Wednesday 1 June 2011

Pertemuan Dan Cinta



          Gabriel dan Marcel, seorang filsuf kelahiran Paris (1889-1973), mengemukakan hakikat pertemuan atau kehadiran dan cinta. Kodrat sosial manusia atau hubungannya dengan orang lain, yang hanya berdasarkan kecenderungan-kecenderungan biologis dan psikologis manusia, tidak menghasilkan hidup bersama yang sejati. Orang yang mengikuti kecenderungan-kecenderungan itu mewujudkan hubungan dengan orang lain atas taraf biologis dan psikologis, tetapi mereka belum tentu beremu dengan orang lain sebagai pribadi, sebagai persona.

          Pertemuan antara dua orang dapat membangkitkan rasa cinta. Pertemuan yang merupakan kontak antara dua orang ialah antara “Aku” dan “Engkau”, yang saling membuka hati, saling meyerahkan diri, terbuka, dan jujur. Dalam pertemuan pikiran-pikiran egoistic dilepaskan, sebaliknya dibangkitkan kesediaan dalam situasi bersama. Hubungan “Aku” dan “Engkau” adalah hubungan dinamis, berkembang, yang dimulai dengan kepercayaan sampai lebih nyata dalam cinta dan persahabatan. 

          Hubungan antara dua orang memuncak dalam hubungan cinta. Asal mula hubungan cinta itu adalah anigerah Tuhan. Syarat cinta ialah kerendahan hati pada orang yang memanggil, kesediaan pada orang yang dipanggil. Dalam cinta unsure individualis masih ada, hanya ditutupi dengan berbagai pengorbanan, tetapi demi cinta pula. Cinta tidak dapat diukur secara objektif. Bahkan sulit sekali untuk mengetahui apakah saya sendiri mencintai orang lain atau tidak karena cinta mencakup seluruh eksistensi manusia.

          Dalam cinta timbul communion, kebersamaan yang sungguh-sungguh komunikatif, “mencintai” selalu mengandung suatu imbauan (invocation) kepada sesame. Kebersamaan dalam cinta ini, menurut kodratnya, harus berlangsung terus, tidak terbatas pada satu saat saja. Karena itu, dalam pengalaman cinta terkandung juga bahwa “Aku” mengikat diri dan tetap setia. Kesetiaan itu sanggup membaharui dan memperkokoh cinta.

          Akan tetapi, suatu saat cinta dapat terputus secara mendadak karena adanya penghianatan terhadap partner dalam cinta. Bila yang dicintai tidak cocok dengan gambaran semula tentang dia, ia tetap dapat dicintai. Tetapi pada suatu saat mungkin ia mengakui : Aku ditipu. Ini hanya membuktikan bahwa dalam cinta tetap ada kemungkinan untuk memandang adanya orang ketiga. Untuk lebih waspada, perlu adanya konsep cinta dalam ajaran Islam.

Prof. Dr. kamanto Sunarto.”Pengantar Sosiologi”. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta: 2000.

0 comments:

Post a Comment