara seperti ini yaitu perang total sampai
bersih, diteror dengan cara yang serupa yaitu habisi dengan sempurna. Itu juga,
sekali lagi kalau sudah dalam situasi perang, bagi meraka yang menyatakan tidak
tunduk dan mengakui kerajaan kerajaan Majapahit, sehingga itu pula dalam waktu
singkat dan cepat yang menyebabkan kerajaan-kerajaan Nusantara bisa disatukan
dan ditaklukan.
Apa yang dilakukan raja Sunda Galuh bersama
pasukan tentaranya adalah hal wajar, karena mereka mencoba mempertahankan diri
kerjaannya dengan melakukan penyerangan duluan, teori serangan dadakan,
daripada mereka diserang duluan, tapi salah perhitungan dan tidak didukung atau
dibarengi dengan pengalaman perang pasukan.
Pada akhirnya meraka harus mengakui kekalahan
itu. Sang raja Sunda Galuh beserta dengan seluruh pasukan tentara dan pengikut
kerajaan Sunda Galuh menjadi para pahlawan yang gugur dengan gagah berani
mengadapi resiko kematian sebagai hasil akhir dalam peperangan tersebut.
Gajah Mada terkenal mempunyai pasukan elit
intelejen yang bernama Bayangkara, yang telah telatih dan terdidik mendekati
sempurna, informasi penyerangan kerajaan Sunda Galuh seperti ini itu pasti akan
sudah meraka terima sebelumnya dan sudah dipersiapkan antisifasinya walaupun dengan
sumber daya seadanya.
Mahapatih Gajah mada, raja Hayam Wuruk dan
pasukan militernya harus bekerja keras dan dengan strategi yang brilian untuk
menghadapi jumlah musuh yg begitu besar, walaupun kemenangan diraih tapi jumlah
pasukan yang selamat hanya tinggal beberapa ribu orang saja pastinya.
Setelah perang Bubat, pasukan Kerajaan
Majapahit tidak memobilisasi pasukan besar ke pusat kerajaan Sunda Galuh
setelah kemenangan itu, itu dikarenakan secara hitung-hitungan kerajaan Sunda
Galuh bukan lagi kekuatan yang bisa menghadang dimasa yang akan datang dan
mereka juga perlu waktu untuk memulihkan kondisi akibat yang ditimbulkan oleh
perang besar tersebut.
Kitab Kidung Sunda menyatakan Gajah Mada moksa
(menghilang ditelan bumi dengan cara-cara mistis), tetapi dalam Negarakertagama
tentang Gajah Mada yaitu karena usianya sudah uzhhur sudah waktunya digantikan
dan menikmati masa-masa tua, dan dalam diri Gajah Mada sendiri sudah merasa
cukup, apa yang dia usahakan yang terakhir dengan mengalahkan pasukan besar
tentara kerajaan Sunda Galuh artinya seluruh nusantara dapat ditaklukan,
perjalanan penaklukan yang sempurna.
Gajah Mada berusia 71 tahun ketika selesai
menjabat Mahapatih di kerajaan Majapahit dari tahun 1313 M semenjak dia
menjabat patih di kerajaan Kediri, bawahan kerajaan Majapahit sampai dengan
tahun 1364 M, terhitung 51 tahun masa menjabatnya, ditambah dia sudah menjabat
prajurit senior sebagai pemimpin pasukan Bayangkara, asumsi katakanlah 25 tahun
berarti kisaran usianya sekitar 76 tahun, usia yang wajar sekiranya Gajah Mada
tutup usia, atau Gajah Mada dengan umur segitu sudah menjadi manusia lanjut
usia (red - aki-aki rempong), wajar untuk pensiun dan menikmati hidup apalagi
cita-cita dan pengabdian besarnya sudah dirasa cukup.
Hayam Wuruk kalau merujuk tahun perang Bubat
dari Kitab Pararaton yaitu tahun 1357 M, maka disesuaikan dengan masa menjabat
Hayam Wuruk menjadi raja dari tahun 1334 sampai dengan tahun 1389 M dihitung
tahun yang pada awal dinobatkannya disebut sebagai raja muda, katakanlah usia
pada waktu itu 10 tahunan, artinya umur Hayam Wuruk pada saat perang Bubat
terjadi adalah 33 tahun dan umur segitu Hayam Wuruk sudah menikah dan punya
anak perempuan umur 14 tahun yang sudah dijodohkan dengan anak sepupunya yang
nantinya akan menjadi raja Majapahit setelah raja Hayam Wuruk. Teori
persembahan Dyah Pitaloka kayanya mubazir, karena Sang Prabu Raja Galuh pasti tidak
mau anaknya jadi selir yang tidak menurunkan putera mahkota.
Cerita perang Bubat ini berbeda dengan kondisi
cerita-cerita yang beredar secara umum,. Perangan antara rombongan para
pengantar calon penganten puteri dari kerajaan Sunda Galuh untuk raja Majapahit
Hayam Wuruk. Ini hanyalah analisa dari keberadaan kitab Kidung Sunda yang
dianggap referensi untuk kejadian atau peristiwa perang Bubat.
Kitab Kidung Sunda itu sendiri seperti halnya
kitab Pararaton dan kitab Sundayana harus dipastikan ke absyahannya, kebenaran
kandungan ceritanya. Soalnya ini sejarah, jangan hanya terjebak dan terpaku
kepada cerita anak manusia, sekelompok orang atau pihak tertentu yang punya
kepentingan tidak baik bagi kehidupan bangsa Indonesia, yang kemudian cerita
itu malah dianggap sebagai kebenaran umum. Artinya kita akan salah kaprah dan
riset sejarah dari pemerintah Indonesia sendirilah yang harusnya bertanggung
jawab meluruskan kebenaran sejarah, dengan membentuk Dewan Sejarah Nasional.
Apa yang penulis ceritakan hanya berdasar
asumi yaitu jika perang itu benar-benar terjadi, silakan masing-masing pembaca
yang budiman untuk menganalisa sendiri kitab Kidung Sunda. Logika dan
kondisi-kondisi realistiklah yang menjadi dasar bagi si penulis.
Satu hal yang jadi pertanyaan besar dalam
kidung Sunda ini, pengarangnya tidak menyebut nama jelas prameswari dan puteri
raja Sunda Galuh yaitu Citraresmi atau Dyah Pitaloka dan bahkan nama Raja Sunda
Galuh pada waktu itu juga tidak disebut, logikanya orang yang mengarang kitab
(buku) Kidung Sunda adalah orang yag terbatas pengetahuannya tentang sejarah
itu sendiri, atau ini hanyalah fiksi dari cerita-cerita sebelumnyaan yang mana
puteri Citraresmi atau Dyah Pitaloka sendiri hanya ada di kitab Pararaton,
kitab yang dianggap benar oleh masyarakat umum, walau sebenarnya kitab
Pararaton ini banyak keanehan dan kebenarnya yang sama-sama harus dibuktikan.
Akhir kata, Sri Rajasa (Ken Arok - versi Kitab
Pararaton), Kertanegara, Gajah Mada dan Hayam Wuruk adalah para penganut pola
dan metoda Jenghis khan, dan diterapkan sesuai kehidupan ditataran tanah Jawa
dan Nusantara pada pencapaian lebih jauh. Masalah perang bubat bukan sesuatu
yang harus dibesar-besarkan karena jastifikasi sejarah belum ada, tetapi kalau
itupun benar banyak sekali pelajaran yang bisa diambil. Semoga semua pihak
lapang dada menerima sesuatu yang terjadi dikehidupan masa lampau umat manusia,
karena itulah jalan dan taqdir IILAHI.
Sumber : Bluefame.com, http://menguaktabirsejarah.blogspot.com
sumber aslinya di http://menguaktabirsejarah.blogspot.com , mohon ditampilin sumber itu ya gan dan dibuat linknya....thanks
ReplyDeleteKalau boleh tau emang Anda dari mana? Asal mana?
Deletesaya pribadi dr banten .. knp bang ?
DeleteJiaa, dasar orang jawa, udah licik, sok ngaku2 org banten, malu ya jadi orang jawa? Kalo plagiat gak malu ya?
DeleteSudahlah tidak usah meributkan yang lalu. Yang pasti semenjak dulu di kerejaan-kerajaan jawa banyak intrik dan kelicikan. Beda dengan kerajaan-kerajaan di nusantara lainnya.
ReplyDeleteDi jawa ada bunuh-bunuhan ken arok dan tunggul ametung demi kekuasaan. Belum lagi jaya katwang dari kediri yang menyerang dengan licik singasari. pemberontakan rangga lawe, pemberontakan lembu sora dll.
Itulah mengapa bangsa indobesia tidak pernah maju di pimpin orang jawa.
kelihatan sekali tulisan anda dipengaruhi sentimen kesukuan & rasa sakit hati yang tdk jelas..., pdhl anda sendiri juga nggak tahu bahwa kakek buyut anda pernah ikut rombongannya Prabu Linggabuana k Bubat. Jadi nikmati aja sejarah itu
Deletesusilo bambang yudoyoNO = NO - TO - NO - GO - RO ... seharusnya dalam sumpah gajah mada itu di perjelas kalau pemimpin yg bernama NO - TO - NO - GO - RO (belakangnya NO - TO - NO - GO - RO) itu cuma pemimpin yg nyengsarain rakyat dan penampung para koruptor ...
Deletesuatu saat sejarah akan terungkap,,,,dan dunia akan tahu,,,,,mulia mana org sunda dan org jawa...
Deletesiapa yg paling banyak koruptor dan jiwa menjajahnya?
sunda atau jawa?
untung aja gak dibabat abis tuh kerajaan sunda galuh sama pasukan bayangkhara majapahit, biar gak cuma jawa timur sama jawa tengah aja yg bisa bhs jawa tapi seluruh tanah jawa, untung
DeleteKalo bisa di habisin habisin aja,itu baru kerajaan sunda galuh belom kerajaan sunda pakuan ataw padjadjaran,ingat yg lbh dulu hancur itu majapahit setelah adanya demak bintoro,dan padjadjaran msh ada
DeleteMakanya salah satu cara nutupin kejelekan/kelicikan orang jawa dengan cara seperti ini,
ReplyDelete1. dia nampilkan sumber tidak merujuk ke sumber yang asli.
2. di jaman orde lama dan orde baru tidak ada sejarah sunda yang bisa masuk ke dalam buku sejarah Indonesia.
@ejang :
ReplyDeleteok sipp ..
@cendrawasih & Anonim :
sip sip ..
Oleh karena itu sejarah ya sejarah tidak boleh ada unsur intervensi, yang baik katakan baik yang jelek katakan jelek, so dituntut kejujuran dari semuanya bukan ...
ReplyDeleteia, bner gan, mesti'y ch objektif, jd kita tau mana yg sesungguhnya ..
Deleteitu bukan tau tapi itu so tau, dasar GOBLOK mnding gk usah di publis krna tulisan kya gini yg malah mnghilangkan sejarah dan kejadian yg sbnernya juga bisa mmecah belah bangsa lgi..
Deleteitu bukan tau tapi itu so tau, dasar GOBLOK mnding gk usah di publis krna tulisan kya gini yg malah mnghilangkan sejarah dan kejadian yg sbnernya, juga bisa mmecah belah bangsa lgi..
DeleteYang saya heran kenapa kitab sundayana kok redaksinya ada di bali yang dikenal dengan Geguritan Sunda.
ReplyDelete1. Apakah mungkin orang sunda tinggal di Bali terus mengarang cerita ini (geguritan sunda) ?
2. Kemungkinan lainnya yaitu Pengarang cerita ini adalah orang jawa dengan maksud untuk meredam amarah/kebencian orang sunda terhadap orang jawa.
3. Kalau geguritan sunda ini dibuat seratus tahun lebih setelah hayam wuruk meninggal, dan kerajaan majapahit mengalami penurunan/perpecahan/ kebangkrutan bahkan diambang kehancuran setelah beliau wafat, cerita ini dibuat untuk meredam amarah/dendam keturunan2 kerajaan sunda supaya tidak terjadi serangan balam dendam, terutama dari anaknya raja sunda itu yg masih hidup. (Lebih ke unsur politik).
Ketika itu Hayam Wuruk menyesalkan tindakan Gajah Mada dan mengirimkan utusan (darmadyaksa) dari Bali - yang saat itu berada di Majapahit untuk menyaksikan pernikahan antara Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka - untuk menyampaikan permohonan maaf kepada Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati yang menjadi pejabat sementara raja Negeri Sunda, serta menyampaikan bahwa semua peristiwa ini akan dimuat dalam Kidung Sunda atau Kidung Sundayana (di Bali dikenal sebagai Geguritan Sunda) agar diambil hikmahnya.
Deletemeskipun Bali sering kali dianggap sebagai pewaris kebudayaan Majapahit, masyarakat Bali sepertinya cenderung berpihak kepada kerajaan Sunda dalam hal ini, seperti terbukti dalam naskah Bali Kidung Sunda. Penghormatan dan kekaguman pihak Bali atas tindakan keluarga kerajaan Sunda yang dengan gagah berani menghadapi kematian, sangat mungkin karena kesesuaiannya dengan ajaran Hindu mengenai tata perilaku dan nilai-nilai kehormatan kasta ksatriya, bahwa kematian yang utama dan sempurna bagi seorang ksatriya adalah di ujung pedang di tengah medan laga. Nilai-nilai kepahlawanan dan keberanian ini mendapatkan sandingannya dalam kebudayaan Bali, yakni tradisi puputan, pertempuran hingga mati yang dilakukan kaum prianya, disusul ritual bunuh diri yang dilakukan kaum wanitanya. Mereka memilih mati mulia daripada menyerah, tetap hidup, tetapi menanggung malu, kehinaan dan kekalahan.
hilangkan primordialisme, hilangkan sukuisme, yang ada hanya islam. kita semua bersaudara. dengan islam semua kerajaan jadi bersatu.
ReplyDeletesaya orang sunda orangtua saya masih ada keturunan raja galuh dari ciamis,
ReplyDeleteatas nama jiwa masih sakit hati dengan semua kebohongan ini, cuma saya berpikir kedepan dan berpikir dewasa, karena alloh memberi 2 mata dan disimpan didepan, bkn dibelakang, yg artinya tatap kedepan jgn kebelakang.
Anda menutupi aib gajahmada,majapahit!!
Jangan pikir orang sunda bodoh hey bung!
Pernyataan anda adalah kebohongan besar!
kancut kalo gak punya referensi yang jelaas gak usah nulis
ReplyDeleteInikah tabiat orang yang ngaku keturunan Raja....??? Dari tulisan aja dah kentara klo anda keturan pembohong yaitu Raja kancot bkn Raja Pajajaran. Thank's
DeleteLha itu yg komen beda orang tau!?
DeleteMenurutku daripada ditutup-tutupi lebih baik terbuka aja agar bisa dijadikan pelajaran, bahwa keserakahan dan ambisi terlalu besar itu selalu membawa petaka baik bagi diri sendiri juga orang lain.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteYang jelas kebenaran dan kebesaran Majapahit sudah diakui di negara ASEAN dan menjadi anutan berdirinya RI.
ReplyDeleteDi zaman sejarah kerajaan, penaklukan dan penundukan terhadap kerajaan lain adalah hal yang tidak bisa dipungkiri. Bukan hanya Sunda, bahkan Bali, Banjar dll, juga ditundukkan. Mereka tidak pernah mempermasalahkan. Bahkan di Bali, Brawijaya diagungkan.
Saya di Palembang, Sriwijaya juga ditundukkan. Rakyat Palembang tidak mempermasalahkannya, karena seorang ksatria bangga dengan kemenangan Sriwijaya yang pernah diraih dan juga dengan lapang menerima kekalahan atas serangan Majapahit.
Bagaimanapun kami bangga dengan Sriwijaya yang pernah jaya pada masanya. Meskipun akhirnya dikalahkan Majapahit, tapi walaubagaimanapun setiap kerajaan memiliki kejayaan pada masanya dan pasti akan digantikan kejayaan itu oleh kejayaan kerajaan lain. Tidak ada kerajaan yang abadi. Ada masa kejayaan dan tentunya ada masa keruntuhan. Dan kita harus menerima dengan jiwa ksatria.
Sriwijaya.
Salam Sejarah.
dasar goblok lu, gk ada bukti otentik kalo sriwijaya di taklukin ama majapahit, orang indonesia khususnya suku jawa itu udah kemakan sama sumpah gajah mada, kalo emng di kenal sama negara lain itu karna majapahit cuma nglakuin kerjasama politik aja hnga dkenal oleh negara lain..
DeletePajajaran runtuh tetapi tidak dihancurkan atau dikalahkan oleh kerajaan/bangsa lain, termasuk oleh Majapahit. Pajajaran menghilang karena memang telah waktunya untuk menghilang. Oleh karena itu apabila dalam sejarah tercatat bahwa Mahapatih Gajah Mada dari Majapahit telah berhasil mempersatukan nusantara, ini tidak sepenuhnya benar. Karena Gajah Mada sebenarnya telah gagal menaklukan Pajajaran. Gajah Mada telah bertingkah licik, dalam ambisinya untuk mengalahkan Pajajaran dia menggunakan diplomasi politik dengan cara ingin menikahkan Putri Dyah Pitaloka (putri kerajaan Pajajaran) dengan Prabu Majapahit. Tetapi sayangnya sang patih malah membokong dari belakang dengan menyerang iring-iringan pengantin di Majapahit, setelah kesepakatan pernikahan dibatalkan karena Prabu Majapahit hanya akan menjadikan Dyah Pitaloka sebagai selir.
DeleteBeda Konteks kalau bicara perang antar kerajaan , ini bicara tentang pembantaian rombongan pengantar pengantin.
Deletenamanya juga sejarah.... apa lagi dah ratusan taon ... gan gan yang baru kemaren aja ( g30 s ) AJA GAK JELAS DALANGNYA
ReplyDeleteKita skrg dah jadi bangsa besar NKRI..., jadi knp kita sll picik dg dendam2an antar sesama bangsa Indonesia. Klo pingin dendam tuh ma penjajah yg pernah ngabisin banyak nyawa org Sunda, Jawa, Sumatra & suku lain di Indonesia. Bagaimana bangsa ini bisa maju jika banyak org picik dengan dendam yg nggal jelas. Dah nggak jamannya dendam2an.......
ReplyDeletebukan masalah picik atau dendam, tapi kita harus meluruskan sejarah. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya.
Deletegajah mada menjadi tokoh yang disalahkan dalam sejarah. memang itulah kenyataan nya.
ReplyDeleteKerajaan Sunda runtuh tetapi tidak dihancurkan atau dikalahkan oleh kerajaan/bangsa lain, termasuk oleh Majapahit. Kerajaan Sunda menghilang karena memang telah waktunya untuk menghilang. Oleh karena itu apabila dalam sejarah tercatat bahwa Mahapatih Gajah Mada dari Majapahit telah berhasil mempersatukan nusantara, ini tidak sepenuhnya benar. Karena Gajah Mada sebenarnya telah gagal menaklukan Sunda. Gajah Mada telah bertingkah licik, dalam ambisinya untuk mengalahkan Sunda dia menggunakan diplomasi politik dengan cara ingin menikahkan Putri Dyah Pitaloka (putri kerajaan Sunda) dengan Prabu Majapahit. Tetapi sayangnya sang patih malah membokong dari belakang dengan menyerang iring-iringan pengantin di Majapahit, setelah kesepakatan pernikahan dibatalkan karena Prabu Majapahit hanya akan menjadikan Dyah Pitaloka sebagai selir.
setelah kejadian itu, Hayam Wuruk menyesalkan tindakan Gajah Mada dan mengirimkan utusan (darmadyaksa) dari Bali - yang saat itu berada di Majapahit untuk menyaksikan pernikahan antara Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka - untuk menyampaikan permohonan maaf kepada Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati yang menjadi pejabat sementara raja Negeri Sunda, serta menyampaikan bahwa semua peristiwa ini akan dimuat dalam Kidung Sunda atau Kidung Sundayana (di Bali dikenal sebagai Geguritan Sunda) agar diambil hikmahnya.
jadi jelas Sunda tidak pernah ditaklukan oleh Majapahit.
Akur gan.... Bravo pajajaran.....banyak versi perihal bubat ini. Tp sy bangga jadi keturunan pajajaran
DeleteSetuju gan, mari kita juga rajin menulis, setidaknya admin ini sudah mau nulis, meskipun masih jauh dari sempurna, karena interprestasi pada naskah kuno tentang perang bubat, dilakukan secara emosional, favoritism, serta alat/tehnik analisa yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. Ingat, Orang Jawa dan Sunda adalah saudara, terlebih jika ada ikatan keimanan ISLAM, haram hukumnya untuk saling merasa lebih unggul, apalagi saling membeci. Jika dulu Patih GajahMada teledor, let it be told as it was, Ngga usah kita musuhin orang Jawa sampai sekarang, Orang Raja Hayam Wuruk sudah minta maaf ko.
DeleteTidak ada sumber yang sahih (dalam bentuk prasasti-prasasti peninggalan kerajaan Majapahit) yang mengisahkan tentang perang Bubat ini. Bahkan kitab Negarakretagama mengisahkan tentang penghormatan kerajaan Majapahit terhadap wilayah sebelah Barat pulau Jawa (silahkan baca Pupuh XVI ayat yang kedua).
ReplyDeleteBilamana ada di antara saudara-saudara yang dapat menemukan sumber-sumber sejarah yang sahih (dalam bentuk prasasti peninggalan Majapahit) silahkan menuliskannya di sini.
Jangan kita mau dibodohi oleh kaum kolonialis (Belanda) yang memang menjalankan politik 'devide et impera' demi untuk menguasai wilayah Nusantara ini. Bukankah Sunda juga merupakan bagian dari tanah Jawa ? Oleh karenanya, marilah kita semua secara obyektif, dengan kepala dingin untuk menjalin persatuan dan kesatuan bangsa yang kuat sehingga kita tidak mudah untuk dipecah-belah.
Salam perdamaian Nusantara.
Sumber yang sahih adalah cerita turun temurun dari leluhur kami ditatar Sunda.
DeleteSaudara boleh cek ke seluruh tempat di tatar Sunda, pernah lihat ada Jalan dinamai Hayam Wuruk atau Gajah Mada atau Majapahit?? Tanya kenapa??
karena mereka dibutakan sama sejarah yg dibikin belanda....
Deletelebih percaya omongan kolonialis yg jelas" njajah 300 thn lebih
drpd menggali kbenaran berdasarkan logika...
suatu saat sejarah akan terungkap,,,,dan dunia akan tahu,,,,,mulia mana org sunda dan org jawa...
Deletesiapa yg paling banyak koruptor dan jiwa menjajahnya?
sunda atau jawa?
Gue tau siape yg nulis kidung sunda jg kitab pararaton, mao tau lo pade???
ReplyDeleteYg nulis petani, yg nyuruh bangsa asing yg pengen ngejajah RI.
Kalo lo pade kaga percaya, sono lo datengin musium data pustaka ttg agresi2 penjajah RI dijaman kerajaan. Jadi intinye ampe skrg yg masi aje ngeributin soal dongeng kaga bener ini artinye cuman atu yaitu: BEGO!
dari tutur bahasanya saja anda tidak sekolah
DeleteHihiiii.... Emang
DeleteTentang nama Hayam Wuruk yg merupakan nama sunda, maka nama Raden Kudha Merta (Pajajaran) disebut merupakan ayah Hayam Wuruk.
ReplyDeleteseruu... tapi lebih seru baca2 yg berkomen, kocakkk abisss.. :3 sorry ....
ReplyDeleteDari jmn kerajaan sampai skg, Indonesia itu org2 nya suka kepruk2 an (gelut), bahkan smpai skg, di DPR, di instansi keamanan, di sekolah, dsb, sukanya berantem hanya krn berebut sesuatu yg dianggap benar.
ReplyDeleteSampai2...masalah koment aja smpe bertengkar. Untung koment di jaman skg, bkn di jln kerajaan, bisa2 hbs eyel2 an koment trus klo ngga terima ya bisa jd tawuran. Ya to ...?
Klu saja majapahit datang ke pajajaran.... Blum tentu majapahit menang.....pada masa itu pajajaran masa keemasanya.... Sy bangga jadi keturunan pajajaran
DeleteItu buktinya gugur semua dibantai di bubat, makanya perang tuh pake otak, gak otot doang
DeleteMaaf anda bilang begitu apa sudah baca dgn benar sejarahnya jgn dari sini kalo bisa. Itu perang bubat itu perang antara iring-iringan dari sunda dengan pasukan gajah mada ya, diliat dari kekuatan udah pasti anda juga tau mana yg diuntungkan!?
Deletejir yang komen SO..SOan idup dijamannya yang bikin artikel so tau yang komen so tau lu idup dijaman modern atur ajah kehidupan lu sekarang kontribusi buat negara yang lu pada kasih apaan?, ga ada!!! so soan komen sejarah kaya ada keturunan ajah, bisa jadi macan ajah ga bisa, bisa jadi ayam yang katanya wuruk ajah ga bisa, kalian manusia biasa woyyy sadar!!!
ReplyDeleteIni tulisan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, tampaknya si penulis memang sengaja ingin menciptakan perdebatan yang ujung-ujungnya mengarah ke permusuhan antar etnis, sudahlah lupakan isi tulisan macam begini, yang jelas kerajaan Sunda tidak pernah menjadi bawahan kerajaan Majapahit, itu bisa ditelusuri dari bukti-bukti sejarah yang otentik dan masih terpelihara hingga saat ini.
ReplyDeleteGoblok
ReplyDeleteOrang Sunda gak punya pulau aja blagu lu, songong, goblok,!!!
ReplyDeleteangkat kaki dari pulau jawa lu pade, nyari pulau sendiri lu jangan numpang di tanah jawa .. nyadar diri gk usah bacot ngehina orang jawa. !!!! cocot elu bau tai anjing
lucu sekali abang ini, hanya karena pulau ini di namai pulau jawa bukan berarti semua yang hidup di sini itu orang "jawa" , dangkal otaknya kalo ngomong ga pake otak ya hahaha.
DeleteNah lu yang lucu, gong. Tanah pasundan ya tanahnya orang Sunda, bukan orang Jawa. Namanya aja yang Jawa, orang leluhur kita dari dulu aja ga setuju tanah kita disebut tanah Jawa. Plus, pasundan ga pernah dijajah atau ditaklukin sama wong jowo. Kalian aja yang serakah pengen nguasain seluruh daerah Nusantara. Mentang-mentang pasundan sama Jawa deketan. Noh liat sejarah, kerajaan sunda udah lebih dulu ada dibanding kerajaan jawa. Daripada nyuruh orang Sunda buat bikin daerah sendiri (yang udah jelas daerahnya di tanah pasundan yang meliputi Jabar sama Banten), lebih baik bawa balik orang-orang Jawa yang ada di tanah kita. Ga tau diri amat. Udah numpang di tanah orang, diperlakuin dengan baik, tapi balesannya kayak tai. Bisanya ngejelekin di belakang. Bilang orang Sunda matre lah, pelit lah. Pantesan orang Jawa mukanya jelek-jelek, orang ketularan dari kelakuannya. Cemburunya juga tinggi, soalnya ga ditakdirin punya muka rupawan kayak orang Sunda sama suku lainnya.
DeleteEnte emang bego gan baca dunk kepulauan Sunda besar dan dulu ada namanya kepulauan Sunda kecil....baca tuh...trus ente baca mana yang masuk kepulauan Sunda besar dan mana yang termasuk kepulauan Sunda kecil...kalau bego jangan dipelihara dunk gan.
Deleteloe org jawa yg tolol, nyari uang di jawabarat,,,,,loe kumuh di kampung loe tolol
ReplyDeletemakanya org jawa selalu dibantai dimana2 di seluruh indonesia,,,itu karma kelicikan raja2 loe terdahulu
ReplyDeletediposo (itu pembantaian org jawa, bukan agama)
ReplyDeletedikalimantan (pembantaian org jawa timur/madura oleh dayak)
dilampung, dll
org sunda ga bernafsu jadi presiden,,,karena nanti akhir zaman baru dari terah asli siliwangi
Gak bsrnafsu apa gak mampu
DeleteGak mampu jadi presiden, bukan gak mau, terbukti keturunan Majapahit ksatria pilihan
DeleteMaaf, orang Sunda ga seambisius orang Jawa yang serakah sama suka ngejelekin suku kami di belakang. Sodara-sodara kalian diterima dengan baik di tanah kami, jadi ga perlu jadi sok jagoan karena sodara kalian ga akan bertahan hidup tanpa bantuan kami di sini.
DeleteNgaco Semua...Orang Stress...
ReplyDeleteKidung sunda itu bagian dari sejarah, kalo anda hanya menilai dg asusmsi anda sndiri, biarkan saya memberikan penjelasan dg asusmsi saya, disitu anda tulis bisa sekitar 60.000 pasukan sunda yg berangkat kr majapahit (jelas anda tidak ingin peperangan ini dikatakan tidak seimbang) tapi kalo anda baca lagi tulisan anda bahwa majapahit adalah kerajaan yg dibawahnya banyak sekali bawahan kerajaan, satu nusantara bahkan di luar indonesia (sekarang). Harusnya anda analisa berapa juta pasukan majapahit saat itu, walaupun hanya setengahnya, dari satu juta saja sudah 500.000 pasukan yg dipimpin mahapatih Gajah Mada. Anda menganalisa dg asumsi sendiri pak, tapi jgn sampai terlihat bodoh jga dong.. dan masih banyak yg bisa saya jawab dri analisa bapak ini. Dan bonus satu lagi, bapak coba cari sejarah kerajaan sunda, apakah setiap perang dia membawa putrinya? Bukan malah disamain sama perang di belahan bumi lain dong. Analisa tuh pendekatan bukan perbandingan.
ReplyDeleteUdah kalah kalah aja napa si, dalam sejarah, kerajaan terbesar adalah Majapahit, akui sajalah. Apa susahnya sih. Lagian juga Raja Majapahit keturunan dyah lembu Tal, keturunan sunda.
ReplyDeleteNgga usah maksa juga kali om? Perang di Bubat,iya bangsa Sunda kalah, orang di licikin ko, (tersangka Patih Gajah Mada- persis seperti dia ngelicikin Kebo Iwa-ingat tidak ada manusia yang sempurna), tapi pasti segala perbuatan akan ada balasannya, di di PECAT Maharaja Hayam Wuruk, yang karena(mungkin kecerobohan, atau memang niat) akhirnya hubungan Majapahit - Padjadjaran memburuk. Pasca perang bubat, Majapahit hancur, Kerajaan Sunda Galuh juga hancur. Catatan Penting: Majapahit dan Kerjaan Sunda tidak akan saling serang/berperang, karena mereka berasal dari satu keturunan, itulah kenapa Kerajaan Sunda eksis pada masa Kerajaan Majapahit dalam tingkat yang sederajat bukan taklukan atau vassal state, karena saling menghormati. Akhirul kalam, Sunda,Jawa,Melayu Manado,Bali dll adalah saudara, atau setidaknya sodara tetangga dekat yang sudah sepakat untuk terikat dalam satu Bangsa Besar ---Nusantara.
DeleteMenurut opini saya, kita harus membuat suatu ideologi baru yang akan menempatkan orang-orang bumi itu pada tempatnya masing-masing, baik itu suku dan ras budaya masing-masing. Contoh: uni soviet terpecah pada tahun 1991, anggaplah soviet itu bernama Nusantara yang pemahamannya dikembangkan oleh orang jawa itu. Mereka terpecah akibat suatu pandangan yang tidak dibutuhkan dan tidak adil. Penekanannya di Indonesia adalah ribuan suku di bumi indonesia ini harus membuat ideologi baru yg dapat memerdekakan bangsa individu dari pemahaman nusantara yang busuk itu oleh jawa. Karena mereka pemimpin bumi adalah orang Jawa, maka kita kembangkan eksistensi budaya masing2 dengan memerdekakan diri dari sikap kapitalisme orang2 jawa itu. Ini opini saya sih...
ReplyDeleteOpini cerdas dan visioner, namun 'berbahaya' dari sudut pandang ke Nusantaraan. Kita berantem disini gara-gara asumsi kocak penulis yang serampangan dan mencoba mengkoreksi sejarah sesuai dengan fantasi nya. Kidung sundayana adalah kaya sastra berdasarkan fakta dari seorang pandita/santrawan bali atas instruksi langsung Hayam Wuruk.
DeleteLebih baik Blog ini dihapus saja.. banyak unsur SARA dan sumber yang gak jelas..
ReplyDeletePenulis kebanyakan asumsi yang hanya memperkeruh suasana dan bisa memicu konflik antar suku.
Salam
Lain kali banyak belajar lagi ya dek.. mungkin kamu sedang dalam masa pencarian jati diri..
ReplyDeleteBlog ini lebih baik kamu hapus, daripada kena masalah dikemudian hari.
terima kasih
JAWA BABI COBA TUTUP MALU, INFERIORITY COMPLEX, DASAR JAWA BABI!!
ReplyDeleteSaya pribadi..sangat setuju dg tulisan diatas,sebuah Opini yg sangat masuk di nalar..alhasil kesimpulan nya..akal licik Gajah modo lah yg menyebabkan terjadi nya pembantaian di Bubat.
ReplyDeleteDasar nya dari mna tuh, berdasarkan carita parahyangan rombongan Sunda hnya 200 org dan yang berangkat bukan pasukan tpi para menak yg di Kawal oleh hulubalangnya
ReplyDeleteYg punya sejarah kesedihan itu ya orang sunda,jd tidak masuk diakal jk mereka meremeh kan harkat karuhun mereka, yg jelas sejarah itu ditulis apa ada nya.bkn dg ada apanya...
ReplyDeleteJawa Kowekk Babi!!
ReplyDeleteJangan masukin unsur sara dunk gan apalagi ente berasal dari banten...apalagi pakai asumsi ente...ente kalau memang asli Banten...ente tau sejarah Banten? Tolong dunk jangan sampai memecah belah persatuan yang ada...ente baca tuh kerajaan kerajaan terdahulu yg tercipta akulturasi antara Sunda dan Jawa..dan di ciderai oleh peristiwa Bubat ini...walaupun benar atau tidak nya perang Bubat ini ente jangan banyak asumsi...apalagi masalah menyudutkan etnies tertentu...apalagi kalau ente asli urang Banten...lebih Arif dan bijaksana dan lebih mendekatkan ke tali silaturahmi dan lebih baik menghindari masalah yg bisa memicu sara...
ReplyDeleteOrang yang menulis ini pikirannya sangat dangkal, logikanya kacau, tafsirnya ngawur, tidak punya data-data yang otentik, tidak tahu sejarah, idiot, dan mabuk tahi ayam. Kualitas tulisannya lebih buruk dari sampah.
ReplyDeletepernyataan yg sangat aneh, kenapa?!
ReplyDelete1. pada awalnya menyangkal jika perang bubat itu nyata.
2. pada pernyataan kedua kebalikan dr yg pertama, setidaknya dr pernyataan2nya membenarkan jika perang bubat itu benar adanya.
3. ada beberapa pernyataan yg menyudutkan pihak sunda disini. jelas dr tulisannya mengandung unsur2 sentimentil thd kesukuan. bertolak belakang dr pernyataan pada awal2 tulisan. "peristiwa sejarah seharusnya jgn dijadikan sbg unsur sentimen kesukuan". pd kenyataannya penulis sendiri sentimen dan sangat menyudutkan salah satu suku (suku sunda). dalam hal analisa, sebaiknya penulis bersikap netral. dalam artian hilangkan perasaan condong thd salah satu pelaku perang bubat ini. tdk memihak sunda /pun jawa. keterpihakan penulis thd salah satu pihak, sedikit membuka kurangnya wawasan dan tdk profesionalnya penulis terhadap kisah sejarah yg sedang dibahasnya. ini akan menjadi aib /pun cacat terhadap tulisan yg sedang di buat. ini hanya opini saya,
Yang nulis ngaku ngaku orang banten...
ReplyDeletemungkin yang nulis numpang hidup di banten alias ngontrak/kost karna nyari duit or kerja di wilayah banten, sy yakin orang banten gak akan menyudutkan bangsanya sendiri suku sunda...
ulah ngaku ngaku urang banten dia koplok...
Ceritanya : pasca perang Bubat. Keprabuan Majapahit tidak lama hancur. Digantikan oleh Kesultanan Demak.
ReplyDeleteLalu berdiri Keprabuan Padjajaran oleh Keprabuan Galuh dan Keprabuan Sunda;
Keprabuan Galuh bubar tidak ada yang meneruskan. Berdirilah Kesultaban Corebon.
Keprabuan Sunda hancur oleh Kesultanan Banten.
Tinggal Keprabuan Sumedang Larang.
Berdirilah Pajang dan Kesultanan Matatam.
Datang VOC.
Terbentuklah Hindia Belanda
Datanglah agresi militer Jepang
Berdirilah Negara Republik Indonesia.