Dalam ilmu pengetahuan dikenal adanya ilmu eksakta (pasti). Disebut demikian karena ilmu itu menganggap objek atau sasaran penelitian, pengetahuan dan generalisasi dengan variabel-variabel yang cukup terbatas, sehingga pengetahuan dan generalisasi itu dapat diukur sedekat mungkin dengan kenyataan. Hasilnya ialah suatu pengetahuan yang relatif pasti, dengan “daya duga” yang tinggi.
Karena itu ilmu pasti kadang-kadang disebut juga “ilmu keras”. Ibarat sekeping mata uang, maka hal itu ada sisi lain dari kesatuan keseluruhan sistem ilmu, yang dinamakan “ilmu lunak”. Inilah ilmu-ilmu sosial, yang pada zaman modern ini terdiri dari sosiologi, antropologi, ilmu politik, ilmu sejarah, dan seterusnya, termasuk juga ilmu ekonomi.
Ilmu-ilmu sosial itu dikatakan “lunak” bukanlah karena “mudah” seperti yang disangka banyak orang. Tetapi karena penyimpulan umum (generalisasi) dan penterorian yang dibuat dalam bidang ilmu itu memiliki kadar kepastian setiggi ilmu-ilmu keras (eksakta), sedemikian rupa sehinga mengesankan sebagai luwes, lunak dan kurang pasti.
Tidak ada yang terlalu salah dalam hal itu. Kurangnya kadar kepastian ilmu-ilmu sosial terjadi karena variabel yang harus digarapnya mengenai kehidupan (sosial) manusia ini sedemikian banyaknya sehingga sulit sekali seorang ilmuan sosial menguasai dan memahami seluruhnya. Karena itu juga sulit untuk membangun seluruh teori sebagai hasil generalisasi atas dasar variabel-variabel itu. Dan jika objek-objek ilmu eksakta dapat dibawa ke laboratorium untuk keperluan berbagai tes, percobaan dan pembuktian, maka tidaklah demikian dengan objek-objek ilmu sosial. Meskipun ada suatu usaha untuk membuat suatu proyek di bidang ilmu sosial sebagai laboratorium, namun kiranya dapat dipastikan bahwa variabel yang dapat dimasukkan lab ilmu sosial itu tidak mungkn meliputi seluruhnya. Jadi tetap menghasilkan sesuatu yang memiliki kadar kepastian yang lebih rendah daripada sebuah lab ilmu eksakta.
Sesungguhnya laboratorium bagi ilmu-ilmu sosial adalah sejarah hidup sosial manusia itu sendiri. Dalam sejarah itulah seluruh variabel kehidupan sosial manusia tercakup dan dapat diketemukan. Karena itulah Allah memerintah kita semua untuk memperhatikan dan menarik pelajaran dari sejarah masa lalu. Ditegaskan bahwa Hukum Allah dalam hidup manusia itu tidak berubah, jadi bersifat pasti.
(38). Tidak ada suatu keberatanpun atas nabi tentang apa yang Telah ditetapkan Allah baginya. (Allah Telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang Telah berlalu dahulu[1221]. dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku (Q.S Al-Ahzab : 38).
[1221] yang dimaksud dengan sunnah Allah di sini ialah mengerjakan sesuatu yang dibolehkan Allah tanpa ragu-ragu.
(23). Sebagai suatu sunnatullah[1403] yang Telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan peubahan bagi sunnatullah itu (Q.S al-Fath : 23).
[1403] Sunnatullah yaitu hukum Allah yang Telah ditetapkannya.
Jadi ungkapan “belajar dari sejarah” adalah suatu truisme yang amat penting. Maka biasanya permulaan hancurnya seseorang atau suatu kelompok adalah tidak mau belajar dari sejarah.
Dr. Nurcholish Madjid.Pintu-Pintu Menuju Tuhan.Paramadina.Jakarta: 1999
Thanks for giving time to share that a wonderful blog with us.
ReplyDelete