Nafsu insani yang tidak terkawal, adalah sebagai penghalang
seseorang untuk mencapai ketenangan dalam menghadap Allah swt. Hidayah Allah
tidak akan masuk ke dalam sanubarinya, seandainya ia belum mampu mengendalikan
hawa nafsunya. Pada asasnya, manusia dibagi kepada dua golongan, yaitu golongan
yang dikalahkan nafsunya sehingga tingkah lakunya dikendalikan nafsu dan
golongan yang mampu mengendalikan nafsunya, sehingga nafsu itu tunduk dengan
perintahnya. Para shalihin ada yang berkata: “Akhir dari perjalanan hidup
seseorang yang menuju jalan makrifat yaitu jika ia dapat membuktikan bahwa
dirinya telah mampu mengendalikan nafsu-nafsunya. Siapapun yang berhasil
mengendalikannya, maka beruntunglah ia, sebaliknya bagi mereka yang dikalahkan
nafsu, maka rugilah ia. Firman Allah swt menjelaskan sebagai berikut:
“Adapun
orang yang melampaui batas, dan lebih mengutmakan kehidupan dunia, maka
sesunggunya nerakalah tempat tinggalnya. Dan adapun orang-orang yang takut
kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya
surgalah tempat tinggalnya”.
(QS. An-Naazi’at : 37-41)
- Nafsu Muthmainnah
Nafsu Muthmainnah yaitu nafsu tenang bersama Allah, tenteram
ketika mengingatnya, selalu merindukan Allah dan senantiasa dekat dengan-Nya.
Firman Allah swt menjelaskan sebagai berikut:
“Hai
jiwa yang tenang. Maka masuklah ke dalam jamaah yang puas lagi diridhai-Nya.
Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam surga-Ku”.
(QS. Al-Fijr : 27-30)
Ibnu Abbas ra berkata: “Muthmainnah artinya yang membenarkan. Qatadah
berpendapat muthmainnah yaitu hanyalah orang-orang yang beriman, yang jiwanya
tenang terhadap apa yang dijanjikan Allah”. Orang yang berjiwa tenang ini akan
nampak pada akhlaknya, bersikap tenang,sabar dan sanggup menerima setiap cobaan
dari Allah swt.
Jiwa yang muthmainnah yaitu jiwa yang berhijrah dari segala
sesuatu yang dibenci auatu yang dilarang oleh Allah swt menuju kepada perbuatan
yang diridhai-Nya. Umpamanya dari sikap ragu-ragu kepada memperoleh keyakinan. Dari
bodoh kepada berilmu pengetahuan, dari lalai hingga ingat kepada Allah.
Begitulah seterusnya dari keburukan menuju kepada yang lebih baik dan mendapat
bimbingan Allah.
Pokok ari semuanya itu adalah kesadaran jiwa yang tinggi, serta
peka terhadap goncangan jiwa dan perasaan. Sehingga terhindar dari segala
bentuk dosa maksiat yang pernah dikerjakan. Setelah melihat kesadarannya itu
barulah tahu bahwa hidup ini tidak lama dan akan berakhir dengan kematian. Akhirnya
akan bertemu yang Maha Agung.
Oleh sebab itu, setiap muslimin hendaknya secepat mungkin untuk
memanfaatkan sisia-sisa umur yang pendek ini untuk mengabdi hanya keada Ilahi. Menghidupkan
kembali hati yang telah mati, ataupun memberi penawar bagi jiwa yang telah
sakit, agar kehidupan kita bahagia di akhirat kelak.
- Nafsu Lawwamah
Nafsu Lawwamah yaitu nafsu yang tidak pernah stabil atau satu
keadaan. Ia selalu berubah, baik dalam bentuk pendirian ataupun tingkah laku. Ia
diantara ingat dan lalai, antara ridha dan marah, antara cinta dan benci dan
lain-lain.
Sebagian orang berpendapat bahwa nafsu Lawwamah adalah nafsu
prang yang beriman. Ada juga yang mengatakan Lawwamah yaitu mencela diri
sendiri kelak pada hari kiamat, di mana setiap orang akan berbuat serupa. Jika ia
pernah membuat kesalahan, maka ia mencela kebodohan sikapnya itu, dan jika
berbuat baik maka ia juga mencelah karena sedikitpnya kebaikan yang ia lakukan.
Imam Ibnu Qayyin berkata: “Semua pendapat di atas tentang nafsu
Lawwamah itu adalah benar”. Kemudian Lawwamah dibedakan lagi kepada dua jenis,
Lawwamah yang tercela dan Lawwamah yang terpuji. Lawwamah yang tercela yaitu
nafsu yang bodoh dan zalim, semuanya itu dicela oleh Allah swt. Lawwamah yang
terpuji yaitu nafsu yang senantiasa berfungsi sebagai peneliti atas setiap
tindakan seseorang. Apakah telah mengabdikan diri kepada Allah, beriman dan
beramal saleh, serta segala kebaikan yang diperintah-Nya.
- Nafsu Ammarah
Nafsu Ammarah adalah nafsu yang tercela, sebab ia selalu
mengajak kepada kezaliman. Tidak seorangpun yang terlepas dari nafsu ini,
kecuali oarng yang memperoleh pertolongan Allah swt. Seperti kisah istri Al-
Azizi penguasa Mesir. Firman Allah menjelaskan :
”Dan
aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan, karena sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
(QS. Yusuf : 53)
Firman Allah swt menjelaskan sebagai berikut :
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa
yang mengikuti angkah-langkah seteanm maka sesungguhnya setan itu menyuruh
mengerjakan perbauatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena
karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, niscaya tidak seorangpun dari
kamu bersih dari perbuatan-perbuatan keji yangmeungkar itu selama-lamanya, tetapi
Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui”.
(QS. An-Nuur : 21)
Sebenarnya nafsu ini hanya satu, tetapi ia dapat bersiat
ammarah, bersifat lawwamah dan terakhir dapat meningkat kepada muthmainnah.
Muthmainnah inilah merupakan puncak kesempurnaan dan kebaikan nafsu insani. Karena
nafsu muthmainnah selalu berteman dan berada di sisi Malaikat. Senantiasa
berusaha untuk mengabdi kepada Allah swt.
Sedangkan nafsu ammarah selalu berdampingan dengan setan. Menggoda
dan mempengaruhi manusia dengan janji-janji palsu, mengajar manusia mengerjakan
kebatilan dan kemaksiatan. Nafsu ammarah merupakan nafsu yang menjadi
penghalang bagi nafsu muthmainnah untuk mencapai tingkat kesempurnaan. Begitulah
seterusnya, bahwa dalam kehidupan kita ada dua nafsu yang selalu berlawanan.
Sumber :
Drs. Muhammad Isa Selamat, MA. Penawar Jiwa dan Pikiran. Kalam Mulia: Jakarta. 2005.
0 comments:
Post a Comment