A. Dalam Bidang Bisnis Atau Pekerjaan
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil teman kepercayaanmu orang-orang yang diluar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka mneyukai apa yang menyusahkanmu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi.” (Ali Imran : 118).
Imam Baghawi dalam tafsirnya menjelaskan, “janganlah engkau menjadikan orang-orang non muslim sebagai wali, orang kepercayaan atau orang-orang pilihan, karena mereka tidak segan-segan melakukan apa-apa yang membahayakanmu.”
Syaikh Ibnu Taimiyah mengatakan, “para peneliti telah mengatahui bahwa orang-orang ahli dzimmah dari Yahudi dan Nashrani mengirim berita kepada saudara-saudara seagamanya tentang rahasia-rahasia orang Islam.”. diantara bait-bait yang terkenal ialah :
“Setiap permusuhan dapat diharapkan kasih sayangnya, kecuali permusuhan orang yang memusuhi karena agama.”
Karena itulah mereka dilarang memegang jabatan yang memvawahi orang-orang Islam dalam bidang pekerjaan, bahkan mempekerjakan orang Islam yang kemampuannya di bawah orang kafir itu lebih baik dan lebih bermanfaaf bagi umat Islam dalam agama dan dunia mereka. Sedikit tapi dari yang halal diberkati Allah, sedangkan banyak tapi dari yang haram dimurkai Allah.
Dapat disimpulkan bahwa :
- Tidak boleh mengangkat orang kafir untuk kedudukan yang membawahi orang-orang Islam, yaitu yang memungkinkan dia mengetahui rahasia-rahasia umat Islam, karena Allah berfirman :
“…janganlah kamu ambil teman kepercayaanmu orang-orang yang diluar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu.” (Ali Imran : 118)
- Diperbolehkan mengupah orang-orang kafir untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan sampingan yang tidak menimbulkan suatu bahaya dalam politik Negara Islam, umpamanya menjadi guide (petunjuk jalan), pemborong konstruksi bangunan, proyek perbaikan jalan dan sejenisnya dengan syarat tidak ada orang Islam yang mampu untuk itu.
B. Dalam Urusan Perang
Dalam masalah ini terdapat perbedaan diantara para ulama. Dan yang benar adalah diperbolehkan, apabila diperlukan dalam keadaan darurat, juga bila orang yang dimintai pertolongan dari mereka itu dapat dipercaya dalam masalah jihad.
Ibnu Qoyyim berkata tentang manfaat perjanjian Hudaibiyah : ”diantaranya, bahwa meminta bantuan kepada orang musyrik yang dapat dipercaya dalam berijtihad adalah diperbolehkan ketika benar-benar diperlukan, dan pada orang (musyrik) itu juga terdapat maslahah yaitu dia dekat dan mudah untuk bercampur dengan musuh dan dapat mengambil kabar dan rahasia mereka”
Juga diperbolehkan ketika dalam keadaan darurat, Imam Zuhry meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah meminta bantuan kepada orang-orang Yahudi dalam perang khaibar (7 H), dan Sofwan bin Umaiyah ikut serta dalam perang Humain padahal ia pada saat itu musyrik. Termasuk daruruat, misalnya jumlah orang-orang kafir jauh lebih banyak dan sangat ditakutkan, dengan syarat dia berpandangan baik terhadap kaum muslimin. Adapun jika tidak diperlukan maka tidak diperbolehkan meminta bantuan kepada mereka, karena orang kafir itu sangatlah dimungkinkan berkhianat dan bisa jadi menjadi senjata makan tuan, oleh karena buruknya hati mereka. Tapi yang tampak dari ucapan Syaikh Ibnu Taimiyah adalah boleh meminta pertolongan kepada mereka secara mutlak.
Sumber : Dr. Shalih bin fauzan bin Abdullah Al Fauzan. “Kitab Tauhid 1”. Yayasan Al-Sofwa. Jakarta: 2000.
0 comments:
Post a Comment