Kota Baghdad didirikan oleh Khalifah Abbasiyah kedua,
Al-Manshur (754-775 M) pada tahun 762 M. setelah mencari-cari daerah yang
strategis untuk ibu kotanya, pilihan jatuh pada daerah yang sekarang dinamakan
Baghdad, terletak di pinggir sungai Tigris. Al-Manshur sangat cermat dan teliti
dalam masalah lokasi yang akan dijadikan ibu kota. Ia menugaskan beberapa orang
ahli untuk meneliti dan mempelajari lokasi. Bahkan, ada beberapa orang di
antara mereka yang diperintahkan tinggal beberapa hari di tempat itu pada
setiap musim yang berbeda, kemudian para ahli tersebut melaporkan kepadanya
tentang keadaan udara, tanah dan lingkungan. Setelah penelitian saksama itulah daerah
ini ditetapkan sebagai ibu kota dan pembangunan pun di mulai. Menurut cerita
rakyat, daerah ini sebelumnya adalah tempat peristirahatan Kisra Anusyirwan,
raja Persia yang masyhur, dimusim panas. Baghdad berarti “taman keadilan”.
Taman itu lenyap bersama hancurnya kerajaan Persia. Akan tetapi nama itu tetap menjadi
kenangan rakyat.
Dalam pembangunan kota ini, Khalifah memperkenalkan
ahli bangunan yang terdiri dari arsitektur-arsitektur, tukang batu, tukang
kayu, ahli lukis, ahli pahat dan lain-lain. Mereka didatangkan dari Syiria,
Mosul, Basrah dan Kufah yang berjumlah sekitar 100.000 orang. Kota ini
berbentuk bundar. Di sekelilingnya dibangun dinding tembok yang besar dan
tinggi. Di sebelah luar dinding tembok, digali parit besar yang berfungsi
sebagai saluran air dan sekaligus sebagai benteng. Ada empat buah pintu gerbang
di seputar kota ini, disediakan untuk setiap orang yang ingin memasuki kota. Keempat
pintu gerbang itu adalah Bab al-Kufah, terletak
di sebelah barat daya, Bab al-Syam di
barat laut, Bab al-Bashrah di
tenggara, dan Bab al-Khurasan di
timur laut. Di antara masing-masing pintu gerbang ini, di bangun 28 menara
sebagai tempat pengawal Negara yang bertugas mengawasi keadaan di luar. Di atas
setiap pintu gerbang dibangun suatu tempat peristirahatan yang dihiasi dengan
ukiran-ukiran yang indah dan menyenangkan. Di tengah-tengah kota terletak istana
Khalifah menurut seni arsitektur Persia. Istana ini dikenal dengan nama al-Qashr al-Zahabi, berarti istana emas.
Istana ini dilengkapi dengan bangunan masjid, tempat pengawal istana, polisi,
dan tempat tinggal putra-putri dan keluarga Khalifah. Disekitar istana dibangun
pasar tempat perbelanjaan. Jalan raya menghubungkan empat pintu gerbang.
Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat
peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. Itulah sebabnya, Philip
K. Hitti menyebutnya sebagai kota intelektual. Menurutnya, di antara kota-kota
dunia, Baghdad merupakan professor masyarakat Islam. Al-Manshur memerintahkan penerjemahan
buku-buku ilmiah dan kesusastraan dari bahasa asing: India, Yunani lama, Bizantium,
Persia, dan Syiria. Para peminat ilmu dan kesusastraan segera
berbondong-bondong datang ke kota ini.
Setelah masa al-Manshur, kota Baghdad menjadi lebih
masyhur lagi karena perannya sebagai pusat perkembangan peradaban da kebudayaan
Islam. Banyak para ilmuwan dari berbagai daerah datang ke kota ini untuk
mendalami ilmu pengetahuan yang ingin dituntutnya. Masa keemasan kota Baghdad
terjadi pada zaman pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyd (786-809 M) dan anaknya
Al-Ma’mun (813-833 M). Dari kota inilah memancar sinar kebudayaan dan peradaban
Islam ke seluruh dunia. Prestise politik, supremasi ekonomi, dan aktivitas
intelektual merupakan tiga keistimewaan kota ini. Kebesarannya tidak terbatas
pada negeri Arab, tetapi meliputi seluruh negeri Islam. Baghdad ketika itu
menjadi pusat peradaan dan kebudayaan yang tertinggi di dunia. Ilmu pengetahuan
dan sastra berkembang sangat pesat. Banyak buku filsafat yang sebelumnya dipandang
sudah “mati” dihidupkan kembali dengan di terjemahkan ke dalam bahasa Arab. Khalifah
Al-Ma’mun memiliki perpustakaan yang dipenuhi dengan buku-buku ilmu
pengetahuan. Perpustakaan itu benama Bait
al-Hikmah.
Disampung itu, banyak berdiri akademi, sekolah tinggi
dan sekolah biasa yang memenuhi kota itu. Dua diantaranya yang terpenting
adalah perguruan Nizhamiyyah, didirikan oleh Nizham Al-Mulk, wazir Sultan
Seljuk, pada abad ke-5 H dan perguruan Mustansiriyah, didirikan dua abad
kemudian oleh Khalifah Mustanshir Billah.
Dalam bidang sastra, kota Baghdad terkenal dengan
hasil karya yang indah dan digemari orang. Di antara karya sastra yang terkenal
ialah Alf Lailah wa Lailah, atau kisah
seribu satu malam. Di kota Baghdad ini, lahir dan muncul para saintis, ulama,
filofof, dan sastrawan Islam yang terkenal, seperti al-Khwarizm (ahli astronomi
dan matematika, penemu ilmu aljabar, al-Kindi (filosof Arab pertama), al-Razi
(filosof, ahli fisika dan kedokteran), al-Farabi (filosof besar yang dijuluki
dengan al-Mu’allim al-Tsani, guru
kedua setelah Aristoteles), tiga pendiri madzhab hukum Islam (Abu Hanifah,
Syafi’I, dan Ahmd ibn Hambal), Al-Ghazali (filosof, teolog, dan sufi besar
dalam Islam yang dijuluki dengan Hujjah
al-Islam), Abd Al-Qadir Al-Jilani (pendiri tarekat qadariyah), Ibn Muqaffa’
(sastrawan besar) dan lain-lain.
Dalam bidang ekonomi, perkembangannya berjalan seiring
dengan perkembangan politik. Pada masa Harun Al-Rasyd dan Al-Ma’mun,
perdagangan dan industry berkembang pesat. Kehidupan ekonomi kota ini didukung
oleh tiga buah pelabuhan yang ramai dikunjungi para kafilah dagang
internasional.
Banyaknya orang suci yang dikebumikan di dalam batas
dan sekitar tembok kota dan makamnya menjadi pusat tempat ziarah bagi orang
Muslim, menyebabkan kota Baghdad mendapat julukan Benteng Kesucian. Di sinilah istirahat Imam Musa Al-Kazhim (Imam
ketuju Syi’ah). Di sini pula dimakamkan Imam Abu Hanifah. Sebagai ibu kota
kerajaan, tentu banyak pula yang dikebumikan di sini para khalifah dan
permaisurinya.
Kota yang terletak di tepi Barat sungai Tigris itu
muncul sebagai kota yang terindah dan termegah di dunia waktu itu. Pada masa
kegemilangannya, sebelum dihancurkan oleh tentara Mongol, kota itu
memperlihatkan pemandangan yang elok dan mempesona.
Semua kemegahan, keindahan dan kehebatan kota Baghdad
itu sekarang hanya tinggal kenangan. Semuanya seolah-olah hanyut di bawa arus
sungai Tigris, seolah kota ini dibumihanguskan oleh tentara Mongol di bawah
pimpinan Hulagu Khan tahun 1258 M. Semua bangunan kota, termasuk istana emas
tersebut dihancurkan. Pasukan Mongol itu juga menghancurkan perpustakaan yang
merupakan gudang ilmu dan membakar buku-buku yang terdapat di dalamnya. Pada
tahun 1400 M, kota ini diserang pula oleh pasukan Timur Lenk, dan tahun 1508 M
oleh tentara kerajaan Safawi. Kota Baghdad, ibu kota Irak sekarang, memang
mengambil lokasi yang sama, tetapi ia sama sekali tidak mencerminkan kemajuan
Baghdad lama.
Dr. Badri Yatim, M.A.”Sejarah
Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II”.PT Raja Grafindo
Persada.Jakarta:2008.
0 comments:
Post a Comment