Singkatnya, kita ditempatkan
disini untuk mengembangkan kemampuan dan keahlian kita melalui
tanggungjawab yang Dia bebankan atas diri kita. Tidak semua orang
diciptakan dengan kemampuan dan disposisi yang sama; manusia adalah
seperti mineral mentah, menunggu untuk dimurnikan dan dihaluskan.
Misalnya, seniman ingin
mengekspresikan bakat mereka, dan karena itu dikenal malalui
karya-karya yang dihasilkannya. Dengan cara yang sama, keagungan,
kemegahan dan keindahan ciptaan menghadirkan dan merepresentasikan
Nama-nama dan Sifat-sifat-Nya dan keindahan-Nya, Dia menciptakan alam
setahap demi setahap. Dia memberi kita begitu banyak peluang untuk
mengenal-nya dengan lebih baik dan mendapatkan pengetahuan yang benar
tentang Diri-Nya. Dia adalah pencipta absolut yang menjadikan segala
sesuatu dari satu hal, dan menambahkan ribuan manfaat kepada apa saja
yang Dia kehendaki.
Umat manusia dinempatkan dalam
ciptaan untuk diuji, disucikan dan dipersiapkan untuk kebahagiaan
abadi di surga. Dalam sebuah hadis, nabi muhammad SAW berkata:
“Manusia adalah seperti mineral. Orang yang baik di dalam Jahiliyya
adalah juga baik di
dalam Islam.” Sebagai contoh, Umar mendapatkan kehormatan,
kejayaan, dan kemuliaan sebelum Islam, tetapi dia mendapatkan jauh
lebih banyak setelah dia menjadi seorang Muslim. Dia mendapatkan
martabat yang lebih tenang, lembut hati dan iman yang kuat. Sebelum
masuk Islam, dia kuat, cepat naik darah dan angkuh, yang menganggap
dirinya punya segala sesuatu; setelah itu, dia menjadi orang yang
paling sederhana dan rendah hati. Oleh karenanya, ketika dia melihat
orang-orang yang sopan, dinamis, energetik, berani, dan bersemangat,
kita berharap mereka akan menjadi Muslim.
Islam berhubungan dengan
mineral yang paling berharga dan bernilai—yakni manusia. Islam
mengolah, mengembangkan dan mendewasakan setiap orang sehingga semua
kotoran hilang. Para sahabat 100% menjadi murni. Muslim
perlahan-lahan mulai menjauhi kemurnian, sampai pada tingkat di mana
kita sekarang sulit mencari kemurnian seperti itu. Akibatnya, kita
mengalami banyak kesulitan dan persoalan.
Tuhan tahu hasil akhir
ujiannya, karena Dia tidak terikat oleh masa. Oleh karena itu, Dia
menguji kita agar kita dapat menyadari tentang siapa diri kita
sendiri dan orang lain. Ujian ini adalah proses untuk menentukan
nilai kita, untuk mengetahui apakah kita ini besi atau emas. Kita
diuji dalam apa yang kita perjuangkan dan apa yang kita lakukan.
Suatu hari, kita akan masuk kehadiran Allah dan mempertanggungjawaban
diri kita sendiri: dan
berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki
mereka terhadap apa yang dahulu merka kerjakan.
(Q.S 36:65).
M.
Fethullah Gulen.Memadukan
Akal dan Kalbu dalam Beriman.Murai
kencana.Jakarta: 2002.
0 comments:
Post a Comment