Kesultanan Pajang adalah pelanjut dan dipandang
sebagai pewaris kerajaan Islam Demak. Kesultanan yang terletak di daerah
Kartasura sekarang itu merupakan kerajaan Islam pertama yang terletak di daerah
pedalaman pulau Jawa. Usia kesultanan ini tidak panjang. Kekuasaan dan
kebesarannya kemudian diambil alih oleh kerajaan Mataram.
Sultan atau raja pertama kesultanan ini adalah Jaka
Tingkir yang berasal dari Pengging, di lereng Gunung Merapi. Oleh Raja Demak
ketiga, Sultan Trenggono, Jaka Tingkir diangkat menkado penguasa di Pajang,
setelah sebelumnya dikawinkan dengan anak perempuannya. Kediaman penguasa
Pajang itu, menurut Babad, dibangun dengan mencontoh keraton Demak.
Pada tahun 1546, sultan Demak meninggal dunia. Setelah
itu, muncul kekacauan di ibu kota. Konon, Jaka Tingkir yang telah menjadi
penguasa Pajang itu dengan segera mengambil alih kekuasaan. Karena anak Sulung Sultan Trenggono yang
menjadi pewaris tahta kesultanan, susuhan Prawoto, dibunuh oleh kemenakannya,
Aria Penangsang yang waktu itu menjadi penguasa di Jipang (Bojonegoro
sekarang).
Setelah itu, ia memerintahkan agar semua benda pusaka
Demak dipindahkan ke Pajang. Setelah menjadi raja yang paling berpengaruh di
pulau Jawa, ia bergelar Sultan Adiwijaya. Pada masanya sejarah Islam di pulau
Jawa mulai dalam bentuk baru, titik politik pindah dari pesisir (Demak) ke
pedalaman. Peralihan pusat politik itu membawa akibat yang sangat besar dalam
perkembangan peradaban Islam di Jawa.
Sultan Adiwijaya memperluas kekuasaan pemerintahannya
di tanah pedalaman ke arah Timur sampai daerah Madiun, di aliran anak sungai
Bengawan Solo yang terbesar. Setelah itu, secara berturut-turut ia dapat
menundukkan Blora (1554) dan Kediri (1577). Pada tahun 1581, ia berhasil
mendapatkan pengakuan sebagai Sultan Islam dari raja-raja perpenting di Jawa
Timur. Pada umumnya hubungan antara keratin Pajang dan raja-raja Jawa Timur
memang bersahabat.
Selama pemerintahan Sultan Adiwijaya, kekusastraan dan
kesenian yang sudah maju di Demak, dan Jepara lambat laun dikenal di pedalaman
Jawa. Pengaruh agama Islam yang kuat di pesisir dan menjalar tersebar ke daerah
pedalaman.
Sultan Pajang meninggal dunia tahun 1587 dan
dimakamkan di Butuh, suatu daerah di sebelah barat taman kerajaan Pajang. Dia
digantikan oleh menantunnya, Aria Pangiri, anak susuhan Prawoto tersebut di
atas. Waktu itu, Aria Pangiri menjadi penguasa di Demak. Setelah menetap di
keratin Pajang, Aria Pangiri dikelilingi oleh pejabat-pejabat yang dibawanya
dari Demak. Sementara itu, anak Sultan Adiwijaya, Pangeran Benawa, dijadikan
penguasa di Jipang.
Pangeran muda ini, karena tidak puas dengan nisabya di
tengah-tengah lingkungan yang masih asing baginya, meminta bantuan kepada
Senopati, penguasa Mataram, untuk mengusir raja Pajang yang baru itu. Pada
tahun 1588, usahanya itu berhasil. Sebagai rasa terima kasih, Pangeran Benawa
menyerahkan hak atas warisan ayahnya kepada Senopati. Akan tetapi, Senopati
menyatakan keinginannya untuk tetap tinggal di Mataram. Ia hanya meminta
“pusaka kerajaan” Pajang. Mataram ketika itu memang sedang dalam proses menjadi
sebuah kerajaan yang besar. Pangeran Benawa kemudian dikukuhkan sebagai raja
Pajang, akan tetapi berada dibawah perlindungan kerajaan Matara. Sejak itu, Pajang
sepenuhnya menjadi berada di bawah kekuasaan Mataram.
Riwayat kerajaan Pajang berakhir tahu 1618. Kerajaan
Pajang waktu itu memberontak terhadap Mataram yang ketika itu di bawah Sultan
Agung. Pajang dihancurkan, rajanya melarikan diri ke Giri dan Surabaya.
Dr. Badri Yatim, M.A.”Sejarah
Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II”.PT Raja Grafindo
Persada.Jakarta:2008.
0 comments:
Post a Comment