Dalam masyarakat hingga saat ini masih menganggap ilmu filsafat adalah ilmu “ngawang-ngawang” yaitu ilu yang sulit untuk dimengerti atau ilmu yang membingungkan orang. Memang, setiap ilmu memiliki segi negative/sinisme. Seperti ilmu filsafat, sisi negatifnya dengan mempelajari filsafat akan mencetak pengangguran seperti ilmu ekonomi, orang akan bersifat materialistic. Sisi negatifnya ilmu agama, dengan mempelajari ilmu agama, orang akan terhindar dari neraka. Sisi negative ilmu kedokteran, dengan mempelajari ilmu kedokteran pikirannya akan buruk karena mendoakan orang lain sakit.
Sisi negative setiap ilmu ini, hendaknya dibuang jauh-jauh dan kita harusnya lebih berfikir positif terhadap setiap ilmu. Jadi, syarat agar orang dapat mengaktualisasikan ilmu filsafat pertama-tama harus berfikir positif.
Sebagai ilmu, filsafat juga seperti ilmu-ilmu yang lain seperti: amtropologi, sosiologi, atau ilmu ekonomi, akan tetapi kelebihan ilmu filsafat ialah memiliki objek formal dan material lebih luas,dan setiap ilmu memuat unsure filsafat. Misalnya, sosiologi memiliki filsafat sosial, ilmu hukum memiliki filsafat hukum, ilmu kedoteran memiliki filsafat kedokteran dan sebagainya.
Bagi orang yang belajar ilmu filsafat hendaknya dapat “berdialog” dengan ilmu lain. Artinya, mempelajari filsafat tidaklah cukup untuk berdialog dengan ilmu lain, maka orang harus mempelajari (misalnya) ilmu kependudukan/demografi. Hingga, orang tersebut pikirannya tidak selalu “ngawang-ngawang” dalam filsafat, tetapi pikiran orang tersebut diperkenalkan dengan pikiran yang realistic/praktis. Karena dalam ilmu kependudukan diajarkan tentang migrasi/perpindahan penduduk, program KB, kelahiran, kematian dan sebagainya.
Jadi ilmu filsafat harus berdialog dengan ilmu-ilmu lain, karena ilmu-ilmu (selain filsafat) dapat dipakai untuk membantu dalam kerangka berfikir kita.
Sumber : Asmoro achmadi. Filsafat Umum. Rajawali Pers. Jakarta: 2010.
0 comments:
Post a Comment