Kedatangan Islam dan penyebarannya kepada golongan
bangsawan dan rakyat umumnya, dilakukan secara damai. Apabila situasi politik
suatu kerajaan mengalami kekacauan dan kelemahan disebabkan perebutan kekuasaan
di kalangan keluarga istana, maka Islam dijadikan alat politik bagi golongan
bangsawan atau pihak-pihak yang menghendaki kekuasaan itu. Mereka berhubungan
dengan pedagang-pedagang Muslim yang posisi ekonominya kuat karena menguasai
pelayaran dan perdagangan. Apabila kerajaan Islam sudah berdiri, penguasanya
melancarkan perang terhadap kerajaan non-Islam. Hal itu bukanlah karena persoalan
agama tetapi karena dorongan politis untuk menguasai kerajaan-kerajaan di
sekitarnya.
Menurut Uka Tjandrasasmita, saluran-saluran islamisasi
yang berkembang ada enam, yaitu:
- Saluran Perdagangan
Pada taraf permulaan, saluran islamisasi adalah
perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M.
membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian
dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara dan Timur Benua
Asia. Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena
para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka
menjadi pemilik kapal dan saham. Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan dengan
saluran Islamisasi melalui perdagangan ini di pesisir Pulau Jawa, Uka Tjandrasasmita menyebutkan bahwa para
pedagang Muslim banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang penduduknya
ketika itu masih kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan
mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan
karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa
tempat, penguasa-penguasa Jawa, yang menjabat sebagai bupati-bupati Majapahit yang
ditempatkan di pesisir utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan hanya karena
factor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi terutama karena factor
hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim.
- Saluran Perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagnang Muslim memiliki
status social yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk
pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri
saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah
mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya, timbul kampung-kampung,
daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan Muslim. Dalam perkembangan berikutnya, ada
pula wanita Muslim yang dikawani oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah
yang terakhir ini masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan
apabila terjadi antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan
anak adipati, karena raja, adipati atau bangsawan itu kemudian turut
mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat
atau Sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan Nyai Kawunganten,
Brawijaya dengan putri Campa yang menurunkan Raden Patah (raja pertama Demak)
dan lain-lain.
- Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi, mengajarkan
teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat
Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan
menyembuhkan. Di antara mereka ada juga yang mengawini putri-putri bangsawan
setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan keada penduduk pribumi
mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama
Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara
ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persaman dengan alam
pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syeikh Lemah
Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih berkembang
di abad ke-19 bahkan di abad ke-20 M ini.
- Saluran Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik
pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai, dan
ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama, dan kiai
mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke
kampong masing-masing kemudian berdakwah ke tempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya,
pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan Sunan
Giri di Giri. Keluaran pesantren Giri ini banyak yang diundang ke Maluku untuk
mengajarkan agama Islam.
- Saluran Kesenian
Saluran Islamisasi melaui kesenian yang paling
terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang
paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah
pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan
kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita
Mahabharata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran dan
nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat
Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan
seni ukir.
- Saluran Politik
Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat
masuk Islam setelah rajanya masuk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja
sangat berpengaruh tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di
Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia bagian Timur, demi kempentingan politik, kerajaan-kerajaan
Islam memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara
poltik banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.
Dr. Badri Yatim, M.A.”Sejarah
Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II”.PT Raja Grafindo Persada.Jakarta:2008.
a a
ReplyDeletemkch udh berkunjung n udh ngasih komentar,, d tnggu knjungan berikut nya
Delete^_^)
makasih infonya, berguna banget :)
ReplyDeletesama" .. smoga saja brguna .. aminn ^_^
Deleteminta izin coppas gan
ReplyDeleteIni nih yang lumayan lengkap, thanks min
ReplyDeletesuwun min
ReplyDelete