Sunday 12 June 2011

Cinta dan Benci, Sekedarnya Saja ...



Mencintai dan membenci adalah bagian yang amat yata dari hidup. Mustahil seseorang tidak mencintai sesuatu dan tidak pula membenci sesuatu yang lain. Termasuk cinta dan enci kepada sesama manusia. Dengan cinta yang “membara”, orang terdorong untuk berbuat positif yang besar, yang dalam keadaan biasa mungkin dia tidak sanggup melakukannya. Tapi mungkin juga karena cinta ini pula dia berbuat sesuatu yang amat negatif, yang ditujukan kepada sesuatu atau sesorang yang dianggap menghalangi cintanya. Sebaliknya, karena dorongan kebencian yang memuncak,  seseorang mampu melakukan hal-hal negatif yang luar biasa kejinya. Namun tidak mustahil kebencian dapat jadi sumber motivasi untuk melakukan tindakan-tindakan yang sangat terpuji.

 Jadi cinta dan benci termasuk sumber motivasi manusia melakukan sesuatu, yang positif dan yang negatif. Dan disnilah pangkal persoalannya. Seandainya cinta dan benci itu hanya mendorong untuk berbuat baik saja, maka tidak ada masalah. Tapi karena juga bisa mendorong perbuatan negatif, maka agama kita memperingatkan supaya kita berhati-hati.

Masalahnya ialah, tidak semua cinta dan benci kita mencapai tingkat yang bisa membenarkan terjadinya peperangan patriotik seperti nilai cinta tanah air dan benci kepada musuhnya. Apalagi cinta dan benci dalam skala kecil, dan pada tingkat hubungan pribadi. Tidak jarang kita mencintainya dan membenci secara salah atau terhadap sasaran yang salah. Sesuatu yang seharusnya kita benci, kita cintai; dan yang seharusnya kita cintai kita benci. Maka bisa jadi hari ini kita mencintainya, lain kali kita membencinya. Sebaliknya,  kita benci kepada sesuatu, kelak berbalik kita mencintainya. Ini berarti bahwa tindakan-tindakan kita berdasarkan perasaan cinta dan benci yang keliru itu pun keliru, bagi diri kita sendiri dan bagi orang lain.

Karena itu agama memperingatkan, kalau membenci sesuatu periksalah, jangan-jangan dia mengandung kebaikan untuk kita. Dan kalau mencintai sesuatu, juga telitilah kalau-kalau dia justru berbahaya bagi kita. Peringatan itu dikaitkan dalam masalah perang. 

(216). Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui (Q.S Al-Baqarah : 216).


Perintah serupa juga diberikan dalam kaitannya dengan masalah perjodohan. 

(19). Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa[278] dan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata[279]. dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak (Q.S An-Nisa : 19).

[278]  ayat Ini tidak menunjukkan bahwa mewariskan wanita tidak dengan jalan paksa dibolehkan. menurut adat sebahagian Arab Jahiliyah apabila seorang meninggal dunia, Maka anaknya yang tertua atau anggota keluarganya yang lain mewarisi janda itu. janda tersebut boleh dikawini sendiri atau dikawinkan dengan orang lain yang maharnya diambil oleh pewaris atau tidak dibolehkan kawin lagi.

[279]  Maksudnya: berzina atau membangkang perintah.

Dan dikatakan dalam syair Arab : (“Cintailah kekasihmu sekedarnya saja, kalau-kalau suatu hari dia jadi musuhmu. Dan bencilah musuhmu sekedarnya saja, kalau-kalau suatu hari dia menjadi kekasihmu”).

Hendaknya tidak disalahpahami. Maksud itu semua bukanlah pengajaran agar kita menjadi orang yang tidak konsekuens, apalagi menjadi oportunis. Tetapi hendaknya dalam masalah cinta dan benci itu kita selalu menimbang denan baik, agar kelak tidak menyesal. Jadi cinta dan benci pun hendaknya kita jangan habis-habisan!

Dr. Nurcholish Madjid.Pintu-Pintu Menuju Tuhan.Paramadina.Jakarta: 1999



0 comments:

Post a Comment