Sunday, 11 September 2011

Banten : Kerajaan Islam Kelima di Tanah Jawa



Sejak sebelum zaman Islam, ketika masihberada di bawah kekuasaan raja-raja Sunda (dari Pajajaran, atau mungkin sebelumnya), Banten sudah menjadi kota yang berarti. Dalam tulisan Sunda Kuno, cerita Parahyangan, disebut-sebut nama Wahanten Girang. Namun ini dapat duhubungkan dengan Banten, sebuah kota pelabuhan di ujung barat pantau utara Jawa. Pada tahun 1524 atau 1525, Sunan Gunung Jati dari Ciberbon, meletakkan dasar bagi pengembangan agama dan kerjaan Islam serta bagi perdagangan orang-orang Islam di sana.

Menurut sumber tradisional, penguasa Pajajaran di Banten menerima Sunan Gunung Jati dengan ramah tamah dan tertarik masuk Islam. Ia meratakan jalan bagi kegiatan pengislaman di sana. Dengan segera ia mejadi orang yang berkuasa atas kota itu dengan bantuan tentara Jawa yang memang dimintanya. Namun, menurut berita Barros, penyebaran Islam di Jawa Barat tidak melalui jalan damai, sebagaimana disebut oleh sumber tradisional. Beberapa pengislaman mungkin terjadi secara sukarela, tetapi kekuasaan tidak diperoleh kecuali dengan menggunakan kekerasan. Banten, dikatakan justru diserang dengan tiba-tiba.

Untuk menyebarkan Islam di Jawa Barat, langkah Sunan Gunung Jati berikutnya adalah menduduki pelabuhan Sunda yang sudah tua, kira-kira tahun 1527. Ia memperluas kekuasaannya atas kota-kota pelabuhan Jawa Barat lain yang semula termasuk Pajajaran.

Setelah ia kembali ke cirebon, kekuasaannya atas Banten diserahkan kepada putranya, Hasanuddin. Hasanuddin sendiri kawin dengan puteri Demak dan diresmikan menjadi Panembahan Banten tahun 1552. Ia meneruskan usaha-usaha ayahnya dalam meluaskan daerah Islam, yaitu ke Lampung dan sekitarnya di Sumatera Selatan.

Pada tahun 1568, disaat kekuasaan Demak kembali beralih ke Pajang, Hasanuddin memerdekakan Banten. Itulah sebabnya oleh tradisi ia dianggap sebagai raja Islam pertama di Banten. Banten sejak semula memang merupakan vassal dari Demak. Hasanuddin mangkat kira-kira 1570 dan dig anti oleh anaknya, Yusuf. Setelah Sembilan tahun memegang tampuk keuasaan, tahun 1579, Yusuf menaklukan Pakuwan yang belum Islam yang waktu itu masih menguasai sebagian besar daerah pedalaman Jawa Barat. Setelah itu ibukota kerajaan itu jatuh dan raja beserta keluarganya menghilang, golongan bangsawan Sunda masuk Islam. Mereka diperbolehkan tetap menyandang pangkat dan gelarnya.

Setelah Yusuf meninggal pada tahun 1680 M, ia di digantikan oleh putranya, Muhammad, yang masih muda belia. Selama Sultan Muhammad masih di bawah umur, kekuasaan pemerintahan dipegang oleh kali (Arab: qadhi, jaksa agung) bersama empat pembesar lainnya. Raja Banten yang saleh itu, melanjutkan serangan terhadap raja Palembang dan gugur dalam usia 25 tahun pada 1596. Ia meninggalkan seorang anak yang berusia 5 bulan, Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdulkadir.

Sebelum memegang pemerintahan secara langsung, Sultan berturu-turut berada di bawah empat orang wali laki-laki dan seorang wali wanita. Ia baru aktif memegang kekuasaan tahun 1626, dan pada tahun 1638 mendapat gelar Sultan dari Makkah. Dialah raja Banten yang pertama dengan gelar sultan yang sebenarnya. Ia meninggal tahun 1651 dan digantikann oleh cucunya, Sultan Abulfath Abdulfath.

Pada masa Sultan Abulfath Abdulfath ini terjadi beberapa kali peperangan antara Banten dan VOC yang berakhir dengan disetujuinya perjanjian perdamaian tahun 1659 M.

Dr. Badri Yatim, M.A.”Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II”.PT Raja Grafindo Persada.Jakarta:2008.

0 comments:

Post a Comment