Saturday 30 June 2012

Perkembangan Terakhir Islam di Burma (Myanmar) Dan Laos


A.   Mengenal Myanmar

Negara Myanmar dulu dikenal sebagai Birma atau Burma. Namun, pada masa pemerintahan junta militer yakni yang dipimpin oleh Jenderal Ne Win, secara resmi menukar nama negara dari Burma menjadi Myanmar pada tanggal 18 Juni 1989, dan ibukotanya dari Rangoon menjadi Yangon. Junta militer mengubah nama Burma menjadi Myanmar agar etnis non-Burma merasa menjadi bagian dari negara. Pada tanggal 7 November 2005, pemerintah membangun ibukota baru yang bernama Naypyidaw, dan memindahkan ibukotanya dari Yangon ke Naypyidaw. Mereka juga mengubah lagu kebangsaan dan bendera pada tanggal 21 Oktober 2010. Negara ini secara geografis terletak di ekor anak benua India, di sebelah barat berbatasan dengan laut Andaman, di sebelah utara berbatasan dengan India, di sebelah timur berbatasan dengan China, dan disebelah selatan berbatasan dengan Thailand.
Luas seluruh wilayahnya adalah 678.000 km2, dengan jumlah penduduk 45 juta jiwa. Mayoritas penduduk Myanmar berbangsa Burma dan beragama Buddha. Disamping itu, terdapat juga etnis minoritas seperti Karen, Chin, Kachin, Shan, dan Rohingya.
Secara fisiografis, Myanmar terdiri atas rangkaian pegunungan Himalaya, di antaranya terletak memanjang sungai Irawadi, Sitting, dan Salween. Myanmar beriklim tropis, sehingga memiliki dua musim; musim kemarau dan musim hujan.
Penduduk Myanmar terdiri dari 75% etnis Burma, yang tinggal di lembah Delta sungai Irawadi, 9% etnis Karen, dan 7% etnis Shan. Dibagian barat tinggal beberapa kelompok etnis Chinese yang merupakan pendatang terbesar. Bahasa resmi negara ini adalah bahasa Burma. Kota besarnya adalah Rangoon (3,2 juta jiwa), Mandalay (500.000 jiwa), Moulmein (100.000 jiwa). Di bidang pendidikan, pemerintah Myanmar memberikan pendidikan dasar secara gratis dan memiliki dua universitas besar, yaitu Universitas Rangoon dan Universitas Mandalay.

B.   Masuk dan Berkembangnya Islam di Myanmar
Setelah Islam tersebar di sekitar pantai benua kecil India sekitar abad ke-7 M, pedagang Islam mulai menyebarkan agama itu ke Burma (Myanmar). Mayoritas mereka berasal dari etnis Arab, Persia, dan India. Pelaut-pelaut Islam ini untuk pertama kalinya sampai di Burma (Myanmar) kira-kira abad ke-9 M. Tumpuan mereka adalah berdagang di sekitar pantai Arakan dan hilir Burma (Myanmar).
Dalam tulisan-tulisan pelaut (pengembara) Arab dan Persia pada masa itu terdapat catatan tentang Burma (Myanmar). Ibn Khordadhbeh, Ibn al-Faqih, dan al-Maqdis yang melintasi kawasan ini pada abad ke-9 dan 10 M telah mencatatkan aktivitas pedagang-pedagang Islam di Burma (Myanmar) ketika itu. Diantara mereka ada yang singgah karena untuk berdagang dan ada pula karena menanti angin sebelum meneruskan pelayaran mereka ke timur atau kembali ke India atau tanah Arab. Ada juga diantara mereka yang akhirnya menetap karena kapal yang mereka tumpangi rusak atau tenggelam. Mereka yang agak lama tinggal di Burma (Myanmar) ini akhirnya menikah dengan penduduk setempat yang beragama Buddha, sehingga terbentuk komunitas-komunitas Islam di pelabuhan-pelabuhan negara tersebut. Orang-orang keturunan Islam ini dikenal sebgai Pathee atau Kala. Perkawinan campuran ini telah menyebabkan tersebarnya agama Islam di sekitar kota-kota pelabuhan di Burma (Myanmar) terutama setelah abad ke-10 M.
Generasi awal Muslim yang datang ke delta Sungai Ayeyarwady Burma, yang terletak di pantai Tanintharyi dan di Rakhine bermula pada abad ke 9. Keberadaan orang-orang Islam dan da'wah Islam pertama ini didokumentasikan oleh para petualang Arab, Persia, Eropa, dan Cina abad ke 9. Orang-orang Islam Burma merupakan keturunan dari orang-orang Islam yang menetap dan kemudian menikahi orang-orang dari etnis Burma setempat. Orang-orang Islam yang tiba di Burma umumnya sebagai pedagang yang kemudian menetap, anggota militer, tawanan perang, pengungsi, dan korban perbudakan. Bagaimanapun juga, ada diantara mereka yang mendapat posisi terhormat sebagai penasehat raja, pegawai kerajaan, penguasa pelabuhan, kepala daerah, dan ahli pengobatan tradisional.
Muslim Persia tiba di utara Burma yang berbatasan dengan wilayah Cina Yunnan pada tahun 860. Orang-orang Islam Burma kadang-kadang di sebut Pathi, sebuah nama yang dipercayai berasal dari Persia. Banyak perkampungan di utara Burma dekat dengan Thailand tercatat sebagai penduduk Muslim, dengan jumlah orang-orang Islam yang sering melebihi penduduk lokal Burma.
Myanmar, sebagaimana negara-negara tetangganya, memiliki persoalan yang sama mengenai keragaman etnisitas dan religiusitas di wilayahnya. Sebagaimana Thailand dan Filiphina, kaum minoritas menjadi bagian yang terpinggirkan oleh kebijakan negara yang lebih berpihak kepada kelompok etnis dan keagamaan mayoritas. Tak terkecuali nasib umat Islam di tengah mayoritas umat Buddha.
Agama Islam yang pertama kali hadir di Myanmar pada tahun 1055, sehingga kini masih menjadi kaum pinggiran. Hasil jerih payah para saudagar Arab yang beragama Islam yang mendarat di delta sungai Ayeyarwady, semenanjung Tanintharyi, dan daerah Rakhin dengan upaya dakwa mereka, kini baru menuai hasil sebagai etnisitas yang keberadaannya tetap dicurigai dan bahkan sebagian diintimidasi karena dianggap berpotensi sebagai kekuatan yang membahayakan junta militer Myanmar dan mengancam eksistensi kaum mayoritas Buddha di wilayah itu.
Populasi umat Islam yang ada di Myanmar saat ini terdiri dari keturunan Arab, Persia, Turki, Moor, Pakistan dan Melayu. Selain itu, beberapa warga Myanmar juga menganut agama Islam seperti dari etnis Rakhin dan Shan. Populasi Islam di Myanmar sempat meningkat pada masa penjajahan Britania Raya, dikarenakan banyaknya umat Muslim India yang bermigrasi ke Myanmar. Tetapi, populasi umat Islam semakin menurun ketika perjanjian India-Myanmar ditandatangani pada tahun 1941.
Sebagian besar Muslim di Myanmar bekerja sebagai penjelajah, pelaut, saudagar dan tentara. Umat Muslim asli Myanmar disebut Pathi dan Muslim China disebut Panthay. Konon, nama Panthay berasal dari kata Parsi. Kemudian, komunitas Muslim bertambah di daerah Pegu, Tenasserim, dan Pathein.
Salah satu kelompok etnis yang beragama Islam negara bagian Arakan adalah Rohingya. Sebuah kelompok etnis-Muslim yang oleh junta militer Myanmar tidak diakui sebagai bagian dari komunitas etnis yang sah di wilayah itu. Sehingga mereka terusir di beberapa Negara sebagai kelompok pengungsi dan manusia-perahu. Mereka antara lain tersebar menjadi pendatang liar di Thailand, Myanmar, Srilangka bahkan ada sebagian dari kelompok mereka yang terdampar di Aceh (Indonesia) sebagai kelompok manusia-perahu.
Arakan sendiri merupakan sebuah negara bagian seluas 14.200 mil persegi yang terletak di barat Myanmar. Merupakan daerah pesisir timur teluk Bengali yang bergunung-gunung. Berbatasan langsung dengan India di utara, berbatasan dengan negara bagian Chin di timur laut, berbatasan dengan Magwe dan Pegu di timur, berbatasan dengan Irawadi di selatan dan Bangladesh di barat laut. Saati ini dihuni oleh sekitar 5 juta penduduk yang terdiri dari dua etnis utama, Rohingya yang yang beragama Islam dan Rakhine/Maghs yang beragama Buddha.
Kata Rohingya berasal dari kata Rohang, yang merupakan nama lama dari negara bagian Arakan. Etnih Rohingya sudah tinggal di Arakan sejak abad ke-7 M. Hal ini merupakan bantahan bagi junta militer yang menyatakan bahwa etnis Rohingya merupakan pendatang yang ditempatkan oleh penjajah Inggris dari Bangladesh. Memang secara fisik etnis Rohingya memiliki kesamaan fisik dengan orang Bangladesh. Merupakan keturunan dari campuran orang Bengali, Persia, Mongol, Turki, Melayu dan Arab menyebabkan kebudayaan Rohingya sedikit berbeda dari kebanyakan orang Myanmar. Termasuk dari segi bahasa yang banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab, Parsi, Urdu dan Bengali.
Arakan dulunya merupakan sebuah negara independen yang pernah dikuasai secara bergantian oleh orang Hindu, Buddha dan Muslim. Pada 1203 M Bengal menjadi sebuah negara Islam, dan sejak saat itu pula pengaruh Islam mulai merambah masuk ke wilayah Arakan. Hingga pada akhirnya pada tahun 1430 M, Arakan menjadi sebuah negara Muslim. Selama 350 tahun kerajaan Muslim berdiri di Arakan dan umat islam hidup dengan tenang.
Penduduk Muslim Rohingya merupakan mayoritas penduduk Arakan, dengan jumlah ±90%. Namun selama 45 tahun kemerdekaan Burma (Myanmar) jumlah itu terus berusaha dikurangi, mulai dari pengusiran hingga pembunuhan, hingga saat ini hanya tersisa sedikit umat Islam Rohingya di selatan Arakan sedangkan di bagian utara Rohingya masih menjadi mayoritas.
Berbeda dengan etnis lain yang berhak mendirikan negara bagian sendiri, etnis Rohingya kehilangan haknya, bahkan wilayahnya (Arakan) diserahkan kepada etnis Rakhin yang beragama Buddha, walaupun populasinya kurang dari 10% penduduk Arakan. Sejak saat itulah hak-hak etnis Rohingya bersaha dihilangkan oleh politisi Buddha Burma.

C.   Pembagian Administratif
Secara administratif, Myanmar dibagi menjadi tujuh negara bagian (pyine) dan tujuh divisi (yin), diantaranya:
Negara Bagian di Myanmar
Divisi-divisi di Myanmar
1.    Negara bagian Chin
1)    Divisi Irawadi
2.    Negara Bagian Kachin
2)    Divisi Bago
3.    Negara Bagian Kayin (Karen)
3)    Divisi Magway
4.    Negara Bagian Kayah (Karenni)
4)    Divisi Mandalay
5.    Negara Bagian Mon
5)    Divisi Sagaing
6.    Negara Bagian Rakhine (Arakan)
6)    Divisi Tanintharyi
7.    Negara Bagian Shan
7)    Divisi Yangon

D.   Kelompok-kelompok Etnis di Myanmar
Secara garis besar, kelompok etnis di Myanmar dapat dikelompokkan dalam delapan kelompok etnis:
1.     Etnis Bamar/Burma. Dua pertiga dari total warga Myanmar. Beragama Buddha, menghuni sebagian wilayah negara kecuali pedesaan.
2.     Etnis Karen. Suku yang beragama Buddha, Kristen atau paduannya. Menghuni pegunungan dekat perbatasan dengan Thailand.
3.     Etnis Shan (Siam dalam bahasa Thai). Etnis yang beragama Buddha yang berkerabat dengan etnis Thai. Pada umumnya menghuni di sepanjang perbatasan Thailand-Myanmar.
4.     Etnis Arakan. Juga disebut Rakhine, umumnya beragama Buddha dan tinggal di perbukitan di Myanmar barat.
5.     Etnis Mon. Etnis yang beragama Buddha yang menghuni kawasan selatan dekat perbatasan Thailand.
6.     Etnis Kachin. Kebanyakan beragama Kristen. Mereka juga tersebar di China dan India.
7.     Etnis Chin. Kebanyakan beragama Kristen, menghuni dekat perbatasan India.
8.     Etnis Rohingya. Etnis Muslim yang tinggal di utara Rakhine (Arakan), banyak yang telah mengungsi ke Bangladesh atau Thailand.

E.   Deskripsi Negara Laos

Laos terletak di bagian dalam Semenanjung Indocina yang berteras-teras dan bergunug-gunung, yang merupakan perpanjangan benua Asia yang luas ke utara. Di bagian timur Laos, yang berbatasan dengan Vietnam, terletak berbagai jurang tinggi dari pegunungan Kordilera Annam. Menurut sejarahnya, pegunungan ini telah menjadi penghalang alamiah bagi yang ingin melintas dan merupakan alasan utama untuk membedakan suku Laos dan Thai di bagian barat dengan suku Vietnam di bagian timur pegunungan.
Iklim di Laos pada umumnya adalah hangat meskipun terpengaruh oleh berbagai perubahan musim. Suhu udara berkisar dari 28 C di musim panas hingga 15-26 C mulai bulan November sampai bulan Februari. Maret dan April biasanya merupakan bulan-bulan yang panas dan kering. Mulai bulan Mei hingga Oktober, angin pasat baratdaya membawa curah hujan setinggi 25 cm setiap bulannya. Selama musim kemarau, November-April, rata-rata curah hujan adalah kurang dari 2,5 cm.
Sumber alam Laos, yang sebagian besar belum di olah, terdiri atas kayu jati, timah, timbel, perak, dan emas. Terdapat juga potensi hidroelektrik yang besar di sepanjang sungai yang banyak jumlahnya. Khususnya sungai Mekong, salah satu sungai terbesar di Asia Timur. Selama beratus-ratus tahun Transportasi air merupakan sarana utama untuk memindahkan orang dan barang di dalam Laos. Sungai Mekong yang menjadi tapal batas Barat Laos dengan Thailand, merupakan urat nadi utama bagi komunikasi anatara Laos Utara dan Selatan. Berbagai anak sungai Mekong menyediakan jalan alam menuju perjalanan yang bergunung-gunung.
Kota Laos hanya memiliki beberapa kota penting, yang utama diantaranya adalah Vientiane dan Luang Prabang keduanya terletak di tepi sungai Mekong. Vientiane (Berpenduduk 90.000 jiwa) merupakan kota terbesar dan Ibu kota Negara, serta merupakan pusat perdagangan terkemuka di Laos. Bandara utama Laos terletak di Vientiane. 210 km Barat Laut dari Viantiane terletak kota Luang Prabang, bekas Ibu kota kerajaan Laos (Berpenduduk 44.000 jiwa). Luang Prabang terutama merupakan Kota Pasar, yaitu tempat menjual berbagai barang yang di produksi oleh para petani, nelayan, dan pekerja kayu.

F.   Masuk dan berkembangnya Islam di Laos
Laos dikenal sebagai salah satu Negara dengan sistem pemerintahan komunis yang tersisa di dunia dengan mayoritas penduduknya merupakan pemeluk Budha Theravada. Tak heran kalau Laos merupakan negara dengan penduduk Muslim paling sedikit di Asia Tenggara.
Agama Islam pertama kali masuk ke Laos melalui para pedagang Cina dari Yunnan. Para saudagar Cina ini bukan hanya membawa dagangannya ke Laos, namun juga ke negara tetangganya seperti Thailand dan Birma. Oleh masyarakat Laos dan Thailand,  para pedagang asal Cina ini dikenal dengan nama Chin Haw. Peninggalan kaum Chin Haw yang ada hingga hari ini adalah:  beberapa kelompok kecil komunitas Muslim yang tingal di dataran tinggi dan perbukitan. Mereka menyuplai kebutuhan pokok masyarakat perkotaan. Di sini, mereka memiliki masjid besar kebanggaan. Letaknya di ruas jalan yang terletak di belakang pusat air mancur Nam Phui. Masjid ini dibangun dengan gaya neo-Moghul dengan ciri khas berupa menara gaya Oriental. Masjid ini juga dilengkapi pengeras suara untuk adzan. Ornamen lain adalah tulisan-tulisan di dalam masjid ini ditulis dalam lima bahasa, yaitu Arab, Tamil, Lao, Urdu, dan Inggris. Selain kelompok Muslim Chin Haw, ada lagi kehadiran kelompok Muslim lainnya di Laos yaitu komunitas Tamil dari selatan India. Muslim Tamil dikenal dengan nama Labai di Madras dan sebagai Chulia di Malaysia dan Phuket. Mereka masuk Vientiane melalui Saigon yang masjidnya memiliki kemiripan dengan masjid mereka di Tamil. Para jamaah Muslim India Selatan inilah yang mendominasi masjid di Vientiane. Meski demikian, masjid ini juga banyak dikunjungi jamaah Muslim dari berbagai negara. Jamaah tetap di masjid ini termasuk para diplomat dari negara Muslim di Vientiane, termasuk dari Malaysia, Indonesia, dan Palestina. Laos merupakan salah satu negara yang kaya dengan keberagaman etnis. Setengah populasinya yang mencapai empat setengah juta orang berasal dari etnis Lao atau yang dikenal masyarakat lokalnya sebagai Lao Lum. Selain mendominasi dari segi jumlah penduduk, mereka juga mendominasi pemerintahan dan komunitas masyarakatnya. Mereka yang berasal dari etnis ini memiliki kedekatan kekerabatan dengan penduduk kawasan timur laut Thailand. Mereka berasal dari dataran rendah Mekong yang hidup mendominasi di Vientiane dan Luang Prabang. Secara tradisional, mereka juga mendominasi pemerintahan dan masyarakat Laos.
Saat ini, sebagian besar Muslim di Vientiane merupakan pembisnis. Mereka berjaya di bidang tekstil, ekspor-impor, atau melayani komunitas mereka sendiri dengan menjadi penjual daging atau pemilik restoran halal. Beberapa restoran terletak di kawasan Taj off Man Tha Hurat Road, dan dua atau tiga restoran halal lainnya berdiri di persimpangan jalan Phonxay dan Nong Bon Roads. Selain melayani komunitas Muslim, mereka juga menyediakan jasa ketring bagi petugas kedutaan yang beragama Islam. Sisanya, para pekerja Muslim lokal di Vientiane bekerja di bagian tesktil di berbagai pasar di kota ini, seperti di Talat Sao atau pasar pagi, di persimpangan jalan Lan Xang, dan Khu Vieng.
Selain di Vientiane, ada lagi komunitas Muslim lainnya di Laos. Namun mereka berjumlah lebih sedikit dan memutuskan tinggal di kota kecil di luar Vientiane. Sebagian orang menyatakan ada sebuah masjid kecil di Sayaburi, di tepi barat Mekong tidak jauh dari Nan. Sayaburi dulu pernah dinyatakan sebagai daerah tertutup bagi orang asing.
Muslim Laos didominasi oleh para pendatang dari kawasan Asia Selatan dan juga Muslim Kamboja. Khusus untuk Muslim Kamboja, mereka adalah para pengungsi dari rezim Khmer berkuasa. Mereka melarikan diri ke Negara tetangga mereka (Laos), setelah pemimpin rezim Pol Pot menyerukan gerakan pembersihan masal etnis Kamboja Cham Muslim dari tanah Kamboja. Sebagai pengungsi, kehidupan mereka terbilang miskin. Selain itu mereka mengalami trauma akibat pengalaman hidup di bawah tekanan Khmer sejak 1975. Semua masjid di Kamboja dihancurkan. Mereka juga dilarang untuk beribadah atau berbicara dalam bahasa Kamboja dan banyak di antara mereka dipaksa untuk memelihara babi. Sejarah pahit mengiringi kepergian Muslim Kamboja ke Laos. Mata imam masjid Kamboja di Vientiane, Musa Abu Bakar, berlinang air mata ketika menceritakan kematian seluruh anggota keluarganya dari kelaparan. Mereka dipaksa makan rumput, sementara satu-satunya daging yang mereka dapatkan dari tentara Khmer hanyalah daging babi, yang diharamkan oleh Islam. Beberapa orang Kamboja, seperti mereka yang di Vientiane, kemudian melarikan diri dari kampung halamannya. Sementara sisanya berhasil bertahan dengan cara menyembunyikan identitas etnis mereka dan juga keislamannya. Dari suluruh populasi Muslim Kamboja, diperkirakan tujuh puluh persennya tewas akibat kelaparan dan pembantaian.
 Kini di Laos diperkirakan ada sekitar 200 orang Muslim Kamboja. Mereka memiliki masjid sendiri yang bernama Masjid Azhar atau yang oleh masyarakat lokal dikenal dengan nama Masjid Kamboja. Masjid ini berlokasi di sebuah sudut di distrik Chantaburi  Vientiane. Meski berjumlah sangat sedikit dan tergolong miskin, mereka teguh memegang agama. Umumnya, mereka adalah penganut mahzab Syafii, berbeda dengan komunitas Muslim Asia Selatan di Vientiane yang menganut mazhab Hanafi.

Daftar Pustaka
                                   
International, Grolier. 1988. Negara dan Bangsa Asia. Jakarta: PT. Widyadara.
Saifullah. 2010. Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Http://Alkayyiscenter.Blogspot.Com/2010/02/Islam-Di-Laos.Html 17:21, 26-05-12.
Http://Id.M.Wikipedia.Org/Wik/Junta_Militer  06:45. 27-05-2012.
Http://Www.Taqrib.Info/Indonesia/Index.Php?Option=Com_content&view=article&id=862:islam-di-myanmar-&catid=61:aghaliathaye-eslami&Itemid=148. 23:18. 26-05-12.
Http://Www.Voa-Islam.Com/News/Analysis/2009/07/31/565/Sejarah-Kedatangan-Islam-Di-Burma/ 17:16, 26-05-2012.

1 comment: