Sejak sebelum zaman Islam, ketika masihberada di bawah
kekuasaan raja-raja Sunda (dari Pajajaran, atau mungkin sebelumnya), Banten
sudah menjadi kota yang berarti. Dalam tulisan Sunda Kuno, cerita Parahyangan, disebut-sebut
nama Wahanten Girang. Namun ini dapat duhubungkan dengan Banten, sebuah kota
pelabuhan di ujung barat pantau utara Jawa. Pada tahun 1524 atau 1525, Sunan
Gunung Jati dari Ciberbon, meletakkan dasar bagi pengembangan agama dan kerjaan
Islam serta bagi perdagangan orang-orang Islam di sana.
Menurut sumber tradisional, penguasa Pajajaran di
Banten menerima Sunan Gunung Jati dengan ramah tamah dan tertarik masuk Islam. Ia
meratakan jalan bagi kegiatan pengislaman di sana. Dengan segera ia mejadi
orang yang berkuasa atas kota itu dengan bantuan tentara Jawa yang memang
dimintanya. Namun, menurut berita Barros, penyebaran Islam di Jawa Barat tidak
melalui jalan damai, sebagaimana disebut oleh sumber tradisional. Beberapa
pengislaman mungkin terjadi secara sukarela, tetapi kekuasaan tidak diperoleh kecuali
dengan menggunakan kekerasan. Banten, dikatakan justru diserang dengan
tiba-tiba.
Untuk menyebarkan Islam di Jawa Barat, langkah Sunan
Gunung Jati berikutnya adalah menduduki pelabuhan Sunda yang sudah tua, kira-kira
tahun 1527. Ia memperluas kekuasaannya atas kota-kota pelabuhan Jawa Barat lain
yang semula termasuk Pajajaran.
Setelah ia kembali ke cirebon, kekuasaannya atas
Banten diserahkan kepada putranya, Hasanuddin. Hasanuddin sendiri kawin dengan
puteri Demak dan diresmikan menjadi Panembahan Banten tahun 1552. Ia meneruskan
usaha-usaha ayahnya dalam meluaskan daerah Islam, yaitu ke Lampung dan
sekitarnya di Sumatera Selatan.
Pada tahun 1568, disaat kekuasaan Demak kembali beralih
ke Pajang, Hasanuddin memerdekakan Banten. Itulah sebabnya oleh tradisi ia
dianggap sebagai raja Islam pertama di Banten. Banten sejak semula memang merupakan
vassal dari Demak. Hasanuddin mangkat kira-kira 1570 dan dig anti oleh anaknya,
Yusuf. Setelah Sembilan tahun memegang tampuk keuasaan, tahun 1579, Yusuf
menaklukan Pakuwan yang belum Islam yang waktu itu masih menguasai sebagian
besar daerah pedalaman Jawa Barat. Setelah itu ibukota kerajaan itu jatuh dan
raja beserta keluarganya menghilang, golongan bangsawan Sunda masuk Islam. Mereka
diperbolehkan tetap menyandang pangkat dan gelarnya.
Setelah Yusuf meninggal pada tahun 1680 M, ia di
digantikan oleh putranya, Muhammad, yang masih muda belia. Selama Sultan
Muhammad masih di bawah umur, kekuasaan pemerintahan dipegang oleh kali (Arab: qadhi, jaksa agung) bersama empat pembesar lainnya. Raja Banten
yang saleh itu, melanjutkan serangan terhadap raja Palembang dan gugur dalam
usia 25 tahun pada 1596. Ia meninggalkan seorang anak yang berusia 5 bulan, Sultan
Abdul Mufakhir Mahmud Abdulkadir.
Sebelum memegang pemerintahan secara langsung, Sultan
berturu-turut berada di bawah empat orang wali laki-laki dan seorang wali
wanita. Ia baru aktif memegang kekuasaan tahun 1626, dan pada tahun 1638
mendapat gelar Sultan dari Makkah. Dialah raja Banten yang pertama dengan gelar
sultan yang sebenarnya. Ia meninggal tahun 1651 dan digantikann oleh cucunya,
Sultan Abulfath Abdulfath.
Pada masa Sultan Abulfath Abdulfath ini terjadi
beberapa kali peperangan antara Banten dan VOC yang berakhir dengan
disetujuinya perjanjian perdamaian tahun 1659 M.
Dr. Badri Yatim, M.A.”Sejarah
Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II”.PT Raja Grafindo
Persada.Jakarta:2008.
0 comments:
Post a Comment